enjoy & happy reading~
masih di enam tahun silam.
.
.
.
.
.
Genangan darah berlumuran di lantai kamar, hingga membuat Jungwon yang melihatnya terpaku tak tahu harus apa. Tangannya bergetar hebat dengan mata memandang tak percaya. Ia ingin coba teriak, tapi anehnya tenggorokannya tak bisa mengeluarkan vokalnya, kecil seperti bisikan pun tak kuasa apalagi nyaring berteriak.
Panik ia rasakan menjalari seluruh rasa tubuhnya. Mulut gagu tak bisa terbuka, bahkan kaki pun ikut gemetar hebat, ia hanya mampu berdiri di ambang pintu kamar dengan rasa shock-nya yang belum bisa ia atasi. Akan tetapi tanpa ia sadari tangannya terangkat mencoba menggapai bersamaan dengan salah satu tungkainya yang ia paksakan bergerak melangkah.
Sosok di depannya sudah terkulai lemah, bahkan Jungwon tak tahu apakah nyawanya masih ada atau tidak melihat darah yang tak henti-hentinya keluar dari bagian bawah. Mulutnya kini ia coba buka, sekuat tenaga meski lirih ia coba panggil sang pemilik nama.
"Ye-, Yeo-jin,"
"Yeo-,"
"Jin-ah, Ye-jin,"
Suaranya begitu gemetar, tanda takut dan kalut menjadi satu. Pandangannya memburam, melihat betapa kacaunya sosok gadis manis di depannya ini. Kemarin mereka masih bertukar pesan singkat, bahkan tadi siang perempuan itu masih menelponnya meminta sore hari dikunjungi.
Melihat wajah yang lambat laun berubah semakin memucat membuat Jungwon semakin kalut. Ada pun hembusan napas dari sosok perempuan di depannya ini begitu tipis terdengar, bahkan hampir seperti tak bernapas sama sekali. Maka apa yang ia lihat saat ini bagai mimpi dalam otaknya, meski perasaan sesaknya nyata untuk ia rasakan.
"YEOJIN! YEOJIN!! Bangun! Bangun, kumohon! Aku tahu kau satu-satunya perempuan kuat yang aku kenal. Ayo bangun, Yeojin-ah!" kini teriakannya mampu ia keluarkan. Sudah saking kalutnya, keras teriakannya saat ini mungkin sudah terdengar hingga menuju tetangga sebelah.
Jungwon coba periksa denyut jantung wanita itu dari nadi di lehernya. Sangat lemah, bahkan hampir tak terasa. Merasa tak yakin ia beralih ke pergelangan tangan perempuan itu. Namun ekor matanya menangkap ponsel Yeojin yang telah terjatuh tepat di dekat tangannya yang mengampai lunglai.
Dengan layar yang masih menyala, memperlihatkan sebuah telepon terakhir yang baru saja dimatikan oleh di seberang. Semakin pening kepala Jungwon membaca nama yang tertera di sana. Rasa marahnya kini ambil alih mengeruhkan isi kepalanya. Seakan tertusuk ribuan jarum, pusing mendera, mati rasa sudah seluruh badannya.
Yang ia ingat selanjutnya hanyalah lalu lalang beberapa orang dengan pakaian putih-putih membopong Yeojin yang entah bisa diselamatkan atau tidak. Tatapannya kosong melihat Yeojin di bawa pergi, dengan kesadaran yang melayang-layang lelaki manis itu keluar dari apartment Yeojin mengikuti mereka yang sedang memasukkan Yeojin ke dalam mobil ambulans. Tanpa sadar dirinya ikut masuk, meski diam saja tak bicara, tapi pandangannya tak bisa lepas dari si manis yang kini sudah diberi penanganan pertama oleh para suster.
.
.
.
Malam itu Jungwon tak menangis sama sekali. Meski tamparan keras mengenai pipinya, ia sama sekali tak menangis. Perasaannya kosong. Caci maki dari ibu Yeojin terdengar masuk ke dalam pasang telinganya, tapi terhenti diproses saraf-sarafnya seakan otaknya menolak untuk bekerja mencerna tiap kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔|End Of The Road (Jaywon)
FanficJay dan Jungwon dahulu benar-benar tak terpisahkan. Namun kini keadaan telah berbalik, sebegitu tak ingin lagi Jungwon mengenal sosok Jay. Bersama kisah lama yang terbuka kembali, apa yang sebetulnya terjadi di antara keduanya? *versi menggunakan ba...