Tak ada suara yang terdengar di dalam mobil, hanya suara hujan yang mendominasi ketika saling berjatuhan satu sama lainnya. Hujan yang membawa Revian dan Celine kembali pada momen kebersamaan mereka berdua, mereka masih terdiam satu sama lain sejak mobil itu meninggalkan kantor. Revian yang masih fokus menatap jalan di depannya, dan Celine yang hanya menatap ke luar kaca.
Kali ini Revian sedang tidak membawa Nissan Skyline R34nya yang waktu itu. Di kantor Revian lebih sering membawa Nissan X-Trail T31 keluaran 2010. Entah kenapa, Revian jarang sekali membawa Nissan Skylinenya ke kantor, padahal seperti Kevin saja dia menggunakan BMW M3 320i, sedangkan Fathan seringkali dengan Honda Jazznya. Dua mobil yang sangat identik dengan style anak muda.
"Lin," ucap Revian memanggil dan membuat Celine menatapnya.
"Maafin saya soal yang waktu itu," lanjut Revian kembali dengan pandangannya yang masih fokus menatap jalan di depan.
"Maksudnya, Pak? Waktu itu yang mana?" Celine sedikit kebingungan, mungkin saja karena efek lembur selama satu minggu saat audit kemarin.
Revian tak langsung menjawab, ia sejenak mengambil botol minumnya untuk melepas dahaga. Kebetulan mobil sedang berhenti di salah satu lampu merah.
"Soal yang pagi-pagi sebelum masuk kantor. Yang waktu itu kamu kayaknya marah banget sama saya terus ngomong agak penuh penekanan di lobby kantor."
Ingatan Celine seketika merespon. Bagaimana dia bisa lupa dengan kejadian itu? Hari itu Celine sempat merasa bersalah karena telah mengatakan hal yang sedikit menekan kepada Revian. Tapi sayangnya saat mereka bertemu Revian tidak sama sekali membahasnya, padahal Celine sudah sangat khawatir perihal hal tersebut.
"Gapapa, Pak. Mungkin sayanya yang gak bisa bisa kontrol emosi waktu itu. Maafin, saya juga, yaa, Pak."
Revian langsung menoleh ketika Celine menjawabnya, karena lampu masih berwarna merah. "Really? Apa sebegitu berlebihannya saya sampe kamu gak bisa kontrol emosi? I'm so sorry for that, Lin."
"Eh, emmm... bukan begitu maksudnya, Pak. Udah, lah, yaa, bahas yang lain aja. Saya bingung juga mau ngejelasinnya." Celine sedikit gagap ketika menjawab.
"Oke, tapi kalo ada perlakuan saya yang emang kurang enak, kamu langsung ngomong aja, yaa, Lin," balas Revian kemudian dan kembali fokus menatap jalan di depan karena lampu sudah berwarna hijau.
Sebenernya bukan perlakuan Revian yang membuat Celine sampai mengatakan hal tersebut. Alasannya ialah ia sangat benci ketika dihadapkan pada keadaan bahwa di mana ada orang yang mengetahui sisi lain dirinya, sisi kerapuhannya sebagai seorang perempuan. Sudah dua kali Revian berada di posisi tersebut. Dan Celine merasa sedikit tidak nyaman.
***
Setelah melalui perjalanan menembus hujan, akhirnya mereka sampai di kontrakkan Celine. Rumah yang terlihat sederhana dengan halaman kecilnya. Tentunya rumah ini yang disiapkan untuk menyembunyikan fakta bahwa Celine merupakan anak dari Tirta Adhitama.
"Makasih, yaa, Pak, udah mau nganterin. Padahal rumah Bapak lumayan jauh dari sini," ucap Celine sambil melepas sabuk pengamannya.
"Iya, Lin, sama-sama. Lagian mana bisa juga saya ninggalin cewek yang belum pulang sendirian malem-malem," balas Revian dengan senyuman.
Celine ikut tersenyum. "Saya, masuk dulu, yaa, Pak."
***
Matahari telah bersiap di ufuk timur. Burung-burung berbahasa saling bersautan menghiasi pagi. Weekend di hari Sabtu memanglah hal yang dinantikan, Celine hari ini kembali ke rumah setelah tidur di kontrakkannya semalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eksekutif Muda
Romans[Masukin Reading List biar gak ketinggalan updatenya] Beberapa dari kita mungkin suatu saat atau bahkan saat ini sudah sampai di fase dewasa. Waktu di mana setiap langkah kita selalu berdasarkan prinsip yang kita bentuk dari pengalaman-pengalaman se...