chapter 01.

4K 533 146
                                    

⚠️ Mature area⚠️

Samudra Pasifik,1942

Asahi POV

Sunyi, suram, pengap adalah kata yang tepat untuk mendeksripsikan ruangan satu ini. Ruangan belajar khusus yang disiapkan ayah untukku. Hari-hari otakku diperas, dijejali ilmu dunia luas oleh Kanemoto Sensei. Aku belajar setiap hari, ayah tak kenal apa itu istirahat. Baginya, aku harus tau segalanya tentang dunia ini agar bisa meneruskan perjalanannya saat dirinya tiada. Menguasai dunia.

Beruntung aku memiliki satu teman yaitu Mashiho, warewolf omega berperawakan mungil yang berhasil dibawa ayahku untuk dijadikan pelayan. Tiada kebebasan dalam tubuh kecilnya, hidupnya dihabiskan untuk mengurusku, menjagaku, bahkan harus siap menerima hukuman saat sesuatu yang buruk menimpaku. Meskipun begitu dia tetap bersyukur, daripada dijadikan senjata para prajurit Jepang. Mashiho ini omega yang cantik dan cerdas, dia yang selalu membantuku mengerjakan tugas dari Kanemoto Sensei dalam mata pelajaran warewolf, tentu saja dia menguasai itu dengan baik karena Mashiho berumur satu tahun lebih tua daripada aku, dia telah menjadi werewolf dewasa. Mashiho bahkan lebih baik diseluruh mata pelajaran terutama Bahasa Indonesia, dirinya sudah menguasai bahasa itu dengan baik. 

Keberuntungan kedua yaitu mengetahui bahwa guru pengajarku adalah Kanemoto Yoshinori atau biasanya dipanggil Kanemoto Sensei. Ada suatu alasan mengapa werewolf muda ini sangat baik. Ibuku pernah bercerita bahwa diatas kebaikan seorang pack Hamada masih ada pack Kanemoto. Seluruh pack Kanemoto sama sekali bukan diciptakan sebagai werewolf petarung. Banyak pack Kanemoto ahli dibidang kesehatan dan ilmu pengetahuan. Saat pemburuan seluruh ahli kesehatan pack Kanemoto ditarik untuk mengobati prajurit yang terluka, sisanya dijadikan pasukan. Ayah menemukan Kanemoto Sensei yang sedang melarikan diri dari kejaran prajurit yang akan membawanya untuk dijadikan pasukan, ayah berdalih akan menjadikan Kanemoto Sensei sebagai anak buah dibawah pandunya.

"Bagaimana pelajaran hari ini? Apa ada yang ingin Tuan tanyakan kepada saya?" Tanya Kanemoto Sensei.

"Mashi, bagaimana cara mengatakan arimasen dalam Bahasa Indonesia?" Bukannya menjawab, aku malah bertanya pada seseorang disampingku.

"Tidak ada." 

"Bagaimana cara mengatakan tsumaranai pula?"

"Membosankan."

"Aku pikir itu sudah mewakilkan jawaban dari pertanyaanmu, Sensei..."

"... Tidak ada, Bahasa Indonesia membosankan." Jawabku dengan Bahasa Indonesia yang aksennya menurutku aneh.

Kanemoto sensei tersenyum maklum. Tapi disini aku tidak bercanda, bahasa ini sangat sulit dan membosankan. Aku tidak mengerti kenapa ayah memaksa seluruh orang yang ada di kapal untuk mempelajari negara tujuan kapal ini nantinya. 

"Tak apa, masih ada beberapa minggu lagi sebelum sampai di daratan Jawa. Bagaimana kalau Tuan mengasah kemampuan berbahasa dengan Mashiho. Setidaknya Tuan menguasai kata dasar." Kanemoto sensei menarik sebuah kursi dan duduk di depanku dan Mashi. Pemuda 25 tahunan itu lantas memasang kacamatanya dan membuka buku, bersiap untuk membaca.

"Sensei?" Panggilku, namun hanya deheman tanda Kanemoto Sensei menyimak.

"Indonesia itu bagaimana?" Tanyaku penasaran. 

Kanemoto Sensei menegakkan tubuhnya, melepas atensi dari buku tebal yang Ia baca. Dirinya sebentar melirik langit-langit ruangan suram ini, mencoba berfikir. 

"Saya juga tidak tahu, Tuan." Ucapnya sembari tersenyum.

"...Ah!" 

Reaksi Kanemoto Sensei selanjutnya sedikit membuatku dan Mashiho terkejut. Pemuda tinggi itu beranjak dari kursinya sekejap untuk melihat koleksi bukunya yang tertata rapi dalam rak buku. Mata dan jemarinya seperti memilah buku yang tepat untuk diambil kemudian kembali lagi mendudukkan tubuhnya pada kursi. Rautnya begitu serius sembari membuka lembaran halaman dengan hati-hati.

1942 / jaesahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang