24

490 98 3
                                    

Malam harinya Caca berjalan menyusuri jalan stapak menuju rumahnya. Dia membawa tas berisi baju dan laptop yang ia beli.

Caca tengah berfikir keras, bagaimana kalau benar?. Ayahnya apa dia tidak menyayangi dirinya lagi?.

Ketiga kakaknya apa mereka juga sama?, dia menghilang selama satu hari namun tidak ada yang mencarinya.

Bukankah ayahnya itu orang kaya? Dia bisa mencarinya atau melaporkannya ke kantor polisi.

Apa sebegitu tidak pentingnya dirinya di dalam keluarga itu?.

Caca berhenti di depan gerbang rumahnya. Dia menatap ayah, ketiga kakak dan dua orang asing tengah berdiri di depan.

"Ayah beliin Vio mobil?" tanya gadis di depan dengan wajah ceria.

"Iya kamu besok mulai sekolah ayah beliin mobil biar kamu ga susah ke sekolahnya" kata Mike.

Caca terdiam di tempat, dulu bahkan saat Celin meminta uang untuk menaiki bus dia harus mendapatkan tamparan terlebih dulu.

Cia menggeram marah melihat adegan di depan. Caca menatap Alan yang berdiri di sebelah gadis itu.

Jadi posisinya sekarang sudah tergantikan?. Dean dan Deon juga ada disana menatap gadis itu yang tengah kegirangan.

"Kenapa dada Caca jadi sakit?" gumam Caca pelan.

*tes*

*tes*

"Hujan ayo masuk nanti kamu sakit" kata Mike lalu menarik gadis tadi masuk kedalam mansion.

Air hujan mulai mengguyur tubuh Caca, dia hanya diam dan masih mengamati mereka yang berjalan masuk kedalam rumah.

"Jadi Caca ga bisa dapetin kasih sayang dari kalian? Jadi keinginan Caca dari dulu ga bisa terkabul?" tanya Caca sembari menahan tangisnya.

Melihat wajah bahagia ayahnya karena melihat gadis itu tersenyum senang membuat Caca sadar kalau kehadirannya memang tidak di perlukan.

Alan yang berjalan masuk merasakan sesuatu yang mengganjal, dia berbalik dan melihat gadis mungil di luar gerbang tengah menatapnya.

"CACA" panggil Alan.

Semua orang terdiam dan berbalik, Dean dan Deon sangat terkejut melihat Caca yang berdiri di depan.

Alan menatap wajah Caca yang terlihat kecewa.

"Lari Ca! Lari gue gamau liat mereka lagi lari!" teriak Cia.

Caca menunduk dan dia berbalik dengan cepat lalu berlari menjauh dari sana.

"CACA" Alan berlari mengejar Caca dia menerobos hujan bersama Dean.

Deon hanya diam menatap kedua kakaknya pergi kesana.

Caca berlari sekuat tenaga namun dia tersandung batu di bawah.

"Hiks sakit" Caca menatap tangannya yang lecet.

Dia kembali bangun dan kembali berlari.

"Hiks kalian jahat sama Caca" tangis Caca sembari berlari.

Caca menangis kencang apa ini alasan Celin lebih memilih berada disana dibandingkan pulang?.

"Caca ga kuat lagi hiks" Caca terjatuh dan menangis memukul aspal di depan.

"Kenapa hiks kenapa abang Gaga abang Gaga kemana si hiks Caca butuh abang Ga-"

Caca melihat sebuah sepatu hitam dan mendongak, dia menatap wajah Galang dari bawah.

"Abang Gaga huaaa" Caca memeluk Galang erat dan menangis di sana.

"Abang Gaga kemana aja si hiks..."

"Abang ga kemana-mana" jawab Galang.

Dia kemudian menarik Caca menuju kedalam mobil. Dia mendudukan Caca dan memakaikan jaketnya pada gadis itu.

Caca menatap Galang dengan bibir bergetar menahan dingin. Galang mengusap sebelah pipi Caca dan mobil yang mereka tumpangi mulai berjalan.

"Ayah emang ga sayang sama Caca, dia bahkan ga nyari Caca yang kabur dari rumah. Abang Gaga dia bahkan mau nikah lagi dia beliin anak barunya mobil huaa.. Abang Caca ga nyariin Caca sama sekali hiks.. Mereka ga sayang sama Caca" tangis Caca.

Galang menarik Caca menuju pelukannya, dia mengusap pelan kepala Caca.

"Maafin abang jemput Cacanya telat, Caca mau maafin abang Gaga kan?" tanya Galang.

Caca mengangguk di dalam pelukan Galang. Galang menghela nafasnya pelan, manusia-manusia bodoh itu sampai kapan akan tersadar!.

"Caca pulang kerumah abang Gaga ya?"

Caca mengangguk dan mengeratkan pelukannya.

"Caca mau sama abang Gaga aja, cuma abang Gaga yang sayang sama Caca" kata Caca.

Mobil berhenti di lampu merah, Galang mengeratkan pelukannya saat melihat Alan di luar.

Kalian bodoh, sungguh sangat bodoh. Galang menatap Alan tajam dan mobil kembali berjalan.

"Caca jadi tau alesan Celin gamau pulang" lirih Celin.

"Kalo tau bakalan kaya gini Caca juga gamau pulang aja lah"

Galang menggeleng dan melepaskan pelukannya dia mendudukan Caca dan menegakkan tubuh gadis itu.

Galang menatap wajah pucat Caca yang penuh air mata. Mata dan hidung gadis itu memerah.

"Caca udah ga punya apa-apa lagi" lirih Caca.

Galang menggeleng tidak menyetujui perkataan gadis itu.

"Caca masih punya abang Gaga loh" kata Galang.

Caca menahan tangisnya kembali, dia selama ini bermimpi akan mendapatkan kasih sayang dari keluarganya namun kenyatannya...

"Jangan nangis lagi, sekarang Caca bakal ikut abang Gaga oke... Caca bakalan tinggal di rumahnya abang Gaga" kata Galang sembari tersenyum.

"Caca suka sama kucing kan? Abang Gaga punya kucing di rumah, nanti Caca bisa main sama dia" lanjut Galang.

"Beneran?" tanya Caca.

Galang mengangguk dan mengusap pelan kepala Caca. Bagaimanapun Celin sudah dititipkan padanya saat lahir.

"Sebentar lagi kita sampe Caca ga ngantuk?" tanya Galang.

"Ngantuk tapi dingin"

Galang mengangkat Caca ke atas pangkuannya lalu memeluk gadis itu.

"Tidur aja nanti abang bangunin pas udah sampe di rumah"

Caca mengangguk dan mulai memejamkan matanya. Galang menghela nafas pelan mendengar deru nafas teratur dari Caca.

"Apa manusia tidak pernah belajar dari kesalahan mereka?" tanya seorang pria di depan yang tengah mengemudikan mobil.

"Tua bangka itu memang tidak pernah menganggap Celin sebagai anaknya" jawab Galang.

"Jadi bagaimana? Kau juga akan sibuk nantinya"

Galang tersenyum dan mengusap kepala Caca pelan.

"Dia juga akan bertemu lagi dengannya, dan lebih cepat akan lebih baik, bukankah begitu Derry?" tanya Galang.

"Tentu"

LILAC {HIATUS}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang