5

4.5K 682 20
                                    

Semua orang berbahagia di hari pernikahan Genta dan Bulan, tidak terkecuali Sasa. Keluarga Genta dan Bulan yang mengetahui status Sasa tidak dengan yang lain.

Keberadaan Sasa diketahui sebagai saudara jauh Sarini yang tinggal di rumah itu. Sasa yang ramah disukai banyak orang. 

Pesta kecil yang diadakan hanya mengundang tetangga, tidak dengan sanak saudara dari pihak Genta. Karena keberadaan Sasa akan membuat membuat suasana yang tidak diinginkan terjadi.

Tiga hari usai pesta pernikahan Genta dan Bulan, keadaan rumah Sarini kembali seperti semula. Ibu Genta kini di temani dua orang menantu.

Jika ada yang bertanya, bahagiakan Genta? Jawabannya adalah sangat. Kini lelaki itu telah menyunting pujaan hatinya setelah melewati ketegangan. Kini, Bulan telah menjadi miliknya.

Amanat dari Sanjaya masih dilakukan Genta. Lelaki itu tetap akan menjaga Sasa. 

Saat ini, Genta sedang berada di kamar menunggu Bulan selesai di depan cermin rias. Adalah hal baru yang dilakukan Genta, menunggu dengan sabar sang istri menyelesaikan aktivitas selesai mandi. Pemandangan yang sangat disukai Genta.

"Papa." 

Genta mengambil ponsel yang disodorkan Sasa.   Menjauh dari dua Sasa dan Bulan, Genta berbicara dengan Sanjaya.

Sedang laki-laki itu berbicara, Sasa mengikuti dan membuka lipatan kertas yang berisi tulisannya.

Bilang sama papa sudah periksa kandungan, kemarin. Sasa sehat. Sasa tambah gemuk. Sasa betah di sini. Sasa bahagia

Dengan wajah datar, Genta mengatakan itu semua tentu dengan nada normal dalam bahasanya.

Dari jauh, Sarini memperhatikan kelakuan Sasa. Kemudian ia melihat Bulan, tampak sekali ketidaksukaan Bulan terhadap Sasa.

"Kamu sudah periksa?"

Sasa mengangguk. "Kemarin."

Wanita itu tidak berbohong.

"Kenapa tidak memberitahu saya?"

Sasa melebarkan senyumnya. "Ada kok, sama Ibu. Penting Sasa masih aman kan," kata Sasa tanpa mau tahu jika Genta sedang marah. 

"Hp Sasa." Sasa mengulurkan tangannya.

Setelah menerima ponselnya, Sasa berlalu dari sana. Ia sudah janjian dengan bu Rahmi. Jam sebelas mereka akan memetik Mentimun di kebun pembantu Sarini.

"Mau ke mana?" tanya Sarini papa Genta.

"Keluar," jawab Genta. Laki-laki itu bertanya kebenaran ucapan yang dikatakan Sasa. "Sasa kemarin ke rumah sakit?"

Sarini menahan agar matanya tidak melihat wajah Bulan. Sekalipun ia tahu, jika tanya yang dilontarkan Genta hanya karena tanggung jawabnya pada Sanjaya.

"Dia cuma izin keluar."

Genta tidak bertanya lagi, ia langsung keluar tanpa mengajak Bulan. Pikirannya tertuju pada Sasa, bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada putri semata wayang Sanjaya?

Di rumah Rahmi, Sasa menunggu wanita itu selesai menjemur pakaian. Rahmi tinggal dengan dua orang putrinya yang masih duduk di bangku SMP dan SD. 

"Bawa kamera?" Rahmi suka melihat semangat Sasa.

"Bawa dong." 

Senyum Sasa membuat suasana hari itu semakin cerah. Mereka harus berjalan kaki sekitar dua kilometer untuk tiba di kebun Rahmi.

"Ini yang namanya gubuk?"

Rahmi mengangguk. Menuntun Sasa naik kemudian ia juga ikut naik dan duduk di samping wanita hamil itu.

"Aturan bawa nasi tadi. Enak makan di sini." Sasa mulai menikmati indahnya gundukan tanah menyerupai gunung yang ditumbuhi ilalang.

"Besok-besok kita bawa." karena sering Rahmi makan di kebun ditemani anak-anaknya.

Menggunakan kameranya, Sasa membidik indahnya alam milik Tuhan. Awan biru dengan hamparan tanaman milik petani menguatkan semangat Sasa.

"Benar banget ayat yang mengatakan, maka Nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan?" lanjut serius membidik setiap objek yang menarik perhatiannya. 

"Sasa mau petik Timun." kamera masih menggantung di lehernya.

Turun bersama Rahmi, Sasa menjelajah kebun yang semuanya ditanami Timun oleh Rahmi. Waktu yang sama dengan suasana baru dinikmati Sasa. 

Lelahnya dibayar dengan rasa puas dan bahagia. Pulang membawa kresek sedang berisi Timun.

"Assalamu'alaikum."

Sasa pulang bersama Rahmi. 

"Wa'alaikumsalam." Sarini melihat ke arah Sasa. Wanita itu memang pamit kepadanya untuk bermain ke kebun Rahmi, dan Sarini tahu jika Sasa benar-benar bermain.

"Sasa bawa Timun," kata Sasa.

"Biar Ibu yang bawa." Sarini mengambil kresek dari tangan Sasa. "Banyak sekali, mau diapakan ini?"

"Tidak apa, Bu." Rahmi yang menjawab. "Sasa yang mau, pengen ngelutis meuren."

Sarini melihat penampilan Sasa. Kunciran rambutnya sudah awutan.

"Sudah sore. Mandi dulu."

"Baik, Bu." Sasa mengajak Rahmi masuk. Karena tugas Rahmi pagi dan sore di rumah Sarini.

Di ruang tengah, Sasa melihat keberadaan Genta dan Bulan. Sasa melewatinya setelah memberikan senyum ramahnya.

Celana selutut, kaos yang dimasukkan ke dalam berikut topi dan kamera yang menggantung di leher wanita itu menciptakan tanya dari benak Genta, dari mana wanita itu?

"Sasa bantuin?"

"Tidak usah. Ibu saja. Sasa mandi dulu sudah sore."

Sasa tersenyum dan pamit pada Rahmi. Ia akan membersihkan diri. 

Di depan cermin, Sasa melihat pantulan diri. "Pa, Sasa bahagia di sini. Ibu mas Genta dan bu Rahmi baik pada Sasa. Ma, mama tahu kan jika Sasa sedang bahagia?" tangan Sasa mengusap lembut perut buncitnya.

"Dia bukan kesalahan, Sasa yang salah. Tapi Sasa sayang dia. Ma, doakan Sasa dari sana. Sasa mau dewasa seperti mama. Sebentar lagi Sasa juga akan jadi seperti mama."

Tidak ada setetes air mata pun yang jatuh. Sasa menikmati proses sesuai pemikirannya. Sasa yang masih belia, tidak tahu bagaimana jalan hidupnya yang berliku. Sasa yang masih sangat polos hanya tahu, jika yang telah terjadi padanya adalah takdir dari Tuhan.

Lelap putri semata wayang tidak menyadari ada seseorang yang sedang mengoleskan krim anti nyeri pada luka berbentuk goresan di telapak kaki hingga betisnya. Tidak parah jika wanita biasa yang mengalaminya. Tapi, ini seorang putri Sanjaya. Wanita yang tidak pernah tahu kerasnya kehidupan luar. Wanita yang diperalat oleh lelaki bejat.






Aib Hamil Di luar nikah (Tamat Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang