30. Kacau.

11K 1.3K 152
                                    

Sejujurnya, bukan sebatas nggak yakin sih, Dara memang betul-betul nggak tahu di mana kira-kira saat ini Miko tengah berada?

Apakah dia istri yang payah sampai-sampai komunikasinya bersama Miko berjalan dengan seburuk ini?

Ogh! Maula yang adiknya saja mampu selalu satu langkah di depan Dara loh. Gadis itu bakalan langsung tahu apa yang sedang Miko lakukan lengkap beserta lokasi akuratnya dalam satu kali saja percobaan panggilan. Bahkan semalam cuma melalui beberapa deringan, teleponnya yang meminta dibelikan sop jamur buat Mbah Nung langsung Miko angkat. Sementara, telepon Dara yang berkali-kali dia coba saat tengah menunggui Miko di basement hanya bermuara di sahutan suara operator saja.

Nggak, Dara sama sekali nggak keberatan Miko menjawab panggilan Maula. Lagi pula, mungkin pas banget waktu Dara menelepon bisa saja kebetulan Miko memang sedang nggak ada luang untuk menyahuti.

Ya, ada possibility itu. Namun, bukankah berarti tak juga menutup kemungkinan adanya kans bahwa pria itu melihat nama Dara yang beberapa kali berupaya menghubungi di ponselnya? Tentu! Menerima panggilan Maula otomatis dia pasti lihat ponselnya kan? Biar pun nggak membalas, seenggaknya enggak kepengen kah Miko berbasa-basi sedikit karena membiarkan Dara pulang sendiri? Atau, jangan-jangan memang benar dugaan Dara bila Miko sungguh-sungguh lupa akan janjinya sebab, dia harus mengurusi persoalan Prita?

Oh, entahlah. Silakan anggap Dara payah jika itu memang perlu. Boleh juga menyumpahinya karena  memilih untuk diam saja, serta terkesan tak ber-effort guna mengambil inisiatif agar dapat cepat-cepat memperbaiki hubungannya bersama Miko.

Tadi pagi saja, sewaktu pria itu sempat ribet mencari-cari kunci yang ternyata udah dia genggam di tangannya sendiri, bukanlah Dara yang mencedangnya di bibir pintu, tapi Maula sambil melontarkan tanya ganas, "Kenapa sih buru-buru? Bukan gara-gara Prita kan, Bang?!"

"Apa sih lo pagi-pagi? Nggak jelas!" Sebuah jawaban yang to be honest nggak terkesan bagai jawaban sih.

Dan, ya menunggangi BMW M4 miliknya, pria itu pergi begitu saja. Tanpa menengok kembali, lebih-lebih pamit.

Jadi, Dara sambil menggaruk kulit di bagian belakang telinganya yang pagi ini ia pasangi anting happy hearts-nya Chopard—dulu itu termuat dalam salah satu box yang Mama Asmita hadiahkan di pernikahannya bersama Miko—perempuan itu lantas hanya bisa menukas dengan nadanya yang profesional, "Ada apa ya, Pak? Bapak mau saya panggilkan Pak Miko?"

"Bagus kalau kamu bisa panggil," balas Pak Rega, ada riak marah di intonasinya bicara. "Telepon saya nggak diangkat-angakat soalnya."

Kali ini Dara justru dibuat makin bingung mengenai situasi apa yang kiranya tengah berkembang kini? Mengapa Pak Rega yang memang hobi misuh-misuh ini terlihat begitu kesal setiap kali dia menyebut nama Miko? Apa Miko udah bikin kesalahan? Sesuatu yang merugikan VER, mungkin? Namun, ya ... apa iya? Miko adalah salah satu Manajer yang tindak-tanduknya amat hati-hati. Divisi yang dia gawangi sering kena badai, tapi dia selalu paham bagaimana caranya membawa Timnya untuk menyelamatkan diri. Krisis yang mendera VER, beberapa kali berhasil dilewati secara ciamik berkat gagasan serta eksekusi departemen sales and marketing yang bertahun-tahun ini Miko nakhodai. Pria itu memang bukanlah Manajer favorit Pak Rega, dia suka disinisi, bahkan digebraki meja dalam rapat. Akan tetapi, untuk yang hari ini agaknya masalahnya memang lain dari biasanya.

Maka, sambil menggigit samar bibirnya, Dara tetap berusaha tenang pun pengertian ketika menawari, "Atau, biar saya samperin Pak Miko ke ruangannya saja, Pak?"

"Saya lakukan sendiri dari tadi kalau dia ada."

"Lho?" Dara sedikit membulatkan mulutnya. "Pak Miko belum sampai kantor?" Dia berangkat dari rumah sejak jam 6. Dan, sekarang kurang dari sepuluh menit lagi udah bakalan jam 9. Operasional VER akan dimulai. Jika pun meeting di luar kenapa dia sampai nggak ngabarin Pak Rega? Lagi, bagaimana pun dia mestinya udah tiba. Masa sih Miko membiarkan dirinya telat? Telat sama dengan potong gaji, kendati gaji bagi pria itu boleh jadi tak sekrusial gaji bagi Dara. Tapi, kan ... ugh, dia enggak tiba-tiba terlibat suatu kecelakaan kan di jalan? Atau, jangan-jangan dia betulan nyamperin Prita ke Tangerang?

Semestinya Cinta ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang