44. Menangis.

11.8K 1.7K 216
                                    

"Taraaa, sampai!" Tanpa ada indikasi ingin mematikkan mesin mobilnya, Ko Iyel yang beberapa saat lalu menginjak pedal rem dalam-dalam pun berhasil mengurangi kecepatan hingga mobil yang dia serta Dara tumpangi praktis berhenti di halaman utama Amera Health Center.

Actually, tadi karena memang enggak ada orang lain ya ... seperti biasa Dara akhirnya lagi dan entah untuk yang keberapa kalinya sudah, harus kembali merepotkan Ko Iyel. Sebelum, Akhyar sibuk kedatangan Polisi, Dara bahkan telah terlebih dahulu dijemput pergi dari kawasan kediaman Miko. Lagi pula, jarak rumah sakit terbesar Amera yang usut punya usut menjadi tempat bersalin rujukkan Prita, ternyata butuh ditempuh dalam kurun waktu setengah jam saja dari rumah Miko dengan catatan jalanan lancar tentunya.

"Masih ingat yang tadi kamu dengar nggak?" lanjut pria itu bertanya.

"Yang Ko Iyel mules gara-gara makan sambal terasi?" timpal Dara seraya melempar wajahnya ke sisi kanan, menatapi pria yang juga sedang menoleh ke arahnya. Anyway, beneran. Tadi, Ko Iyel bahkan datang masih dalam kondisi perut yang kentara banget sedang melilit. Agaknya sih dia memang habis dinner pakai sambal terasi. Bagaimana Dara bisa tahu? Karena, ya ... cuma itu makanan yang suka bikin Ko Iyel mulas, tetapi herannya bak tak pernah kapok toh terus pria itu konsumsi melulu. Udah begitu, waktu dia sibuk mengurusi luka di kaki Dara cacingnya juga beberapa kali terdengar nyaring berbunyi.

"Ya kali!" Ko Iyel lantas memutar gemas netra di balik kacamatanya.

Okay, Galaliel memang jagonya ngeles!

"Terus?" kejar Dara kemudian, tangannya sengaja dia sangga di bawah dagu biar kayak sok-sok lagi khusyuk mikir.

Tak ayal Ko Iyel pun sontak mendengkus seraya akhirnya berdeklarasi sensi, "Awas ya kalau sampai lukanya kena air, silakan cari dokter lain!"

"Dih, galak. Ada lagi?" Dara mencebik.

"Oh, pasti dong! Kamu kan pasien bandel ya, jadi tolong obatnya diminum rutin sampai habis biar nggak menimbulkan masalah-masalah yang nggak diinginkan! Apa-apaan belum ada selang 24 jam lukanya malah makin parah?!"

Tentu saja Dara nggak cerita mengapa lukanya bisa kian buruk bahkan malah nambah di bagian kaki. Bukan karena dia tak mau percaya kepada Ko Iyel—oh, it's something that never and ever happened sih, rasanya—tapi, ya ... dengan dia cerita kejadian yang sesungguhnya entah itu secara langsung atau enggak, itu berarti dia harus membawa-bawa mengenai chaos yang sempat terjadi kan?

Soal Prita yang tak sengaja membunuh seseorang dan Miko sembunyikan di rumahnya? Atau, tentang Kavi yang tahu-tahu datang lalu bikin kekacauan sampai-sampai pria itu nekat mengeluarkan dua buah tembakkan di mana salah satunya sukses bikin lampu pelataran rumah—yang tadi sempat diprotes Ko Iyel saat merasa kurang pencahayaan ketika berupaya mengakali kaca di telapak kaki Dara—padam?

Ugh! Serius!

Bagaimana pun, Dara tak mau ember terhadap perkara yang jelas-jelas milik orang lain. Pun, dia nggak ingin kalau Ko Iyel mikir macam-macam atau parahnya keseret-seret nggak jelas dalam masalah yang telah terlanjur menjeratnya erat.

Maka, Dara cuma bisa menyeru patuh, "Oke." Tanpa setitik pun gelagat bahwa dia baru saja melewati hari yang berat.

"Jaga juga pola makannya. Wajib makan makanan penuh nutrisi!"

"Oke."

"Dua hari dari sekarang mesti dicek lagi jahitannya!"

"Oke." Dan, sebab tak terdengar adanya tanda-tanda suara Ko Iyel yang kembali berambisi buat menasihati, Dara pun dengan jahil menyambung, "Udah nih, Pak Dokter?"

Ko Iyel kontan mendelik. Nggak pernah suka sebetulnya jika dipanggil melalui embel-embel begitu padahal kan bukannya dia memang Dokter, ya?

"Oh, satu lagi sih ...." Pria itu menjentikkan jarinya sembari mengambil jeda pendek demi melancarkan arus respirasinya. "Kamu mungkin bosan dengarnya, tapi beneran deh ... dengan semua luka ini ...." Ko Iyel lantas melambaikan enteng tangannya ke arah tubuh Dara yang di sana-sini tampak dihiasi oleh banyak plester serta perban membebat. "Nggak papa loh ya kalau kamu nangis. Kedengaran satu komplek pun enggak masalah. Perasaan kamu ... seluruhnya adalah valid."

Semestinya Cinta ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang