11

5.1K 676 97
                                    

Tidak bermaksud menyembunyikan kabar ini dari Sanjaya, Genta menunggu konfirmasi dari dokter tentang keadaan Sasa. Harap Genta tidak terjadi apa-apa baik pada Sasa maupun kandungan wanita itu.

Di satu rumah sakit, kedua istrinya dirawat. Bulan sudah ditangani dan dipindahkan ke ruang rawat, sedang Sasa masih belum sadarkan diri.

"Temui Bulan. Dia menanyakanmu."

"Aku harus menunggu Sasa, Bu. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi padanya."

"Siapa sebenarnya yang mengandung anakmu?"

Genta menunduk, keadaan Sasa masih jadi pikirannya. Dia takut terjadi apa-apa pada putri semata wayang Sanjaya. Genta pernah menahan saat laki-laki itu ingin membawa pulang Sasa, dan hari ini ia harus melihat lagi Sasa masuk ke rumah sakit.

Dilema, itu yang dirasakan Genta. Apakah ia harus menghubungi Sanjaya atau tidak. Jika dua jam ke depan Sasa belum juga sadar, mungkin Genta akan menghubungi papa Sasa.

"Kamu dengar, Genta?"

"Aku akan di sini Bu. Keselamatan Sasa satu hal penting bagiku." lagi pula ia sudah tahu Bulan sudah ditangani dan baik-baik saja.

"Bulan istri kamu. Dia sedang mengandung anakmu."

Genta menatap ibunya. "Ibu tidak lupakan, jika aku juga sudah menjaga tangan papa Sasa dan mengambil alih tanggung jawabnya?" Genta tidak marah. Fokusnya masih pada Sasa. "Dia juga istriku Bu. Istri pertamaku." Genta sesak saat mengatakan fakta itu, karena yang sebenarnya ia tidak memperlakukan Sasa layaknya seorang istri.

"Kamu akan menceraikannya, Genta."

Ketika mendengar kata cerai, hati Genta terusik. "Aku tidak akan melakukannya." bukan itu tujuannya menikahi Sasa.

Sarini tidak mau berdebat. Dia cuma minta, Genta menemui Bulan. Sejak tadi wanita itu menanyakannya.

"Ibu tidak mau kamu menyesal."

Genta tidak ingin berpikir. Hanya menunggu kabar Sasa. Setelah itu ia akan menghubungi Sanjaya dan mengabarkan Keadaaan Sasa.

"Jika orang tuanya datang, katakan aku sedang menunggu Sasa." Genta menyudahi ucapannya. Rasa bersalahnya bukan hanya pada Sanjaya, melainkan juga pada Sasa. Genta menyadari, jika selama tinggal bersama orang tuanya, Sasa tidak pernah berulah. Sasa juga tidak merepotkan mereka. Pernah Genta ingin bertanya pada bu Rahmi, tapi laki-laki itu sungkan seolah ingin mengorek tentang Sasa dan hal itu dianggap tidak pantas.

Sarini sudah meninggalkan putranya, tapi kembali lagi saat mendengar suara dokter yang mengabarkan keadaan Sasa.

"Alhamdulillah." seruan syukur Genta bisa dirasakan Sarini. Wanita itu senang Sasa sudah sadarkan diri, tapi tidak suka jika Genta terus berada di situ sedang Bulan membutuhkannya.

"Apakah saya bisa masuk?"

"Silahkan."

Setelah mengucap terimakasih, Genta berlari ke ruang Sasa. Ia ingin melihat wanita itu setelah enam jam berada di ruangan itu.

Sarini mengikutinya dari belakang, ia juga ingin memastikan jika Sasa memang baik-baik saja.

"Sasa mau pulang, Mas."

Samar, Sarini mendengar suara itu. Sasa masih lemah.

"Sasa mau Papa."

Sasa tidak menyadari keberadaan Sarini. "Sasa sakit. Sasa mau papa." Sasa menangis.

Genta menggenggam tangan wanita muda yang tengah hamil besar. "Mas akan mengantarmu."

Sasa terisak. "Sasa enggak mau balik ke sini lagi. Sasa mau sama papa saja."

Genta merasa ia sama brengseknya dengan Bastian. Wanita itu terluka karena perbuatannya.

"Sasa mau papa."

Genta memeluk Sasa yang masih terbaring lemah. Ia ingat saat Sasa meminta Sanjaya untuk memeluknya. Genta ingin melakukan hal yang sama pada Sasa. Air mata Genta menitik, karena sejak tadi ia khawatir pada Sasa.

Sasa masih muda tapi sudah dihadapkan pada beban hidup yang cukup berat. Hamil di luar nikah dan mengalami tekanan di rumah Sarini. Harap Genta, semoga saja Sasa tidak trauma meskipun sendikit kemungkinan harapannya terjadi. Genta tahu bagaimana Sanjaya memperlakukan putrinya. Kemarahan Sanjaya adalah ketika Sasa mengaku sedang hamil. Selain itu, ia tidak pernah melihat kemurkaan Sanjaya.

Ketika menyadari tidak ada lagi pergerakan, Genta melepaskan pelukannya. Perlahan, ia menarik selimut Sasa hingga ke dadanya. Ada setitik kepuasan di hati mendapatkan Sasa tidur dalam pelukannya. Mata Genta menatap wajah Sasa yang masih pucat. Wajah damai Sasa menenangkan hati. Memegang tangan Sasa, Genta merebahkan kepalanya di sisi lengan wanita itu. Perasaan Genta tidak sekacau tadi. Ini kali pertama Genta nyaman tidur di samping Sasa. Malam itu, Genta tidur sambil memegang tangan Sasa. Genta tidak melupakan Bulan, ia hanya mengikuti kata hatinya untuk menetap bersama Sasa.

Di luar Sarini melihat sikap putranya. Ia tidak bisa menghakimi jika Genta mulai jatuh hati pada Sasa, tapi ia mau Genta bersikap sebagai laki-laki. Selain Sasa ada Bulan yang jelas harus mendapatkan perhatian Genta karena Bulan yang mengandung anaknya.

"Mas Genta mana, Bu?"

Apa yang harus dijawab Sarini? Mengatakan jika Genta sedang menemani Sasa?

"Ibu tidak tahu. Tidurlah sudah larut. Ibu akan menemanimu."

Sarini meneguk ludahnya, baru saja ia berbohong. Untuk siapa dan karena siapa?

Sarini tahu, Bulan sedang menangis dalam diam. Ia juga yakin jika Bulan tidak lemah, wanita itu akan bangun dan mencari Genta sampai ketemu.

Pertama kali membuka mata, Sasa melihat Genta. Laki-laki itu tidur sambil menggenggam tangannya. Sedikit saja Sasa bergerak bisa dipastikan Genta terbangun. Memilih diam sambil melihat Genta, yang dianggap Sasa suami Bulan, Sasa memperhatikan wajah Genta. Kasihan, begitu batin Sasa. Apakah leher dan punggung Genta tidak akan sakit?

Jika Genta berada di sini, lantas siapa yang menjaga Bulan?

"Kamu sudah bangun?"

Sasa tersenyum. Genta tidak tahu untuk apa ia merasa bahagia melihat senyum Sasa saat membuka matanya. Yang jelas ia suka senyum yang sering dilihatnya itu.

"Mas Genta kenapa tidur di sini? Enggak pegel?"

Genta menggeleng. "Kamu merasakan sakit?" tanya Genta saat menyadari genggaman tangan mereka.

"Eum." Sasa mengangguk. "Kepala, pinggang dan perut Sasa masih sakit. Mba Bulan pasti marah sama Sasa." Sasa terlihat merenung. "Ibu juga."

"Tidak. Jangan pikir macam-macam." tanpa melepaskan genggaman itu, Genta mencium kening Sasa dengan dalam. "Terimakasih sudah baik-baik saja." masih ada kalimat yang ingin diucapkan Genta.

"Makasih juga sudah pegangin tangan Sasa. Mas takut ya Sasa jatuh?" tidak ada beban saat Sasa mengatakan itu.

"Telepon papa ya. Sasa mau pulang."

Genta meneguk ludahnya. "Kamu mau pulang?"

Senyum Sasa masih sama. "Iya. Sasa mau sama papa. Mas Genta telepon sekarang ya?"

"Kamu tidak mau tinggal di sini lagi?"

"Iya. Sasa tidak marah. Sasa cuma mau pulang."

Genta melepaskan genggaman tangan wanita itu. "Baik." karena itu adalah permintaan, dan Genta akan melakukannya. Ia akan menghubungi Sanjaya.

"Bilang Sasa baik-baik saja. Sasa cuma mau pulang. Sasa kangen papa." seperti mengeja, Sasa meminta tolong.

Genta berdiri membelakangi Sasa. Sebelum Genta menjauh, Sasa mengatakan sebuah hal yang menghancurkan harapan Genta.

"Makasih Mas sudah pernah jadi suami Sasa."

Artinya hanya sampai di sini kan?

Genta akan melepaskan jika memang itu keinginan Sasa.

.....

Aib Hamil Di luar nikah (Tamat Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang