chapter 07.

2.4K 376 35
                                    

Kebun Kopi Sir Jaan, Desember 1942

Malam ini seperti biasa terasa sepi, hanya terdengar nyanyian binatang malam bersahutan. Di luar udara sedang dingin namun di dalam rasanya hangat bagi sepasang mate yang akhirnya bersatu. Jaehyuk dan Asahi, mulai malam ini, mulai dari rumah sederhana ini perjalanan kisah romansa baru mereka resmi dimulai.

"Jae..."

Asahi masuk dengan kedua tangannya sibuk membawa baskom plastik berisi air sumur, sudah cukup dingin akibat cuaca malam di daerah sini memang bersuhu rendah. Jaehyuk yang sejak tadi hanya sanggup berbaring dengan mata terpejam berusaha untuk duduk. Ia pun tersenyum melihat siapa yang datang.

Asahi berjalan secepat kilat, meletakkan baskom pada meja kayu kecil di samping ranjang tidur mereka. Asahi dengan cekatan berpindah fokus membantu tubuh lemas alpanya untuk duduk bersandar pada sandaran ranjang.

"Kita baru saja tiba disini, harusnya setelah beberes kamu mandi dan tidur. Kalian berdua pasti lelah." Cerca Jaehyuk saat netranya tanpa sengaja bertemu dengan angka yang ditunjukkan jam tua di dinding. Meskipun buram namun dirinya tau bahwa hari telah larut.

Asahi hanya mampu melempar senyum lucu bak anak kecil yang tertangkap basah berbohong pada kedua orangtuanya. Tanpa memperdulikan nasihat matenya kesepuluh jari lentik itu mulai membasahi lap dengan air dalam baskom lalu diperas sedikit. Jaehyuk tak banyak bergerak saat rasa dingin menyentuh permukaan kulit, membiarkan sang pasangan hidupnya mengobati.

Dahi Jaehyuk mengkerut saat sesuatu terlintas dalam pikirannya. Tatapan yang semula menatap lemari dihadapannya beralih pada omega cantik yang masih sibuk dengan luka di wajahnya "Kamu mengambil air itu dari mana?"

"Maaf, aku menimbanya di sumur belakang." Jawabnya lirih.

Benar dugaan Jaehyuk, seingatnya Haruto bilang jika malam hari air keran sudah tak mengalir. Jika butuh harus menimba di sumur belakang rumah tapi lebih aman menadah air sejak siang.

Ia mengambil tangan putih Asahi, mengambil kain yang digenggamnya lalu diletakkan dalam baskom. Jaehyuk mendesah kecewa saat mendapati luka gores kemerahan pada telapak cantik itu.

"Baru beberapa jam aku membawamu pergi sudah mengantarkanmu dalam kesulitan." Jaehyuk mengusap punggung tangan Asahi dengan ibu jarinya lembut, lalu Ia mengecup tiap jemari milik omeganya sayang.

Asahi menatap Jaehyuk sendu. Sungguh, Asahi ikhlas jika memang harus hidup sederhana seperti ini asal dengan Jaehyuk dan bakal calon anaknya. Toh Asahi memang bukan berasal dari kalangan orang berada, Asahi hidup bahagia di hutan dengan kedua orangtuanya dan seluruh pack Hamada. Justru Asahi yang harusnya merasa bersalah, seluruh desa beserta bapak dan ibu Jaehyuk dibantai habis oleh tentara suruhan ayahnya. Bagaimana bisa Jaehyuk tidak sedih, bagaimana bisa Jaehyuk lebih memikirkan luka gores pada tangannya.

"Huaaaa...."

Tangisan Asahi pecah. Jaehyuk yang tak mendapatkan aba-aba terlebih dahulu jadi kaget dan bingung. Jaehyuk menarik Asahi dalam rengkuhannya, diusap perlahan punggung sempit yang bergetar hebat. Beberapa detik Jaehyuk terkekeh geli, mengingat Asahi sedang mengandung bisa jadi perasaan sensitif akan apapun yang keluar dari bibirnya.

"Yallah, maafkan ayah ya nak. Ayah tidak bermaksud memarahi ibumu. Ayah hanya khawatir pada kalian berdua." Ucap Jaehyuk seraya menenangkan.

Mereka tetap pada posisi berpelukan hingga Jaehyuk merasakan pundaknya mendadak berat. Helaan napas halus berhembus mengusik belakang telinganya. Dengan masih ada sedikit suara sesenggukan, Asahi perlahan jatuh dalam alam mimpinya.

-

Jaehyuk terbangun di pagi hari tanpa Asahi disampingnya. Suara rintik hujan terdengar, bau petrichor menguar bercampur bau tempe goreng menusuk indra penciuman yang tajam. Jaehyuk beranjak saat mulai menyadari matenya pasti sedang di dapur menyiapkan sarapan. Demi Tuhan, Asahi baru tidur pukul satu dan ini masih pukul enam lewat. Jaehyuk menyadari bahwa omeganya memang keras kepala bukan main. Jaehyuk melangkah menuju dapur, tangannya menyibak selambu pembatas ruang tamu kecil dan dapur. Matanya terbelalak saat melihat minyak panas meletup sana sini disertai asap tebal dan tempe gosong. Tak ada Asahi disana, hanya baunya yang Jaehyuk dapat tangkap.

1942 / jaesahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang