***
“Prilly, ada apa?” jemari halus milik Fremond berjalan menuju ruas pipi milik Prilly. Tak ada yang harus ia mampukan untuk bicara, Prilly tetap diam menancapkan sebuah perekat untuk tidak bicara. Tapi bukan untuk sampai detik yang jauh lebih lama.
“Aku baik-baik saja, Donald.” Prilly berusaha tersenyum, membuang perekat jelek yang mengelabui otak cantiknya itu.
Pikirannya ternganga tentang sebuah ganjalan besar yang di bawa lelaki tadi, entah hal apa itu sekali amat aneh. Ada aura yang membuat Prilly ingin mengenalnya lebih jauh. Ada pula aura yang membuat Prilly mengingat jauh lebih dalam tentang masa dulu. Namun sayang itu tak membuahi hasil, NIHIL!.
Mata Prilly berkejap beberapa kali, membuang beberapa suara yang tadi menghantuinya sejak detik lalu. Aku harus fokus itu masa yang tak akan menjadi sebuah ajal kenangan.
Kata semua orang mengingat sebuah sesuatu hal yang tak seharusnya di pikirkan itu hal yang tak penting. Benar! Tapi ini bukan hal yang tidak penting atau penting, namun ganjalan yang membuat Prilly harus mendorong dirinya masuk menuju alam itu. alam yang mana ia pernah mengenal segalanya tentang lelaki tadi, dari segala senyumnya, matanya yang menunjukkan cerita, pula sebuah suara yang berat namun kesannya ada yang ingin ia utarakan. Sayang itu masih tersembunyi.
Dirinya masih diam. Fremond juga diam. membiarkan gadis sampingnya itu memikirkan yang harusnya ia pikirkan. Takutnya jika ia masuk dalam pikiran gadisnya ia akan menjadi api yang membuat segalanya berantakan.
Pekat. Mencengkam. Aneh. Terjal.
Itu topik yang kini mereka lalui di dalam mobil. Tak ada percakapan sepintas namun bisa mengundang alur panjang, tak ada yang namanya kehangatan, namun justru membeku.
Prilly sedikit melirik lelaki yang menjadi binar cintanya itu, melirik sedikit tapi sayang sepertinya detik ini ia merasakan hal ganjil yang cukup terang. Entahlah apa yang ia mengertikan hal ganjil itu banyak bacaannya.
“Donald, antarkan aku di café. Aku ada kerja sore sampai malam hari ini.”
“Siap!”
Sejak dulu Fremond tak pernah menyetujui Prilly bekerja di lingkup terbuka yang membebaskan beberapa hawa dan adam menyatu. Ia selalu memaksa Prilly bekerja dalam situs sepertinya, menjadi CEO dalam sebuah perusahaan yang kata orang itu besar—katanya cukup sederhana saja.
Sayang gadis itu tetap bersi kukuh menetap di pekerjaan yang jika di bandingkan tawaran Fremond, pekerjaan itu haya seperempat saja. Tapi jangan namakan Prilly jika ia lemah, ia kuat untuk mengingkan sesuatu yang harus tercapai, ia tak mau kalah sebelum lawannya kalah, ia harus menang walau sungguh sampai pada endingnya ia terpukur di tanah.
Melewati perjalanan banyak adam hawa, pakaian sexy, atau cecapan suara hawa adam itu adalah perjalanan menuju arah café tempat Prilly bekerja. Bahkan Fremond baru mengetahui 2 bulan yang lalu jika gadis peng-ngeyelannya bekerja sebagai tukang pembersih bekas orang. Itu menjijikkan. Tapi sungguh Prilly sangat nyaman. Bukankah sebagai lelaki ia harus berjanji menyetujui apa mau gadis asalkan gadisnya nyaman? Tapi ini masalah yang berbeda, sayangnya gadisnya masih perlu banyak pelajaran yang mempelajari tentang kepekaan.
Prilly turun yang sudah di bantu oleh Fremond, mengantongi Fremond senyuman untuk ia bawa menuju perjalanan selanjutnya. Itu sudah cukup, “Terimakasih Donald. Istirahatlah pasti kau lelah, aku tak mau esok kau sakit, itu hal yang langka.”
Fremond tersenyum lebar, menyumpahi jika ia harus sehat untuk gadis itu “Apapun mau mu nona, saya turuti”
Gelak tawa Prilly sedikit terdengar, Fremond hanya menampilkan jejeran gigi putihnya, tak membiarkan suara gendrungnya terdengar walau sungguh ia ingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHEN LOST (dimana aku kembali?)
Teen Fiction[FA_] sebersit ungkapan dewasa. Dia yang dulu mencintai ku. Dia yang dulu selalu ada untuk ku. Dia yang dulu lentera bagi ku. kini semua hangus, semua lenyap, semua terbakar seperti kayu termakan api. tak tersisa! sungguh aku bersumpah akan menggan...