1. Anniversary.

62.4K 3.3K 79
                                    


"Lama amat sih!"

Dara nyaris membanting pintu Audi merah yang ia masuki sebelum mengempaskan dirinya kasar pada kursi di sisi kemudi dan balas menuding, "Gara-gara Bang Miko sih aku jadi dimarahin Pak Rega!"

Di balik kemudi Miko sontak mendengkus. "Nggak perlu gara-gara saya juga bukannya tiap hari kamu kena marah Rega? Dia lahir dengan semua bakat itu. Mulutnya bisa gatel-gatel kalau nggak ngomel. Lagian, kamu juga udah tahu kan dia gampang 'panas' bukannya buruan beresin tuh kerjaan jadi telat nih kita!"

"Mama juga bakal maklum kali kalau telat ini kan weekdays," Dara masih berupaya membela diri.

"Iya, Mama mungkin maklum, tapi Mbah Nung mungkin udah nyiapin khotbah!"

"Lho, Mbah Nung datang juga?" Bersama bola mata yang refleks membola Dara tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Ya datanglah. Anaknya mau ngerayain 40 tahun pernikahan masa nggak datang?"

Ya, iya juga sih. Apalagi Mama adalah anak perempuan satu-satunya. Walau Panungki Ageng Hasmoko atau yang selama ini lebih akrab mereka sebut sebagai Mbah Nung tersebut, bisa dibilang telah memasuki usia senja yang mana melakukan perjalanan dari Malang menuju Jakarta jelas bukanlah suatu perkara mudah. Namun, ya orang tua mana sih yang nggak ingin menyaksikan sendiri anaknya berbahagia?

The love between a parent and their children is always and forever kan?

Hanya saja ....

Tanpa sadar Dara mulai memilin rantai dari shoulder bag yang berada di atas pangkuannya sambil kemudian bergumam gamang, "Bang Miko, ntar kalau aku disuruh masak semur bandeng. Gimana?"

"Ya, tinggal masaklah," sahut Miko enteng.

"Ish! Mana aku ngerti masakan yang gitu-gitu. Kenapa sih Bang Miko nggak ngomomg dari kemarin-kemarin kalau Simbah bakal datang? Tahu gitu kan aku sempetin diri buat belajar," gerutu Dara yang seingatnya dulu sempat ditantang untuk memasak olahan bandeng presto khas daerah asalnya yang ketika itu belum sempat terwujud sebab, Mbah Nung udah keburu lesu akibat mendengar kejujuran Ibunya yang membeberkan kalau Dara tak pandai masak. Terus, sekarang pasca-empat bulan berlalu masa Dara masih nggak mampu? Mau ditaruh di mana coba nanti mukanya? Haish! "Eh, iya kado aku buat Mama yang ketinggalan di atas meja makan udah Bang Miko ambil belum?" sambungnya bertanya seraya melongok ke kursi belakang.

"Emang ketinggalan?"

"Ihhhh! Aku kan udah chat Abang tadi siang."

"Tadi siang saya meeting di luar. Nggak ada waktu buat lihat-lihat chat random kamu. Lagi, salah sendiri lah ngapain kamu tinggal-tinggal."

Oh, Tuhan! Dosa apa sih Dara sampai tega-teganya Tuhan memberinya jodoh sejenis Miko begini?! Bukan cuma hobi mencak-mencak, pria itu juga miskin kepedulian!

Benar-benar deh!

Bergerak demi menyenderkan punggungnya yang mendadak terasa pegal kian dalam pada jok, sepasang bahu Dara bahkan udah terkulai lemah saat menggumam, "Terus, gimana dong?"

"Ya, nantilah kita beli di jalan."

"Tapi kan itu kuenya udah aku bikin seharian. Aku nyampe cuekin Pak Rega yang seharian kemarin neror minta dibeliin bunga buat Calibra sampai-sampai hari ini aku kena marah melulu. Sayang banget kalau ternyata nggak bisa dikasih langsung di hari pentingnya Mama."

"Ya, terus? Mau kita ambil ke Kebagusan? Jam segini tahu nggak segimana macetnya? Yang ada kita sampe tempat Mama udah kelar itu acara. Udahlah pamer bahwa kamu mampu bikin kue mah bisa kapan-kapan lagi!"

Semestinya Cinta ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang