8. Keheningan Dini Hari

11 1 0
                                    

Selamat membaca cerita Manjusha.
Semoga dapat menikmatinya.

MANJUSHA—

"Dengan beribu asa yang disemoga, aku menyerahkannya pada semesta. Semoga esok hari lebih baik dari hari ini."

—Drisana Manjusha

MANJUSHA—

Masih di tempat yang sama seperti sebelumnya. Keduanya-Manjusha dan Sharga membiarkan hening menyapa di antara mereka berdua.

Selesai mengobati Sharga, alih-alih mengajak Sharga pulang, ia malah kembali duduk di samping cowok itu hanya untuk memikirkan segala hal yang membuat keduanya sama-sama membisu setelah Sharga menceritakan kronologi yang- bagaimana bisa cowok itu sampai dikejar polisi.

"Lo ngga mau pulang?" Setelah lama membiarkan suasana hening menguasai keduanya, Sharga bertanya kepada Manjusha. Menoleh ke arah gadis itu, hanya untuk melihat Manjusha melihat ke arahnya setelah mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutnya.

"Emang sekarang jam berapa? bentar-" Manjusha merogoh saku hoodienya untuk mengambil handphone, tetapi yang ia dapat tidak ada apa-apa di sakunya selain uang kembalian sisa ia membeli nasgor tadi. Manjusha berdecak saat tersadar ia lupa jika handphonenya tidak terbawa saat ia akan berangkat membeli nasgor.

"Kenapa?" Tanya Sharga. Cowok itu terusik melihat Manjusha yang seakan mencari sesuatu, tetapi kemudian berdecak kesal.

Manjusha mendongak ke arah Sharga, "Hp gue ketinggalan ternyata. Btw, sekarang jam berapa?"

Sharga melihat jam yang tertera di ponselnya, "Jam 2" Jawabnya kelewat santai, yang dibalas oleh pekikan kaget dari Manjusha membuat ia ikut terkejut karena suara keras gadis itu.

"Ayo Pulang!" Ajak Manjusha kepada Sharga kelewat tak santai. Bagaimana bisa dia bersikap tenang jika waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Lagian dia juga mau-mau saja diseret ke sini oleh cowok sableng yang saat ini tengah menatap ke arahnya dengan pandangan memelas.

"Gimana caranya gue nyetir?" Tanyanya dengan muka memelas.

"Halah tadi aja lo bisa kabur dari kejaran polisi gitu. Tanggung jawab nganterin gue ya lo. Siapa suruh nyeret gue ke sini." Sharga yang hendak melayangkan protesnya, menelan kembali kalimatnya ketika Manjusha melanjutkan kalimatnya yang membuat dia tak habis pikir.


"Yaudah gue aja yang ngeboncengin elu."

- - -

"Udah belom? Lelet amat jadi cowok!" Ujar Manjusha yang saat ini telah berada di atas motor Ninja Sharga. Sesuai kata-katanya tadi. Ia yang akan menjadi sopirnya. Sedangkan Sharga yang terlihat kesulitan menaiki motornya sendiri karena lukanya yang masih terasa sakit, tidak terima dengan ucapan Manjusha barusan.

"Kaki gua sakit anjing kalau ditekuk. Ini juga motor kenapa nyusahin yang punya aja dah, pake acara tinggi banget lagi," Dengan keadaan seperti ini, ia hanya dapat menyalahkan motor miliknya yang tidak bersahabat. Kalau begini caranya, dia minta ganti jadi motor scoopy atau motor lainnya yang enggak nyusahin-jika suatu saat ia menghadapi situasi seperti ini lagi. Tapi, ya masa nanti Sharga mau balapan pakai motor scoopy? memangnya ada, ya?

"Buru heh!" Teriakan Manjusha membuat pikiran Sharga kembali terpusat oleh ia yang kesusahan menaiki motornya sendiri.

"Iya-iya ini udah naik!" Saat sedang menyamankan posisi duduknya, Sharga mengumpat keras karena tiba-tiba Manjusha melajukan motornya. Tidak kencang memang, tetapi dapat membuat Sharga yang belum siap jadi terkejut bukan main. Sharga yakin banget kalau ia tadi tidak refleks berpegangan pada pundak Manjusha, mungkin nasibnya akan mengenaskan di tanah.

MANJUSHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang