Salman Aryadatha

31 3 0
                                    

TEEEEEEEEETTTTTTTTTTTTT TTEEEEEEEEEETTTTT

Dari sekian jenis suara yang dihasilkan oleh benda padat, ini adalah suara "termerdu" yang selalu dinantikan oleh seluruh murid di sekolah. Suara yang menjadi penanda berakhirnya sebuah penderitaan. Suara yang membuat gendang telinga sakit tapi disisi lain juga membuat hati senang.

Bagian yang menarik adalah melihat populasi murid berseragam coklat keluar serentak dari kelasnya menuju gerbang. Seperti melihat sekelompok sapi-sapi kelaparan yang dihadapkan dengan padang rumput.

“Ra, besok gue sama Anggi mau ke rumah Anita, mau kerja kelompok KWU, lo besok dateng kan?” tanya Mega.

“Hah seriusan lo, kerja kelompoknya besok???” Anggi balik bertanya dengan ekspresi kaget.

“Enggaakkkk, tahun depan. Lo kerja tuh ntar sama adek kelas,” balas Mega sinis

“Ya elaaahh biasa aja dong, Maemunah. Kaga usah ngegas,”

“Woiii Ra, malah bengong. Gimanaa, lo dateng kan? Cuma lo yang paham desain di kelompok kita,”

“Hmmm.. gue gak janji, ” jawab Ara singkat.

“Aduhhh Raa... singkat amat jawabannya kek masa depan Anggi,”

“Masa depan pala lo!” Anggi menjotos kepala Mega. Geram.
“Sembarangan aja kalo ngomong. Tuh mulut kaga pernah dimasukin ulet bulu yaa,” sementara Mega terkekeh sambil menjulurkan lidahnya meledek Anggi.

“Yaudah, awas besok kalian berdua ga dateng. Gue cari kalian sampe ke liang lahat,” ancam Mega pada kedua sahabatnya.

“Mon maap nih, kita berdua masih sehat jasmani dan rohani yee. Lo cari ke liang lahat paling dalem sampe lapisan inti bumi kaga bakal ketemu coyyy,” Anggi berusaha menyangkal.

“Masuk aja gapapa ntar gue yang ratain tanahnya. Lo minta ditaburi apa ntar kuburan lo? Bawang goreng apa seledri?” Balas Ara.

“IIIIHHH jahatt bangett deh Araaa.. Masak Cuma taburan bawang goreng sama seledri??? Kacangnya? Ayam suwirnyaa? Telornya??” ucap Mega menampakkan ekspresi cemberutnya.

“Jadi......... Lo mau mati apa mau bikin bubur ayam nihhh? Gak jelas deh ah!” tanya Anggi yang membuat tawa ketiganya pecah.

“Udah ah gue mau pulang, udah dijemput tuh,”

“EH IYA gue juga mau pulang, buru-buru nih gue mau nganterin adek gue les. Lo ga pulang, Ra?”

“Kalian duluan aja, hati-hati di jalan. Bye,”

Ara melambaikan tangannya pada kedua sahabat tidak jelasnya itu. Selepas kepergian mereka, keadaan sekitarnya langsung sepi. Murid-murid banyak yang sudah pergi meninggalkan sekolahnya. Namun, tidak untuk sekelompok murid yang berdiri disamping basecamp OSIS. Dari raut wajah dan gelagatnya, sepertinya mereka sedang mendiskusikan hal serius.

Ara terperanjak kaget ketika menyadari kalau dibelakangnya ada tangan seseorang yang memegang pundaknya. Ia segera membalikkan badannya menghadap sosok itu.

"Lo Adindara Oktavia, bukan?" tanya cowok yang kini sedang berhadapan dengan Ara

"Kenapa?" bukannya menjawab malah balik tanya. Siapa lagi kalau bukan Ara.

"Gue tadi nyariin lo ke kelas tapi lo gak ada,"

"Ada apa?"

"Ini gue yang salah ngomong apa cewek ini emang kayak gini?" batin Salman

"Kenalin, gue Salman" Ucap Salman sambil mengulurkan tangannya.

Salman Aryadatha.

Sekilas Ara melihat name tag yang ada di almamater hitam milik cowok itu. Jelas terlihat kalau dia adalah bagian dari OSIS. EHHH kalau tidak salah sahabatnya bilang kalau orang didepannya ini adalah ketua OSIS.
Wahh ada kepentingan apa hingga orang sepenting dia menghampirinya?

Ara hanya menatap uluran tangan dari Salman tanpa berniat membalasnya.

"Ara," balasnya memperkenalkan diri.

Tanggapan Ara membuat Salman menjadi serba salah dan bingung harus berbuat apa selanjutnya, namun Ia tidak menampakkannya didepan cewek dingin ini. Stay cool, stay calm, Salman..

"Sorry, gue baru tau lo padahal kita udah kelas XI," ucap Salman kembali memulai pembicaraan.

"..........." Hening.

"Hmm jadi maksud kedatangan gue......."




*****

Bersambung....

Halooo maaf baru up, masih sibuk sama UAS dkk

Pantengin terus yaaa

Akhir yang SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang