Selamat membaca cerita Manjusha.
Semoga dapat menikmatinya.—MANJUSHA—
"Mau dimanapun itu kalau yang namanya rejeki enggak akan pernah ketuker. Tinggal kitanya aja yang mau berusaha atau enggak."
—Drisana Manjusha,
—MANJUSHA—
Awan pagi hari ini sangat cerah. Matahari pun tak malu-malu menampakkan dirinya, seolah memperlihatkan jika ia yang terbesar diantara penghuni semesta lainnya. Dahan pepohonan menari disapa angin. Burung berkicauan terbang dari pohon satu ke pohon lainnya untuk mencari makan.
Seperti cuaca pagi hari ini, gadis yang mengenakan masker itu berjalan bersemangat di sepanjang koridor kelas sepuluh menuju ruang kelasnya. Seolah yang dialaminya semalam bukanlah apa-apa. Ia akan menampakkan dirinya yang baik-baik saja.
"Sha!!" seru Adhisti yang sedang duduk di kursi depan kelasnya. Gadis itu sedang mengobrol dengan beberapa teman kelasnya lalu melihat Manjusha yang baru saja datang, Adhisti lantas menyapa sepupunya meski dengan sedikit berteriak.
Dari tempat Manjusha berdiri saat ini—di depan ruang kelasnya, ia melihat Adhisti yang berpamitan dengan beberapa teman mengobrolnya dan dibalas anggukan oleh temannya lalu berjalan menghampirinya dengan senyum cerahnya.
"Kenapa lo?" Tatar Adhisti begitu sampai di hadapan Manjusha. Senyum di wajahnya perlahan meluntur, berganti dengan kening yang mengerut—menandakan ia sedang heran. Adhisti memajukan kepalanya dengan mata memicing menelisik wajah Manjusha yang hanya terlihat mata sembabnya. Ah Adhisti jadi mengerti mengapa sepupunya ini datang ke sekolah menggunakan masker.
"Semalem Om Hatra pulang pasti," Bukan pertanyaan yang dilayangkan Adhisti, melainkan sebuah pernyataan. Adhisti tahu betul jika Papah Manjusha—atau yang kerap ia panggil Om Hatra pulang, maka kesalahan sedikit pun yang ditimbulkan sepupunya pasti akan mendapat hukuman yang tidak setimpal. Om Hatra memang dikenal keras dari dulu. Di kantornya pun begitu dengan semua karyawannya. Beliau orang yang tempramental, apalagi sejak kejadian itu.
"Udah elah gue nggak papa," Sahut Manjusha tenang.
"Nggak papa gimana sih, Sha? Gue udah berapa kali ada ngomong sama lo buat tinggal di rumah gue aja,"
Manjusha bukan tak mengerti jika Adhisti khawatir. Gadis itu tahu betul, tetapi lebih memilih seolah tak peduli dengan saran yang diajukan sepupunya. Ia hanya tidak ingin menyusahkan orang lain.
"Lebay deh lo. Dah masuk dulu gue, bye!" Setelah melayangkan kecup jauh—padahal jaraknya hanya satu meter—Manjusha lantas masuk ke ruang kelasnya meninggalkan Adhisti yang menghembuskan napas lelah. Tak mengerti dengan jalan pikir seorang Manjusha. Ditawarin yang lebih aman, malah memilih bertahan di kandang buaya.
- - -
Bel pulang sekolah sudah lewat setengah jam yang lalu, tetapi Manjusha masih betah di rooftop yang ia temukan. Tadi ketika istirahat berlangsung, ia sedang malas ke kantin lalu memutuskan untuk mengelilingi lingkungan sekolahnya—itung-itung menambah pengetahuannya tentang bagian gedung Nusantara. Saat ia sedang berada di belakang gedung basket indoor, ia menemukan tangga. Karena rasa penasarannya yang tinggi, Manjusha menaiki tangga itu dan berakhir menemukan rooftop ini.
Mungkin rooftop ini akan menjadi salah satu tempat favoritnya di Nusantara. Dari rooftop, Manjusha dapat sedikit melihat gedung kelas 12 karena dihalangi oleh gedung-gedung kecil lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANJUSHA
Teen FictionMungkin ini kisah yang klise. Bukan mengisahkan tentang hubungan yang sempurna. Cerita ini dibuat hanya untuk mengenang masa-masa yang terlewatkan begitu saja. Dimana masa itu, Ketika Drisana Manjusha bertemu dengan Sharga Abimanyu. Mungkin sebagian...