Bagian 35: Anxiety

1.6K 322 21
                                    

“Benar. Gadis itu bukan berasal dari dimensi ini. Aku berhasil mendapatkan ingatan terakhir Vivian, dan kehidupan yang ditampilkan sangat berbeda. Dia sungguh mengalami kecelakaan, setelah dihantam benda besi yang bergerak cepat. Setelah itu ia muncul dengan aneh di Rutherford.” Cassius mengambil napas dalam, dan sejenak tercenung. Eizen refleks ikut terdiam menunggu.

“Sebenarnya memang ada jenis teleportasi seperti itu. Ya, energi yang digunakan pun cukup besar. Vivian tidak melakukan hal itu, melainkan ada sebuah energi yang menariknya untuk berteleportasi, hmm ...” Cassius kini berdeham pelan, seraya mengusap dagu. Sorot matanya begitu serius. Sedangkan Eizen masih enggan memotong ucapannya.

“Satu hal yang bagiku sangat ganjil, wujud gadis itu. Kenapa dia menjadi niobi setelah berteleportasi? Ditambah genetik yang dimilikinya pun unik,” imbuh Cassius, sekarang matanya kembali membalas tatapan Eizen, dengan maksud meminta tanggapan.

Eizen membasahi kedua bibirnya sebelum bersuara. Hal itu menjadi masuk akal, menyadari Vivian sendiri tak bisa mengontrol wujud aslinya. Ternyata bukan hanya Eizen yang merasa ganjil, pendapat Cassius barusan mempertegas dugaannya sementara.

“Mengenai wujud gadis itu. Kau tahu? Sayap dipunggung Vivian keluar bukan untuk pertama kali, atau kedua kali. Melainkan keempat kalinya, sejauh ini.”

“Empat kali?” sergah Cassius, mendadak penasaran.

“Iya! Yang pertama, saat aku membawa tubuhnya keluar dari dasar danau. Kedua, saat aku menangkap tubuhnya di udara. Ketiga, saat aku memindahkan ia dari kurungan bawah tanah ke paviliun. Terakhir, kau pun tahu kejadian di aula dansa kemarin.”

“Apa sayap gadis itu tidak bisa dipakai terbang? Lalu untuk apa fungsi sebenarnya?” gumam Cassius dengan dahi mengernyit.

“Tidak. Sayapnya benar-benar berfungsi baik,” timpal Eizen.

“Namun bukan untuk terbang.” Cassius terbungkam saat Eizen menyelanya cepat.

Menopang dagu dengan kedua tangan di meja, Cassius masih mengerutkan kening. Lalu Eizen mencondongkan tubuh, “hal ini baru saja aku sadari. Sayap Vivian akan keluar dari punggung, manakala ia melakukan kontak fisik lebih dekat denganku. Dalam hal ini, jika kita berpelukan. Setidaknya itu dari analisaku sementara.” Eizen mengusap wajahnya saat berpaling ke arah lain.

Melihat Cassius melebarkan mata, Eizen lekas melanjutkan, “jika sayap di kepalanya muncul karena kondisi tertekan dan rasa takut, maka sayap di punggungnya muncul karena ...”

“Karena???” Cassius tak sabar ketika Eizen malah menggantung kalimat begitu lama, dan lagi kenapa wajah itu berangsur kemerahan.

Setelah menelan ludah, dan menyadari tatapan Cassius semakin mendesak, mulut tipis Eizen pun kembali bergerak, “karena ... dia menyukaiku.”

***

“Apa?!”

Pria itu terperanjat mendapat hardikan keras. Namun ia tetap mempertahankan wajah seriusnya.

“Mana mungkin hanya informasi ini yang kau dapat. Bukankah data ini terlalu umum?” Melissa melempar kertas di tangan ke meja di depannya.

“Tetapi memang baru sebatas itu yang bisa saya temukan. Padahal orang suruhan saya pun telah membayar beberapa mulut pekerja di istana ini, Putri. Saya mohon maaf, tidak bisa memenuhi harapan Anda,” sahut Narda, lalu membungkukkan badannya sekejap.

“Mungkin saja Yang Mulia Eizen memang menyembunyikan identitas nona Vivian, Putri.” Melissa tengah menggigiti kuku ibu jari, ketika Hebi yang berdiri di sampingnya ikut menimpali.

“Sialan!” umpat Melissa, tidak peduli ucapan kotor bibir manisnya keluar, ia sungguh kesal sekarang.

“Mungkin kita bisa mengorek informasi lain dari para bangsawan.”

Melissa melirik Hebi sekilas, mencerna usulannya. Itu bukan ide buruk. “Apa jadwalku hari ini?”

“Ada undangan minum teh dari kalangan bangsawan, tidak lama lagi sekitar dua jam dari sekarang. Anda akan menghadirinya?”

Melissa menghela napas panjang, kemudian mengangguk kecil. Setengah jam lalu, baru saja ia selesai memenuhi undangan perjamuan bersama istri para petinggi istana. Kali ini dan di pertemuan berikutnya, Melissa akan mulai menggali informasi sekecil apa pun ditiap percakapan mereka. Mau tidak mau. Dia hanya perlu berhati-hati, terlebih golongan mereka sebagian besar adalah manusia. Sebelum pernikahan digelar, Melissa ingin bergegas secepat mungkin.

“Saya merasa terhormat, mengetahui Anda bisa memenuhi undangan saya,” ujar sang tuan rumah menyambut kedatangan Melissa. Setelah sapaan basa-basi itu, dia pun segera diajak ke tempat pertemuan. Sebuah taman di kompleks rumah itu, dengan kerangka besi berbentuk kubah kecil, ditumbuhi bunga merambat.

Satu meja besar di sana tampak ramai, karena kursi-kursi telah terisi. Menyisakan satu tempat untuk Melissa. Dia tidak datang terlambat, namun mereka  seolah antusias menunggu kedatangannya, hingga datang lebih awal. Mungkin saja begitu. Mereka penasaran untuk bisa bercakap langsung dengan Putri Kerajaan luar, yang notabene seorang niobi.

Melissa memberikan salam seraya tersenyum ramah, sebelum ia menempati kursinya. Tak lama kemudian, para pelayan segera menyajikan teh seiring acara itu berjalan.

***

Somewhere in Between [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang