08

689 116 1
                                    

Sian terlihat sedang duduk diatas dahan pohon yang terjatuh diatas tanah. Didepannya terlihat Cia sedang membuat api unggun untuk menghangatkan diri. Cuaca saat malam hari di hutan arwah sangat dingin.

Beberapa kali Cia berdecak pelan, dia memikirkan Caca yang mungkin sekarang sedang menangis ketakutan. Apakah gadis cengeng itu dibawa oleh pemburu jiwa saat dia masuk kedalam bar?.

"Lo kenapa sih dari tadi cak-cek mulu" kata Sian.

Cia menjatuhkan batu ditangannya dan beralih menatap pria di sampingnya dengan tatapan tajam. Pria ini, apa maunya sebenarnya.

"Lo kesini buat ngapain? Lo kayaknya jiwa yang masih hidup" kata Sian mengalihkan pembicaraan karena takut dengan Cia yang menatapnya tajam.

Cia mendudukan dirinya diatas tanah, dia menatap api yang ia buat dengan tatapan dingin.

"Lo sendiri ngapain?"

Sian menghela nafasnya, bukannya menjawab gadis ini malah bertanya balik padanya. Sian kemudian mengalihkan pandangannya keatas langit. Ia melihat taburan bintang dan bulan diatas langit dengan lekat.

"Gue? Mungkin.... Tersesat?" Kata Sian.

Cia melirik Sian sebentar kemudian kembali menatap api didepannya. Dia sudah tidak terkejut dengan jawaban Sian melihat tingkahnya yang bodoh melebihi Caca.

"Ck, lo ko ga ada respon gitu? Kasian atau gimana sama gue" kata Sian yang sedikit marah dengan sikap Cia yang cenderung dingin dan cuek padanya.

"Terus gue harus gimana emang?" tanya Cia dengan wajah datarnya.

"Hah...lo ini mirip sama seseorang"

Cia menaikan sebelah alisnya dia menatap Sian lekat. Pria ini bukan jiwa utuh yang artinya dia hanya separuh jiwa yang hilang. Berarti dia sama sepertinya, hanya saja kekuatan mereka imbang sedangkan dia, dan Celin berbeda. Pembagian jiwanya 60% milik Celin, 20% milik Caca dan 20% milik Cia.

"Terus kalo lo kenapa?" tanya Sian.

"Lagi nyari seseorang" jawab Cia.
Gadis itu mundur kebelakang dan bersandar ke pohon besar yang ada dibelakangnya. Cia mulai menutup matanya mencoba untuk tidur dan mengisi kembali energinya.

Sian hanya menatap Cia dalam diam, dia sendiri masih bingung kenapa ada jiwa yang bisa begitu tenang di keadaan panik seperti di dalam bar tadi?.

Sian merebahkan dirinya diatas tanah dengan bertumpu pada lengan tangannya sendiri. Dia kembali menatap langit malam. Dia bodoh kenapa ia berjalan sejauh ini. Mengingat itu semua membuat Sian menjadi sedikit sedih. Dia belum mengetahui nasib tubuhnya di dunia nyata. Dia juga merindukan ibunya, pasti sekarang dia sedang menangis meratapi nasib anaknya yang terbaring lemah diatas kasur rumah sakit.

......

Sam menatap Caca yang sedang tertidur, dia menghela nafasnya pelan. Jujur saja hari ini adalah hari terberatnya. Entah kenapa dia bisa mau menolong gadis ini dari pemburu jiwa. Jika dia tidak repot-repot menolongnya mungkin dia tidak akan serepot ini mendengarkan semua ocehan dari gadis ini.

"Lo ada dimana" gumam Sam. Dia menatap kearah luar. Sudah sangat lama dia berada disini untuk mencari separuh jiwanya yang hilang.

.....

Di rumah Celin.

"Udah dua hari dia pingsan" kata Tea sembari menunduk lemas melihat sahabatnya menutup matanya selama dua hari.

Galang berdiri di dekat jendela dia menatap ke arah langit senja dengan tatapan kosong. Dia sedang berfikir keras bagaimana caranya menjaga tubuh Celin yang kosong dengan baik.

"Tea lo Jagain Celin gue mau keluar. Inget jangan tinggalin dia sendirian" Kata Galang.

Tea mengangguk, lagi pula dia sudah tau kondisinya. Dia akan menemani Celin sampai dia kembali sadar.

Galang segera mengambil jaketnya dan berjalan keluar. Di luar terlihat si kembar dan teman-temannya sedang duduk di ruang tamu.

"Bang mau kemana?" tanya Dean.

Tidak seperti biasanya, Galang terligat terburu-buru. Kemarin dia selalu ada disamping tubuh Celin dan enggan untuk meninggalkannya namun kali ini dia ingin pergi kemana?.

"Ada urusan. Jagain Celin baik-baik" kata Galang.

Dean mengangguk, setelah Galang tak terlihat lagi dia berdiri dan berjalan menuju kamar Celin. Deon dan yang lainnya mengikuti Dean walaupun mereka sendiri tidak terlalu ingin berurusan dengan gadis itu.

Tubuh Celin benar-benar lemah, dia bahkan harus dibantu dengan selang oksigen dan infus yang tertancap di tangan kanannya. Tea setiap hari berdoa agar Celin segera bangun. Dia tidak akan mempermasalahkan entah itu Celin, Caca atau Cia yang akan muncul. Dia justru khawatir melihat keadaan sahabatnya yang lemah saat ini.

"Galang mau kemana tadi?" tanya Dean yang sudah tiba di samping Tea.

Tea menggeleng, dia sendiri tidak tau apa yang direncanakan oleh pria aneh itu. Galang, dia lelaki yang penuh dengan misteri. Dirinya sendiri merasa merinding saat berdekatan dengan lelaki itu, bukannya jantung yang berdebar dia justru merasakan bulu kuduk yang meremang setiap kali disamping Galang.

"Gue gatau, tapi yang jelas kita harus jagain Celin" kata Tea.

"Ck, buat apa jagain dia lagian gabakalan kemana-mana kan. Bangun juga engga" kata Deon.

Tea melirik tajam kearah Deon, andai saja dia tau seberapa bahayanya jika Celin ditinggal sendirian saat ini.

"Lo mending keluar! gue gamau ribut sama lo" kata Tea. Jujur saja dia sangat membenci pria yang satu ini.

Deon hanya menatap Tea sinis, Dean menghela nafas. Adiknya itu memang tidak bisa mengontrol mulut biadabnya. Namun dia kembali menatap Celin, dia sendiri bingung kenapa Celin belum sadar sampai sekarang.

Kemarin dokter memeriksa tubuh Celin, dia bilang Celin hanya kelelahan namun gelagat mencurigakan dokter dan Galang membuatnya sedikit tidak percaya dengan pernyataan itu.

Ternyata Celin menyimpan banyak sekali rahasia. Dia sendiri baru mengetahui jika gadis ini memiliki alterego. Seharusnya dia tidak membenci Celin begitu lama.

Sebenarnya alasan keluarga ini membenci Celin hanya masalah sepele. Dia terlihat seperti wanita murahan di mata mereka. Dengan dandanan menor dan baju kurang bahan yang dipakai gadis itu membuat semuanya menjadi geram.

Dean marah, dia marah karena adiknya yang lugu berubah menjadi wanita tidak tau malu seperti itu. Dia hanya ingin adiknya kembali menjadi adik manis dan lugu namun sepertinya itu tidak bisa.

Dia baru saja ingin meminta maaf dan memulai semua dari awal lagi saat mengetahui kebenarannya. Namun belum sempat ia meminta maaf Celin terlebih dulu pingsan.

Dia awalnya marah saat Cia memukulnya dan membuatnya kesakitan namun setelah mendengar penjelasan dari Caca dia justru merasa bersalah.

Celin dia sudah melalui masa-masa yang berat seorang diri. Sampai saat ini dia belum melihat Celin bahagia. Walaupun kehadiran Caca membuatnya sedikit tenang namun dia tau Caca sama malangnya seperti Celin. Bahkan dia lebih malang, Caca dia haus akan kasih sayang membuat gadis itu harus selalu tersenyum manis di atas kesedihan yang ia alami.


LILAC {HIATUS}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang