10. Janji Sharga pada Ayah, Bunda, dan Dirinya Sendiri

4 0 0
                                    

Part ini panjang (seperti double update) sebagai bentuk permintaan maaf saya karena minggu lalu tidak update.
Selamat membaca cerita Manjusha.
Semoga kamu dapat menikmatinya.

MANJUSHA—

"Perasaan perempuan itu ibarat kaca yang retak, kita harus hati-hati bawa kaca yang sudah retak itu supaya enggak pecah berkeping-keping."

—Pak Sena,

MANJUSHA—

Sejak beberapa waktu lalu setelah mengantar Manjusha pulang, Sharga memutuskan untuk berbaring di kasur besar miliknya. Menatap langit-langit kamarnya dengan sebelah tangan yang ia lipat sebagai bantalan sedangkan tangan lainnya ia biarkan terlentang, dan juga sebelah kakinya yang ia tekuk. Pikirannya terus tertuju pada kejadian tadi. Sepulang sekolah tadi, ia melihat Manjusha berjalan seorang diri menuju belakang gedung basket Nusantara. Sharga yang selalu bersama sahabatnya memilih berpisah dan meminta sahabatnya untuk pulang terlebih dahulu, lalu ia mengekori Manjusha yang ternyata tujuan gadis itu adalah rooftop. Sharga tak mengerti apa yang akan dilakukan di rooftop sendirian seperti ini. Sharga sangat terkejut dan berancang-ancang menghampiri gadis itu ketika Manjusha berdiri di ujung atap rooftop. Setelahnya, cowok itu bernafas lega dan tetap berada di tempat persembunyiannya ketika ia mendapati Manjusha hanya akan duduk di sana dan tidak melakukan tindakan sesuai dengan apa yang ditakutkan Sharga.

Dari tempat Sharga bersembunyi, ia hanya dapat melihat bagian belakang Manjusha dan sedikit wajah bagian kiri milik gadis itu.

Katakan saja ia pecundang karena hanya berani memperhatikan gadis itu dari jauh. Tapi, bukan ia tak berani, hanya saja ia takut mengganggu waktu Manjusha ketika gadis itu ingin sendiri. Sharga cukup menghargai dan mengerti itu, jadi ia memilih seperti ini—mengawasi gadis yang hanya diam, sesekali memejamkan matanya menikmati hembusan angin yang menerpa wajah cantiknya—sejak satu jam yang lalu.

Entah ada masalah apa yang membuat gadis itu seperti ini. Sharga bukan ingin sok tahu, tapi raut wajah gadis itu memperlihatkan dengan jelas jika dirinya sedang banyak pikiran—terlihat dari keningnya yang sesekali berkerut dan juga perubahan ekspresi yang ditampilkannya. Sharga bangkit dari duduknya ketika ia melihat Manjusha sudah beranjak dari tempatnya. Sharga menunggu beberapa menit setalah Manjusha keluar dari pintu rooftop—sengaja, agar gadis itu tak menaruh curiga padanya dan Sharga juga meminimalisir agar Manjusha tak menyadari jika sedari tadi ada yang mengikutinya.

Sharga turun dari rooftop. Ia lari kecil menghampiri Manjusha yang sudah berada di gerbang Nusantara. Sharga menduga jika Manjusha melamun sedari tadi karena saat ia sampai di samping Manjusha, gadis itu terlihat terkejut akan kehadirannya—atau mungkin Sharga yang terlalu tiba-tiba?

Beralih keadaan ke saat ini. Sharga mengulum bibirnya menahan senyum yang akan tercetak di wajahnya. Baru kali ini dia melakukan hal konyol seperti tadi hanya untuk memastikan Manjusha tidak kenapa-napa. Cowok itu mengubah posisi sebelah tangannya seperti tangannya yang lainnya. Kini posisinya kedua lengan ia lipat sebagai bantalan. Memikirkan kejadian tadi membuat ia tersenyum karena mengingat ekspresi Manjusha saat sedang kesal. Astaga, kenapa Manjusha memiliki ekspresi yang gemas seperti itu bahkan ketika sedang kesal?

Terlepas dari itu, Sharga memikirkan ada apa dengan gadis itu. Masalah apa yang dihadapinya? Kenapa Manjusha diam saja ketika dirinya kenapa-napa? dan Sharga hanya bisa berharap gadis itu tidak kenapa-napa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MANJUSHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang