Notifikasi

11 2 1
                                    

Hari semakin petang ketika mobil berwarna hitam keluaran terbaru itu membelah jalanan yang tampak ramai . Suasana didalamnya berbanding terbalik dengan kondisi luar. Lampu jalan menghiasi malam dengan indah ditengah keramaian kota, sinarnya memancar diantara lalu lalang kendaraan yang melaju kencang menuju ke tempat tujuan. Sementara didalam mobil ini, keduanya memilih teguh dalam keheningan. Bergelut dengan pikiran masing-masing yang terus menuntut untuk meminta jawaban. Ara menoleh ke arah Salman yang sedang menghapus darah di sudut bibirnya. Laki-laki itu sesekali meringis menahan perih dibeberapa bagian wajahnya yang telihat lebam. Ara akhirnya memberanikan diri untuk bersuara, memecah keheningan dengan pertanyaannya.

"Kenapa?"

Salman menoleh ke arahnya. Dari raut wajahnya terlihat sedang menunggu kejelasan dari pertanyaan cewek yang kini duduk disebelahnya.

"Kenapa tadi sama Alfa?"

"Biasa urusan cowok," jawabnya santai.

"Harus berantem?"

"Enggak sih," ucap Salman sambil melirik Ara.

Ara memilih tidak merespon jawaban terakhir Salman. Ia menatap datar jalanan didepannya. Dalam benaknya ingin cepat sampai di rumah dan mengistirahatkan dirinya yang begitu lelah hari ini.

Salman lagi-lagi melirik Ara kemudian tersenyum singkat. Entah kenapa cewek yang kini berada disampingnya berhasil menarik perhatiannya sejak pertemuan mereka beberapa pekan lalu. Baginya, Ara berbeda dengan cewek-cewek lain, ia terlihat dingin dan misterius. Ada ketertarikan tersendiri bagi Salman untuk mengenalnya lebih dekat.

Tidak ada yang tidak tahu tentang Salman. Menyandang gelar sebagai ketua OSIS di SMA Pelita merupakan suatu keistimewaan yang mendongkrak namanya lebih tinggi, bahkan Salman juga mempunyai fanbase sendiri. Sudah ganteng, kaya, berkharisma, berkarakter, eh jadi ketua OSIS lagi. Sosok sempurna yang didamba-dambakan oleh kaum hawa untuk dimiliki. Tapi disamping itu semua ada satu hal yang sangat disayangkan bagi seorang Salman.

Mobil hitam itu berhenti didepan sebuah rumah minimalis bernuansa putih abu-abu. Ara menoleh ke Salman yang kini sedang menatapnya.

"Makasih," ucap Ara.

Manik mata berwarna hitam itu mengalihkan tatapannya ke rumah yang sudah siap menyambutnya. Tangannya yang akan membuka pintu mobil terhenti saat mendengar pertanyaan dari pemilik suara disampingnya.

"Lo pacaran sama Alfa?"

Ara mengernyitkan dahinya, tidak mengerti maksud dari pertanyaan bodoh Salman barusan "Maksud lo?" tanya Ara.

"Lo pacaran sama Alfa?"

"Enggak,"

"Berarti bisa dong?"

Ara menoleh ke arah Salman yang kini sedang menatapnya.

"Bisa apa?"

"Jadi pacar gue,"




*****

Setelah selesai membersihkan diri dan berganti pakaian, Ara merebahkan tubuhnya dengan kasar. Ia menatap langit-langit di kamarnya sesekali mencoba memejamkan mata.

"Bisa apa?"

"Jadi pacar gue,"

"Jadi pacar gue,"



Sialan!

Suara itu terus menggema dan menghantuinya sejak tadi. Ara membekap telinganya dengan bantal erat-erat. Ditepisnya wajah Salman yang terlintas dipikirannya. Ara bangkit dari posisinya menuju ke meja belajar yang terletak di pojok kamar. Sepertinya ia harus melakukan sesuatu agar pikirannya bisa lebih tenang. Tepat disamping meja belajarnya terdapat sebuah gitar berwarna krem kesayangannya. Jika diingat sudah lama Ara tidak menyentuhnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Akhir yang SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang