13

512 93 1
                                    

Cia berdiri di belakang sebuah pohon di sampingnya ada Sian yang menatap khawatir dengan pemandangan di depannya.

Bagaimana tidak, di depan mereka terlihat orang berjubah hitam dengan tanda tandung banteng di punggung mereka.

Ya mereka adalah Pemburu Jiwa, mereka bersyukur tidak menunggu terlalu lama untuk mengetahui jalan menuju markas Pemburu Jiwa namun rasa takut mulai menyelingkupi Sian.

Di depan beberapa Pemburu Jiwa menarik paksa para Jiwa malang yang masih memiliki raga. Mereka juga membawa beberapa arwah yang sudah mati dan siluman yang ada disana.

Setelah lama menunggu mereka akhirnya mulai berjalan dengan sang kapten yang berada diatas kuda. Mereka berjalan menjauhi kerumunan.

Cia dan Sian berjalan tak jauh di belakang mereka. Cia menatap waspada ke arah sekitar, ia memastikan kalau para pemburu jiwa tidak mengetahui kalau mereka mengikuti mereka.

Mereka berjalan jauh menuju hutan, Cia semakin waspada hutan ini memang lebat jadi mereka harus lebih waspada terlebih lagi beberapa nyanyian siluman burung yang sedang memikat mangsanya.

Mereka melalui jalur barat, masuk kedalam hutan ilusi bagian barat yang ditinggali banyak sekali siluman burung, dan Makhluk roh yang kapan saja bisa memakan mereka.

Cia beberapa kali melirik kearah Sian yang nampak ketakutan. Dia kembali menatap kedepan dengan waspada. Ia sedikit bingung kenapa siluman di sekitar mereka hanya menatap tak berani mendekati mereka?. Atau ini karena pengaruh dari aura para Pemburu Jiwa?.

"Kaki gue pegel" gerutu Sian.

"Masih lama gak si?" tanya Sian pada Cia.

Cia menaikan dua bahunya dan tetap berjalan mengikuti mereka. Sampai mereka melihat gerbang tinggi. Cia menarik tangan Sian agar bersembunyi di balik pohon besar tak jauh dari gerbang.

"Itu gerbang markas mereka?" tanya Sian entah kepada siapa.

Di depan sebuah gerbang tinggi berwarna hitam terlihat terbuka. Diatas gerbang tersebut terlihat kepala banteng yang menjadi simbol mereka.

Cia menaikan sebelah alisnya setelah melihat beberapa orang berpakaian putih. Apa mereka para malaikat?, dan kenapa markas mereka terlihat sangat bercahaya?. Ini jauh dari kata seram, justru terlihat sangat indah.

Bisa mereka lihat ada kastil di dalam sana, bahkan rumput yang tumbuh di dalam gerbang jauh lebih hijau dan subur dibandingkan rumput yang mereka injak.

Cia keluar dari pohon dan berjalan maju namun sebuah tangan menariknya dan menghentikan langkahnya.

"Kenapa?" tanya Cia pada Sian yang terlihat khawatir.

"Lo mau masuk? Lo gila?!"

Sia mengangguk dia melepaskan tangan Sian dan menatap pria itu dengan ekspresi andalannya.

"Kalo mereka ngirim kita ke neraka gimana?" tanya Sian.

Cia kembali menatap kearah gerbang dan tersenyum miring.
"Mari kita coba"

Sian melotot tak percaya, ia menatap Cia yang berjalan dengan santai kearah gerbang Markas Pemburu Jiwa.

Sian menghela nafasnya, sudah sampai sini. Dia kembali pun tidak akan mungkin selamat dari para siluman burung yang menatapnya lapar.

"Heh tungguin!"

Cia menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Sian yang berjalan kearahnya dengan wajah sebalnya.

"Berani juga" gumam Cia.

.....

Sam tak menggubris godaan di sampingnya, dia tidak memiliki ketakutan namun dia menatap kearah Caca yang berjongkok dengan kedua tangan di telinganya.

Sam melihat bayangan dimana gadis itu menangis, di tampar, dihina, dicaci maki dan dia tidak sanggup lagi melihatnya.

Caca meraung sembari menggeleng, dia berulang kali memohon untuk berhenti.

"Berhenti hiks... Berhenti!" teriak Caca.

Sam mendekat, dia memukul kaca peghalang sekuat tenaga. Di belakangnya terlihat bayangan seorang wanita mendekat dan menepuk bahunya.

Sam terdiam, dia berbalik dan menatap wanita tadi dengan wajah terkejut.

"Sam" panggilnya dengan senyuman manis.

Sam menggeleng, dia hanya ilusi, dia hanya ilusi.

"CACA" panggil Sam.

Caca bergrak maju dan menatap Sam dengan wajah penuh air mata.

"Sam hiks suruh mereka berhenti hiks"

Sam menggeram marah melihat wajah Caca yang menangis. Sam berdiri dia mengeluarkan pedangnya dan bersiap menusuk dinding penghalang di depannya.

"MUSNAH LAH!" teriak Sam sembari mengayunkan pedangnya.

*Splassh*

*krekk*

*prangg*

Dinding peghalang itu runtuh, bayangan di belakang Caca menghilang. Sam langsung mendekati Caca dan memeluknya.

"Stt... itu cuma ilusi" kata Sam.

Caca masih menangis, dia benar-benar takut. Ini kelemahannya, jiwanya memang rapuh ditambah lagi kenangan menyakitkan dimana Celin di perlakukan buruk.

Sam yang masih mendengar suara tangisan Caca menghela nafasnya, dia bukan seseorang yang ahli dalam hal ini.

"Caca hiks... Takuttt" kata Caca sembari mengeratkan pelukannya.

Sam mengangguk dia menatap sekitar dengan waspada, Sam melepas pelukannya dia berjongkok di depan Caca.

"Naik" perintah Sam.

Caca mendongak dengan perlahan Caca naik ke punggung Sam. Sam segera berdiri dan kembali melanjutkan perjalanan mereka.

Sedari tadi ia tau ada beberapa Makhluk arwah yang menatap kearah mereka, jika tidak segera pergi dari sana mungkin mereka akan menyerang Sam dan Caca.

Caca masih menangis di pundak Sam, bukan hal yang mudah bagi Caca untuk berhenti menangis. Memang dia merupakan sisi Sedih Celin bukan.

Di dunia nyata...

Tea terkejut saat Celin tiba-tiba mengeluarkan air mata. Ia segera mendekat dan mengusap air mata sahabatnya.

"Lo kenapa si Ce,,, bangun dong hiks jangan kaya gini" kata Tea sembari menahan lelehan air matanya.

Dean mendekat, dia terkejut melihat Celin yang menangis. Dia mengusap air mata Celin dengan lembut. Kemudian menatap adiknya sendu, sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan adiknya?.

Deon menatap Celin dengan wajah datarnya, dia sedikit terhenyuh melihat air mata Celin namun dia memilih untuk diam.

Hari sudah malam, Tea terlihat tertidur di kasur yang ada di atas lantai. Dean masih berada di samping Celin. Gadis itu masih mengeluarkan air matanya. Dia menyuruh Tea untuk tidur karena ia tau gadis itu kelelahan. Sedangkan Deon dia memilih keluar dari kamar Celin.

"Dek bangun ya, abang kangen" bisik Dean, dia ikut berbaring di samping Celin. Dean mengangkat kepala Celin dan menaruhnya di dada bidangnya.

"Abang belum minta maaf sama kamu" kata Dean lirih.

"Kamu mau kan maafin abang?"

"Celin, Caca, Cia.... Maafin abang hm, bangun abang kangen sama kalian" kata Dean lagi.

LILAC {HIATUS}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang