[#11]

106 14 0
                                    

Begitu kembali dari Maze, Amelia tidak menyangka dirinya atau Runner lain akan mendengar berita yang cukup mengguncang. Saat ini, begitu seluruh anggota Runner selesai menggambar peta hari ini dan menyampaikan beberapa penjelasan seperti biasanya. Minho menyampaikan kabar mengejutkan itu.

Sebelum itu, ada satu hal yang berbeda; Minho tampak lebih segar, bugar dan bersih dari seluruh Runner yang ada dalam ruangan ini. Tidak tampak menyedihkan seperti Amelia dan yang lain; lelah, kumuh, begitu bau dan kotor.

"Aku menemukan satu yang mati."

Ketengangan segera menekan udara di sekitar mereka begitu mendengar kata terakhir yang Minho ucapkan. Berita macam apa yang akan disampaikan olehnya. Jika menyangkut kematian, biasanya itu mengarah pada hal negatif, kan.

“Apa yang mati?” Zach mewakili pertanyaan yang menggelayuti setiap pikiran Runner yang duduk mengelilingi meja bundar dalam ruangan itu.

“Griever.”

Satu kata itu bagai sambaran petir di tengah hari yang terik. Tanpa ada yang mengira bahwa kilat dan guntur akan muncul. Amelia tidak bisa mengartikan ini sebagai hal baik atau malah sebaliknya.

“Kau bercanda, bagaimana bisa-“

“Untuk apa aku membual.” Minho menyela reaksi tidak percaya Tomo.

Amelia tidak menyalahkan Tomo. Dia sendiri juga sama tidak percayanya. Jika diibaratkan, Minho seolah tengah mengatakan bahwa mereka bisa menumbuhkan sayap dari punggung mereka dan terbang untuk kebebasan bersama. Sangat tidak mungkin. Mereka bukan mutan hasil eksperimen ilmuan yang terlampau cerdas sampai tidak jauh berbeda dengan orang gila.

Tapi kembali lagi pada fakta bahwa Minho bukanlah tipikal orang semacam itu, pembual. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak mempercayai omongannya.

“Dengar,” Minho kembali memulai. “Aku juga tidak akan percaya jika aku berada di posisi kalian. Tapi aku melihatnya, beberapa kilometer dari sini, di dekat Tebing, Griever gemuk yang menjijikkan.”

Zach menghela napas panjang, menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Mencoba untuk bersikap kritis. “Oke, seperti apa kelihatannya? Paku-pakunya, menempel di kulit atau menyembul dari dalam tubuhnya.”

Minho mendengus, tampak tidak nyaman memutar ulang ingatan mengenai tubuh Griever mati itu. “Tubuhnya gemuk berlendir. Paku-paku itu sepertinya tumbuh dari tubuhnya. Kau tahu, seperti bulu hewan yang tumbuh di sekujur tubuhnya.” Minho terlihat tengah menimang diksi yang tepat untuk dia ucapkan. “Kurasa tidak berlebihan jika aku mengatakan bahwa makhluk itu terlihat seperti mimpi buruk paling aneh yang tak pernah kalian bayangkan.”

“Aku tidak pernah mendengarmu mengucapkan kalimat super hiperbolis seperti itu.” Tukas Amelia. Tidak ada rasa humor yang terselip dalam suaranya.

Minho hanya menatap tajam Amelia sebagai tanggapan atas perkataannya. Amelia mengatupkan mulutnya. Minho jelas menyuruh Amelia untuk tidak bersuara kecuali itu hal yang memang perlu disuarakan, yang menyangkut masalah Griever mati ini.

“Lalu bagaimana cara makhluk itu menyengat?” Tomo ganti bertanya, “kau pasti bisa menekarnya jika sudah melihatnya secara langsung dan begitu dekat.”

“Ya, ada semacam lengan besi dengan jarum-jarum panjang. Jelas bahwa itu yang Griever gunakan untuk menyengat mangsanya.” Minho mengistirahatkan punggungnya pada sandaran kursi, tampak letih, secara mental. “Kalian harus melihatnya sendiri untuk memahaminya. Makhluk itu…, aneh.”

“Aneh?” Tanya Amelia, menginginkan keterangan lebih lanjut dari Minho.

“Jadi, kau bermaksud menyuruh kita semua melakukan Ekspedisi Maze di sektormu, untuk melihat dan meneliti monster itu.” Sahut Tomo.

Literally, I'm In Hell || ff TMRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang