17

497 99 1
                                    

Matahari hampir tenggelam dan mereka kini sampai di kota utara. Caca beberapa kali menguap dan ia kembali memebuka matanya lebar-lebar setelah mereka memasuki kota.

Kota ini sangat ramai dan sangat gemerlap. Banyak arwah wanita berpakaian mini yang bergelanyut manja pada arwah pria yang memakai pakaian jas.

Cia menaikan sebelah alisnya, ini kota pelacur atau kota apa?. Banyak sekali hal berbau dewasa disini, dia melirik kearah Caca yang menutup mata setiap kali melihat wanita di sekitar tengah menggoda pria.

Sam mendatarkan ekspresinya melihat beberapa pria menatap kearahnya. Dia membenarkan pakaian Caca yang sedikit tersingkap dan kembali mengikuti Derry di depan.

Mereka sampai di sebuah hotel, Cia turun dengan cara meloncat yang hampir saja membuat Sian jantungan. Sedangkan Caca dia turun di bantu Sam dengan perlahan.

"Kita istirahat disini dulu, sembari menggali informasi" kata Derren.

Cia mengangguk dan berjalan menuju Caca, ia menarik Caca kedalam meninggalkan Sam sendirian. Mereka masuk dan langsung di sambut bau menyengat dan pemandangan tak senonoh.

"Ini hotel Ci?" tanya Caca.

Cia menatap sekitar kemudian menaikkan bahunya pertanda ia juga tidak tau. Derry memandu mereka ke pintu belakang. Setelah mereka masuk barulah terlihat lobi hotel dan beberapa pelayan makhluk arwah yang berjalan kesana kemari.

"Kita pesan satu ruangan besar dengan tiga kamar utama" Kata Derry pada salah satu makhluk arwah.

Makluk yang memiliki banyak ular di sekitar tubuhnya kemudian mengangguk dan langsung memandu mereka setelah memberikan kode ada temannya.

Mereka sampai di depan ruangan berpintu besar. Makhluk tadi membuka pintu dan terpampanglah ruangan mewah di dalamnya. Derry mengangguk dan sedikit membungkuk kemudian pelayan tadi langsung berjalan keluar dengan kaki berlendirnya.

"Ambil kamar kalian, Rey ikut keluar kita ada satu pekerjaan" kata Derry.

Rey mengangguk dan mereka segera keluar. Res dan Lay segera berjalan masuk dan duduk di sofa yang panjang.

"Arghh enaknya... Akhirnya punggung gue bisa lurus lagi hahh" kata Res.

Cia mengajak Caca untuk masuk ke salah satu kamar. Mereka berencana untuk mandi dan berganti pakaian dengan pakaian apapun yang ada disini.

"Cia, ngerasain sesatu?" tanya Caca.

Cia yang tadinya ingin masuk ke kamar mandi kemudian mengangguk. Dia berbalik dan berjalan mendekato Caca.

"Aura Celin" gumam mereka berdua.

"Lo jangan kemana-mana sebelum mandi, jangan keluar dari pintu ngerti"

Caca mengangguk paham. Setelah itu Cia masuk untuk mandi terlebih dahulu. Caca berjalan pelan menuju jendela. Ia menatap kebawah yang ramai dengan arwah.

Lama menatap sekitar pandangannya jatuh pada gadis bergaun merah yang duduk bersama beberapa lelaki dan wanita lainnya. Caca menajamkan penglihatannya. Sampai gadis tadi mengangkat wajahnya sembari tertawa.

Caca melotot tak percaya, dia berjalan cepat menuju pintu namun.

"Akhh"

Caca memegangi lehernya dan mengerang kesakitan. Cia yang sudah berganti pakaian segera keluar setelah mendengar teriakan Caca.

Ia melihat Caca terduduk diatas lantai dengan mata memerah dan kedua tangan yang memegangi lehernya.

"Caca!"

Cia berjongkok dan menatap Caca khawatir dia juga merasakan sakit di tenggorokannya namun tidak separah Caca.

"S-Akhh ss sakit Ci" kata Caca dengan terbata-bata.

Caca menatap Cia dengan wajah memerah menahan tangisnya. Ia tidak bisa bernafas sama sekali. Cia mengangguk dia segera keluar dan berteriak meminta bantuan.

"Ress tolongin Caca"

Ressy yang tengah menyeruput tehnya segera berdiri karena mendengar teriakan Cia ditambah wajah gadis itu yang terlihat sangat panik.

Sam dan Sian yang mendengar teriakan Caca juga ikut masuk ke dalam kamar. Terlihat Caca terduduk sembari menangis menepuk lehernya sendiri yang memerah.

Ressy segera menyenggol bahu Layy dengan cepat mengubungi Derry dan Rey. Res duduk mencoba menanyakan apa yang terjadi namun sepertinya gadis ini tidak bisa berbicara lagi.

Caca memangis dan lehernya memerah diikuti leher Cia yang ikut memerah. Sian menatap Cia dan Caca dengan bingung, kenapa Cia tidak kesakitan seperti Caca?.

"Lo ga kesakitan?" tanya Sian.

Cia menggeleng pelan walaupun dia juga meraskannya sedikit.
"Dia yang sebelumnya ambil alih tubuh Celin" kata Cia.

Sam berjongkok dan menatap Caca khawatir ia sendiri tidak tau apa yang sedang terjadi.

Tak lama Derry datang. Dia mendorong Ress agar minggir. Caca menatap Derry dengan air mata yang sudah memabasahi wajahnya.

"Iblis" gumam Derry.

Pria itu menyentuh kening Caca dan menggumamkan sesuatu. Caca menjerit dan limbung ke samping.

Sam segera menangkap tubuh Caca. Cia sedikit limbung merasakan sakit di kepalanya. Beruntung Sian menahan tubuhnya.

Derry berdiri menatap Cia, dia berjalan kearah Cia dan menatap leher gadis itu. Derry berdecak pelan kemudian memejamkan matanya.

"Galang bodoh" gumam Derry lirih.

"Caca gapapa kan?" tanya Cia pada Derry.

Derry menggangguk, beruntung dia dan pria bodoh itu tidak telat. Caca dibaringkan diatas kasur oleh Sam.

Sam mengusap pipi Caca yang basah dengan air mata. Sebenarnya apa yang terjadi.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Sian.

"Tubuhnya diserang iblis" kata Derry.

Semua orang melotot tak percaya sama halnya dengan Cia, gadis itu menahan amarahnya banyak sekali hal bodoh yang terjadi membuatnya sangat marah.

...........

"Lo gila! Udah gue bilang janga tinggalin Celin sendirian!" Bentak Galang pada Deon.

Ia sangat marah, hampir saja... Hampir saja ia telat. Galang mengacak rambutnya frustasi sedangkan Deon terlihat syok.

Deon hanya meninggalkan Celin sebentar namun setelah ia kembali gadis ini justru mencekik dirinya sendiri dengan bayangan hitam di atas langit-langit kamar.

"Lo tau apa akibatnya kalo kita sampe telat!"

"Celin bakalan mati! Puas lo, kakak ga berguna!! Ah sial!"

Galang mendekati tubuh Celin, dia menatap bekas tangan yang memerah di leher putih Celin. Galang juga bodoh telah menyuruh Deon untuk menjaga Celin.

Galang menatap kearah jendela. Ia melihat sosok hitam berdiri di dahan pohon. Galang menggeram marah, makhluk sialan itu.

"Bang tapi Celin gapapa kan?" tanya Dean yang terlihat khawatir.

Galang mengangguk dia kini bangkit dan mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Ia menggantungkan sebuah benda di jendela Celin.

"Udah tau kenapa gue bilang jangan tunggalin dia sendirian? Ini salah satu alasannya" mata Galang.

Dean mengangguk dia menatap kembarannya kemudian menyuruhnya agar duduk. Dia juga sedikit marah pada Deon namun mengingat ia belum percaya dengan perkatan Galang maka wajar saja jika Deon meninggalkan Celin sendirian.

Galang duduk di sofa sembari memejamkan matanya mencoba untuk mengendalikan emosinya sendiri. Dean berbaring di samping Celin, dia mengenggam tangan Celin dan mengusap air mata yang masih keluar dari mata Celin yang tertutup.

Deon menunduk dia meraih sebelah tangan Celin dan menggenggamnya erat. "Maaf" gumam Deon.

LILAC {HIATUS}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang