Bagian 30: Daydream

1.6K 346 25
                                    

Gadis itu memandang datar. Tak lama kemudian satu garis bibirnya samar terangkat. Hexion mengernyit bingung. Rambut biru yang terurai itu sesekali dimainkan semilir angin. Hexion menelan ludah, entah mengapa ia tegang mengamati sosok itu mendekat.

“Kau ... kenapa menatapku begitu?” Gadis itu berhenti tepat berhadapan, sembari terus menampilkan pesona dari lengkungan bibir miliknya. Degupan jantung Hexion kacau, hingga ia merasa akan meledak.

Mendapat tarikan di kerah baju, Hexion sekejap terperanjat. Gadis itu memaksanya membungkukkan tubuh. Wajah mereka pun akhirnya tinggal terpisah beberapa inci.

“Kau selalu menggangguku. Sekarang aku yang akan mengganggumu,” lirihnya seraya menyeringai.

Hexion tertawa meremehkan, “Nona Vivian, kau lucu sekali. Lepaskan cengkeramanmu, atau kau akan terluka.”

Alih-alih menurut, gadis itu menguatkan genggaman. Menghabiskan jarak tersisa di wajah mereka, lalu berbisik, “pipimu memerah, kau pasti menyukaiku.”

“Ap-apa?” Hexion tergagap tak seperti biasa. Mereka berbicara tepat di depan bibir masing-masing. Kemudian gadis itu memejamkan mata perlahan seraya memiringkan kepala. Hexion membulat tak berkedip, dengan helaan napas yang kian berat.

“Menjauh dari wajahku!” gertaknya refleks mendorong tubuh gadis itu, dan cengkeraman pun terlepas. Hexion merasa ikut jatuh terduduk, napasnya begitu tersenggal. Permukaan empuk menjadi tempat mendaratnya.

“Ranjang?” gumam Hexion pada diri sendiri. Serta-merta kepalanya menoleh ke segala arah, dan tampak ruangan yang tak asing. “Ini kamarku.”

Dengan demikian, Hexion menyadari apa yang baru saja ia alami hanya bunga tidur. Kenapa aku mendorongnya menjauh? Padahal kita hampir ... Argh! Apa yang kupikirkan?!

Hexion menghela napas panjang seraya mengusap wajah dengan kasar. Tubuhnya sangat gerah, lalu beranjak dari sana menuju meja kecil dan meraih gelas. Entah kenapa ia masih merasa menyesal.

***

“Yang Mulia Pangeran ...”

Hexion menoleh, pintu kereta telah di buka oleh pengawalnya.

“Kita sudah sampai. Anda baik-baik saja?” sadar tuannya banyak melamun pengawal itu bertanya cemas.

Hexion menggeleng sekilas, lalu keluar dari keretanya. Setelah membenarkan pakaian yang sedikit kusut, ia pun berjalan tegap menarik kembali wibawanya.

Di depan pintu rumah besar itu, beberapa orang telah menyambut penuh hormat.

“Salam Yang Mulia Pangeran, selamat datang di rumah saya,” lelaki paruh baya itu tertawa renyah setelah membungkukkan badan, sorot matanya begitu berbinar.

Hexion menimpalinya tersenyum simpul, “bagaimana kabarmu, Duke?”

“Saya baik-baik saja,” ujarnya lalu mengajak Hexion masuk untuk segera memberi jamuan.

Tiba di dalam rumah Charesa turut menyambut, dan hanya menampilkan senyum bersama pipi yang merona. Hexion tak begitu tertarik mengamati wajah gadis itu.

Meja panjang dipenuhi hidangan menggiurkan, hanya untuk agenda sarapan. Rupanya sang tuan rumah begitu sukacita menyambut kedatangannya, apalagi mereka tahu maksud kedatangan Hexion sekarang. Sebelum kunjungan ini, dia memang lebih dulu mengirimkan surat pemberitahuan pada sang kepala keluarga.

“Pangeran, saya sungguh merasa terhormat mengetahui pilihan Anda jatuh pada putri saya,” ucap Kalil seraya melirik Charesa yang tengah mengulum senyum. Meski hanya pernikahan politik, tapi putrinya tampak begitu menerima sepenuh hati.

Somewhere in Between [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang