ʙᴀɢɪᴀɴ ᴠ : ᴍᴀᴀꜰ

135 22 0
                                    

•••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





"Wildan"

Aku kembali menghiraukan panggilannya. Aku masih kesal padanya.

"Wil"

Aku menghela nafas kemudian ku lirik dia sebentar dan kembali menyibukkan diri dengan novelku.

"Kau marah padaku?"

Aku hanya menggeleng dan tetap fokus pada novelku. Namun Hildan merebut novelku dan menjauhkan dari jangkauanku, aku langsung menatapnya tajam. Apa-apaan itu?

"Kita harus bicara, Wil. Aku tidak ingin kau salah faham"

Salah faham? Cih, tidak ada yang harus dibicarakan. Semua sudah jelas. Membuatku tambah kesal saja. Aku pun mengeluarkan semua kegelisahanku padanya.

Aku tidak peduli lagi dengan semuanya, aku hanya ingin dia mengerti diriku.

"Dengar, Wil. Aku tidak mungkin menjauhimu. Kau tidak lupa dengan janjiku kan? Meskipun sekarang aku memberi kasih sayangku pada Jidan tapi aku akan tetap menyayangimu juga. Kalian saudaraku, adik kembarku, mana mungkin aku tidak menyayangi kalian"

Tapi nyatanya kau sekarang lebih menyayangi dia. Ingin sekali aku mengatakan itu padanya. Namun bibirku rasanya kelu, hatiku terlalu sesak mengingat Hildan yang mulai melupakanku.

"Maaf jika sudah membuatmu merasa dilupakan. Aku tidak bermaksud seperti. Memang salahku, aku terlalu senang bisa kembali bercanda dan tertawa bersama Jidan sehingga tanpa sadar aku terkesan menjauhimu"

Apa aku terlalu egois? Tapi aku takut sendirian, dan aku rasa semua yang aku lakukan selama ini sudah benar. Jika Hildan benar-benar kembali pada Jidan, aku pasti akan sendirian. Dan aku tidak menginginkan hal itu terjadi.

"Maafkan aku, Wil"

Aku menghelas nafas kemudian mengangguk dan Hildan segera memelukku.

"Ah bagaimana kalau hari ini kau yang menjemput Jidan? Setelah itu kita bisa jalan-jalan sebentar atau sekedar cuci mata"

"Kenapa aku?"

"Selama ini kan hanya motorku yang pernah dinaiki Jidan. Ku rasa motormu juga iri dengan motorku dan ingin membawa Jidan juga"

Apa-apaan ucapannya itu? Mana mungkin benda mati bisa iri. Tapi aku mengapresiasi usahanya yang ingin membuatku tertawa.

"Tapi.."

"Tapi apa?"

"Apa kau akan tetap menyayangiku meski sekarang ada Jidan?"

"Mengapa kau bertanya seperti? Bukankah sudah aku katakan tadi aku menyayangi kalian"

"Maaf. Aku hanya takut"

Hildan kembali memelukku dan mengelus kepalaku.

"Ketakutanmu tidak beralasan, Wil. Apapun yang terjadi kau tetap adikku dan aku akan selalu menyayangimu begitupun pada Jidan"

❨✓❩ ɪ ᴡɪꜱʜ || ᴡᴏɴᴡᴏᴏ ꜱɪᴅᴇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang