Alfano Pratama

44 2 0
                                    


"Diaa..." batin Ara.

Ara memutar bola matanya malas. Terlihat muak dengan cowok yang berusaha menjadi pahlawan kesiangan di pagi hari ini.

Alfano Pratama. Cowok ngeselin se jagat SMA Pelita. Gak ada yang istimewa dari cowok satu ini selain kecerdasannya. Selain itu biasa saja. Penampilannya acak-acakan dengan rambut bagian depan yang menutupi dahi. Alfa termasuk cowok yang selalu di puja oleh cewek-cewek di sekolah ini, terlebih lagi di luar sekolah. Yaaa, maklum sih dia lumayan terkenal di kota ini. Tapi, ini pengecualian untuk Ara. Melihat wajah dan tingkah orang ini membuatnya muak.

Tapi, ada satu hal tentang Alfa yang tidak bisa dielak untuk diakui oleh Ara. Dia memang punya wajah yang tampan, jadi gak heran kalau dia selalu dipuja dan diidolakan oleh kaum hawa. Mungkin itu saja yang Ara ketahui tentang cowok yang terlihat sedang berusaha menyelamatkannya saat ini.

Tanpa aba-aba Alfa langsung memegang lengan Ara dan membawanya pergi dari situ. Sontak itu membuat Ara terkejut dan bingung. Bagaimana bisa dia seenaknya menggandeng tangan Ara?

"Lepas!" perintah Ara sambil melihat ke arah tangan yang masih memegangi lengannya.

"Lo tuh ya, bukannya bilang makasih malah judes. Kalau ditolong sama orang itu bilang makasih dong," Alfa mencoba menasehati, sementara lawan bicaranya terlihat membuang muka.

"Gue gak butuh bantuan lo buat ngurusin mereka,"

"Sok sok an banget sih lo. Lo takut ya sama gue makanya tadi ngehindar?"

"Gue gak pernah takut sama siapapun. Apalagi sama cowok kek lo," jawab Ara dengan tatapan dingin yang menatap lurus ke depan, enggan menatap lawan bicaranya.

"Lo tambah cantik kalo marah dan akan lebih cantik lagi kalo lo senyum. Coba deh awali hari dengan senyuman," ucap Alfa berniat menggoda cewek disampingnya yang terlihat kesal.

"Males," jawab Ara singkat, padat, jelas.

Tak ingin berlama-lama, Ara segera meninggalkan Alfa, melangkahkan kaki menuju ke kelasnya yang berada tepat 10 langkah di depan mata.
Dasar cowok gendeng! Gampang banget bikin mood orang rusak bahkan sebelum kelas pertama hari ini dimulai.

Kelas XI IPA 6

Ruangan dengan luas 40 meter persegi dengan degradasi warna biru tua kehitaman mulai menyapa indera penglihatan Ara. Meja dan bangku sudah tertata rapi, menandakan bahwa jadwal piket benar-benar terealisasi dengan baik. Di bagian depan terpampang papan tulis putih bersih tanpa noda, disebelahnya ada meja persegi panjang berbahan kaca yang merupakan singgasana bagi guru yang akan mengajar, tak lupa dengan vas bunga berisi bunga Lily putih yang siap memanjakan mata. Dibagian atas ruangan terlihat benda menggantung berbentuk lingkaran yang memiliki ruang, disekitarnya nampak kawat tipis yang mengelilinginya. Ada Matahari sebagai pusat dari orbit, dilanjutkan dengan lingkaran berwarna abu-abu gelap bernama Merkurius, disusul oleh Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan terakhir yang paling jauh ada Pluto.

Disudut lain terlihat beberapa benda dibuat menyerupai bintang dan galaksi yang menjadi pelengkap dari indahnya tema di kelas ini. Hiasan di dinding kelas juga tidak kalah keren. Intinya siapapun yang masuk ke kelas ini seperti sedang melakukan perjalanan gratis ke luar angkasa, dan seperti ditarik oleh dimensi berbeda. Benar-benar menakjubkan hasil karya dari siswa kelas XI IPA 6. Karena tema kelasnya yang unik, tidak heran jika suasana ini membuat guru-guru terus memuji dan betah mengajar. Juga tidak menutup kemungkinan menjadi tempat ternyaman bagi mereka yang ingin bermimpi disela pelajaran.

Ya, inilah salah satu tempat yang menjadi bagian dari perjalanan hidup Ara.




*****

"Pagiii Adindaraaaa!!" sapa salah satu sahabatnya, Mega.

"Masih pagi udah kucel gitu tuh muka, gak mandi ya lo?" tanya Anggi.

"Brisik banget sih kalian" jawab Ara kesal.

Ara menghembuskan nafas berat. Seperti tengah menyelesaikan sesuatu yang sangat sulit. Bagaimana tidak? Moodnya sudah hancur sepagi ini gara-gara cowok sok ke gantengan itu.
Tapi, memang ganteng sih. Hmmm....

Ara langsung merebahkan tubuh bagian atasnya ke meja di depannya. Hal itu tak luput dari perhatian kedua sahabatnya yang sedari tadi bingung dengan tingkah Ara. Ya,
Ara memang selalu membuat mereka bingung.

"Btw, kalian udah ngerjain tugas matematika dari Bu Surya?" tanya Anggi membuka pembicaraan.

"Udahh dongg!!!.. Ra, lo udah belom?" balas Mega sekaligus menanyakan hal yang.........

DEG

"Mampus gue," batin Ara.

Tok tok tok

Suara sepatu dengan hak setinggi 10 cm itu semakin mendekat, membuat semua murid menghentikan aktivitas mereka dan kembali ke habitatnya masing-masing. Mereka terlihat pasrah menggerakkan dirinya untuk bersiap dipelajaran pertama. Fisika.

"Selamat pagi semuanya, PR yang kemaren Ibu kasih, silahkan dikumpulkan sekarang juga. Yang tidak mengerjakan PR dengan alasan apapun silahkan keluar kelas!"

SIAL

Begitulah Bu Surya membuka kelas pertamanya hari ini. Berhasil membuat Ara terdepak dari kelasnya. Tanpa aba-aba, Ara langsung beranjak dari tempat duduknya dan berjalan santai tanpa beban menuju pintu masuk sekaligus keluar yang ada di kelasnya.

Tanpa ia sadari, dimeja paling belakang ada seseorang yang terus memperhatikannya.....

Mata itu,

Milik orang yang merusak moodnya tadi pagi.





Alfa.

Benar sekali, Alfa dan Ara memang berada dikelas yang sama. Tak heran jika Alfa terus saja mendekati dan mengganggunya dari kelas sepuluh. Namun, Ara masih saja seperti ini, tidak mengizinkan cowok manapun mengusik hidupnya, tidak berminat untuk mengakrabkan diri dengan sosok bernama Alfano Pratama.



*****

Dikeluarkan dari kelas tidak masalah bagi Ara, yang sekarang jadi masalahnya adalah kemana Ia setelah ini. Ia bukan anak OSIS, bukan juga anak ekskul jadi sangat sulit mencari basecamp untuk persembunyiannya. Belum lagi Ia sangat merasa ngantuk padahal seingatnya semalam Ia tidak begadang untuk mengerjakan sesuatu. Tidurnya cukup.

Karena tidak ada pilihan lain akhirnya Ara memutuskan untuk ke perpustakaan sekolah. Sebenarnya Ia tidak terlalu suka membaca tapi tempat itu sepertinya pas jika digunakan untuk membawanya berlayar ke Pulau Kapuk.

"Eeeehh mbakk, kok kesini sekarang? Bolos ya?" tanya Pak Mahmud selaku staff perpustakaan disana.

"Lupa gak bawa PR, Pak. Daripada keluyuran diluar kan lebih baik baca buku di Perpus," jawab Ara sok rajin.

Pak Mahmud terkekeh. "Baiklah,"

Ara mengambil salah satu novel berjudul Hujan karya Tere Liye. Sebagai formalitas agar benar-benar terlihat membaca, ia membuka novel itu dan menangkupkannya tepat di depan wajahnya. Siapa sangka kalau ternyata dibalik itu ada sosok yang tengah tertidur pulas menunggu bel istirahat berbunyi.



Bersambung....


Haiii maaf banget baru up ceritanya. Kemaren lagi sakit jadi gabisa terlalu banyak ngelakuin aktivitas dulu..

Semoga suka sama part ini ya..
Jangan lupa vote dan komennyaa

Akhir yang SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang