7

4.4K 737 67
                                    

Kediaman Sarini sedang ada kabar bahagia. Dari Bulan kabar Bahagia itu datang. Bulan sedang hamil empat minggu. Harusnya wanita itu memberitahu satu minggu yang lalu, dikarenakan menunggu hari jadian mereka maka hari inilah Bulan membuat surprise untuk Genta dan ibu mertuanya.

Di sana juga ada Sasa. Bukan sengaja keberadaan Sasa. Di depan pintu kamar, senyumnya terukir mendengar kabar bahagia dari Bulan. Sasa ikut bahagia.

Sasa ingin mengucapkan selamat, tapi merasa sungkan. Bulan tidak pernah menyapanya, perlahan wanita itu kembali masuk ke kamarnya. Meski ibu Genta tidak begitu ramah padanya, setidaknya Sarini pernah berbicara sekedar bertanya pada Sasa. Sedang Bulan memang tidak pernah sama sekali, mungkin Bulan menganggap Sasa di rumah itu.

Tidak masalah buat Sasa, ia tidak memusingkan perihal sikap Bulan padanya. Sasa juga tidak pernah menganggu Bulan. Sasa banyak menghabiskan waktu di luar. Kalau tidak keluar, wanita itu banyak mengurung diri di kamar. Genta akan datang sesekali untuk mengetahui keadaannya.

Sementara menunggu pesta bahagia di depan selesai, Sasa menghubungi bu Rahmi. Ia akan mengajak bu Rahmi menemaninya ke klinik. Harusnya lusa, tapi karena sering merasa kram di bagian bawah perut Sasa mau periksa hari ini. Ia takut kenapa-napa.

Membuka sedikit pintu, Sasa mengintip dari celah. Sudah sepi. Sasa keluar dan bergegas pergi. Ia harus berjalan lima ratus meter ke rumah bu Rahmi. Beruntung hari ini bu Rahmi tidak pergi ke kebun.

"Sering naik angkot?"

Sasa mengangguk. "Kalau keluar Sasa sering naik kendaraan ini." Sasa punya kenangan sendiri dengan angkot. Pernah bela-belain kempesin ban mobilnya supaya bisa ikut naik angkot bareng dengan Bastian.

Rahmi belum tua untuk dijadikan tempat curhat, begitu pikir Sasa. Dengan mudah ia meluncurkan ceritanya bersama Bastian. Sedikitpun Sasa tidak menyebut nama Genta. Seperti anggapan wanita itu, jika Sasa adalah kaki tangan bapaknya, bukan suami. Dan saat ini Sasa menganggap Genta penyelamatnya.

"Kasihan kamu." Rahmi menggenggam tangan Sasa. Rahmi tahu, Sasa gadis polos. Sejak pertama kali melihatnya, ia sudah tahu. Sasa juga baik, sungguh Rahmi kasihan melihat gadis sebaik Sasa harus melalui semua ini.

"Ibu diam-diam saja, ya. Anggap saja Ibu tidak tahu apa-apa. Enggak enak Sasa kalau yang di rumah tahu."

"Aman Sa. Kalau ada apa-apa bilang sama Ibu, ya."

Sasa tersenyum bahagia. Betapa banyak orang baik di dunia ini. Setelah dipertemukan dengan Genta, Sasa juga bertemu orang baik lainnya seperti Sarini, Bulan dan sekarang bu Rahmi.

"Ibu mau berteman dengan Sasa?"

Rahmi menyeka air matanya. "Siapa yang tidak mau berteman dengan gadis baik sepertimu?"

"Sasa tidak gadis lagi, Bu."

Bagi Rahmi Sasa tetaplah gadis cantik dan baik. Malangnya nasib Sasa tidak sebaik budinya. Banyak mendengar generasi masa sekarang hancur, tapi mirisnya kenapa harus menimpa Sasa. Rahmi merasa kesal. Nalurinya sebagai ibu menjerit ketika mengetahui fakta baru tentang Sasa.

Tiba di klinik, Sasa dan Rahmi masuk ke ruangan dokter setelah dipanggil. Rahmi melihat hasil USG Sasa di monitor. Dadanya terasa ngilu ketika mendengar Sasa mengatakan perutnya sering kram hingga susah bangun. Seperti yang diketahuiya jika dirinya lah orang pertama yang diberitahukan Sasa.

"Berarti bu Sarini tidak tahu?"

Sasa menggeleng. "Tidak parah Bu. Sasa masih bisa bertahan."

"Kamu dengarkan tadi, tidak boleh makan mie banyak-banyak."

"Sasa usahakan." karena jam tiga malam Sasa sering lapar dan merebus mie instan sebagai penawar rasa laparnya. Sudah satu bulan lebih ia mengkonsumsi makanan tersebut.

"Sasa tidak mau merepotkan orang." setelah mengatakan kalimat itu, tubuh Sasa ambruk tepat di depan apotik. Karena mereka ingin menebus obat yang diresepkan oleh dokter.

Rahmi histeris melihat Sasa tidak sadarkan diri. Orang-orang mulai berkerumun untuk menolong Sasa. Dokter yang baru selesai memeriksa Sasa kembali menangani dan meminta perawat untuk membawa masuk ke UGD.

Usai mendapatkan tindakan, Sasa dipindahkan ke ruangan masih di bawah pengawasan dokter. Keadaan Sasa masih sangat lemah.

Saat pemeriksaan pertama, Sasa pergi sendiri. Kali ini, wanita itu tahu keadaanya sedang tidak fit makanya mengajak bu Rahmi.

Yang pertama kali dilihat Rahmi ketika Sasa bangun adalah senyumnya. Di saat selang infus terpasang di urat nadinya, Sasa masih bisa tersenyum.

"Kamu membuat Ibu khawatir, Sa."

"Maaf." suara Sasa masih lemah, tapi ia bisa tersenyum.

"Sudah malam ya, Bu."

Rahmi terisak. "Iya. Kamu tidurnya lama." Rahmi tidak ingin membuat Sasa kepikiran. Rahmi teringat, tadi perawat meminta data Sasa. "Ibu membuka tas dan dompetmu tadi. Perawat meminta KTP dan surat lainnya. Ibu enggak ngerti."

Senyum Sasa masih terukir. "Repot banget ngurusin Sasa ya Bu."

Ibu dua anak itu menggeleng.

"Anak-anak Ibu gimana?"

"Ada bibiknya yang temenin mereka."

Sasa merasa tidak enak. Berusaha bangun, Sasa ingin baik-baik saja. Ia akan menjadi seorang ibu, bagaimana mungkin bisa se-lemah ini? Ini ujian sementara. Sasa yakin Tuhan ingin membuatnya layak menjadi seorang ibu.

"Mau minum?"

"Sasa bisa, Bu."

"Ibu marah kalau kamu tidak menganggap Ibu."

Sasa tergelak. Hari ini ia terlihat seperti Sasa putri semata wayang Sanjaya. Sakit, ditemani orang-orang yang menyayanginya. Saat butuh ada pembantu yang selalu siap 24 jam untuknya.

Sasa bersyukur dipertemukan dengan orang-orang baik.

"Di mana Genta?"


Aib Hamil Di luar nikah (Tamat Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang