OO| Prolog |

1K 68 11
                                    

Parasnya yang manis itu menengadah, menatap langit luas di atas sana yang menyapa wajah putih lembutnya. Bersamaan dengan langkah kakinya, matanya terpaku terus menuju biru di atas. Menghiraukan teman-teman satu divisi di sebelahnya yang saling berbagi bicara, membicarakan sesuatu yang menurutnya sama sekali tak menarik untuk di dengarkan.

Saat ini mereka sedang menuju kembali ke kantor setelah makan siang bersama di salah satu restoran bergaya eropa. Jam makan siang sudah hampir habis, tetapi mereka melenggang dengan santai, tak terburu-buru, dan terkesan menikmati tiap detik yang berlalu. Sambil bercanda ria, membahas apapun itu, tak menghiraukan Jungwon yang sedang asik dengan dunianya sendiri.

Lelaki manis itu dasarnya bukanlah seorang introvert yang lebih banyak diam, tak banyak bicara, dan tak suka bersosialisasi. Dia bukan manusia yang seperti itu. Namun, mungkin karena hari ini merupakan tanggal di mana ia pernah merasa sakit teramat dalam, ia jadi tak punya minat untuk membuka bilah bibirnya. Ia terus melangkahkan kakinya sambil terus larut dalam pikirannya sendiri.

"oi, Jungwon-ie, kau mau ke mana?"

Terkesiap ia mendengar namanya dipanggil. Menengok ke belakang, ia dapati seniornya menatap heran ke arahnya. Ah, gedung kantor mereka ada di belakang sana. Sepertinya Jungwon terlalu terbawa suasana dengan birunya langit yang menghantarkannya pada memori masa lalu, sampai-sampai terus berjalan melupakan tujuannya, bahwa ia bersama dengan yang lain kembali ke kantor untuk bekerja.

"ah, maaf. Aku melamun."

Dengan lari-lari kecil, ia menuju teman-teman satu divisinya yang sedang menahan tawa melihat tingkah laku Jungwon yang tak biasa. Pasalnya lelaki bermata kucing itu jarang sekali hilang fokus, melamun sendirian, atau bahkan kepergok santai-santai menghiraukan deadline yang menanti. Dia dikenal sebagai manusia yang giat bekerja, selalu mengutamakan pekerjaan bila sudah duduk di depan meja kerja, tak pernah telat, dan sudah sering menjadi kebanggan sang kepala divisi karena kinerja yang ia bawakan hampir selalu mencapai kata sempurna.

"Jungwon~ Jungwon~, tak biasanya kau melamun seperti tadi, lagi dapat klien yang menyusahkan, ya?" tiba-tiba saja, Sunoo, salah satu senior satu divisinya bertanya pada Jungwon tepat ketika mereka menempatkan pantat masing-masing pada kursi kerja.

Dengan satu helaan nafas, Jungwon menjawab pertanyaan dari sang senior. "tidak, pekerjaanku tidak ada yang menyusahkan. Semuanya baik-baik saja, hyung."

"hoo, lalu kenapa barusan melamun? Jarang sekali aku melihat seorang Yang Jungwon melamunkan sesuatu."

"aku juga manusia jika kau lupa, hyung. Tidak ada yang salah dari melamun."

Baru saja Sunoo hendak membuka mulutnya untuk bertanya lebih lanjut atas pernyataan lelaki di sebelahnya, namun Jungwon lebih cepat menyela. Ia sepertinya sudah tak ingin lagi ditanyakan perihal tragedi melamun-melamun beberapa menit lalu.

"sudahlah daripada sibuk menanyaiku, mengapa tidak kau kerjakan tumpukan kertas di mejamu itu? Kau bukan seorang reporter kan, hyung? Rasanya kertas-kertas itu sudah ada dari dua hari yang lalu tapi yang berkurang hanya seperempatnya, seperti biasa, kau selalu lelet dal-"

"yak, cukup, Yang Jungwon. Akan kukerjakan sekarang, secepat mungkin. Lihat saja, bahkan sebelum jam pulang kantor nanti, semua berkas-berkas ini sudah terhempas dari mejaku. "

Baru saja lelaki yang sedikit lebih tinggi darinya itu hendak memilah-milah kertas, bilah bibirnya sudah terbuka kembali. Jungwon hanya tersenyum kecil menunggu sang senior yang masih ingin berbicara. Yah, Sunoo memang selalu begitu, sepertinya lelaki itu memang memiliki kelebihan energi dalam urusan berbicara. Meski lelet dalam mengurus berkas-berkas, namun keahlian Kim Sunoo dalam berdialog tak usah lagi dipertanyakan. Tak heran atasan mereka sering mengirim Sunoo untuk mengatasi klien-klien yang menyusahkan.

✔|End Of The Road (Jaywon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang