chapter 03.

2.6K 485 72
                                    

"Bapak mana, buk?" 

Jaehyuk tiba-tiba sudah berada dihadapan sang ibu yang sedang fokus menata peralatan makan untuk sarapan. Ibunya tentu kaget, ini sudah 2 hari setelah kejadian menyambut kedatangan pejabat Jepang dan Jaehyuk baru keluar dari kamarnya. 

Sang ibu lantas tersenyum saat nampak keadaan anak lanangnya yang baik-baik saja, segar, bugar, dan tampan seperti biasa. Jaehyuk pun sudah rapi, akan berangkat bekerja. 

"Bapak dipanggil kepala desa subuh tadi, katanya ada pekerjaan di gedung tua perbatasan kota dan desa." 

Jaehyuk hanya mengangguk sebagai balasan. Matanya daritadi bergerak liar melihat ayam goreng yang sudah lama dia tidak makan ditambah sayur asem dan sambel terasi yang baunya tajam sampai mengganggu hidung sensitifnya. Jaehyuk sebenarnya kuat tidak perlu makan bahkan 3-4 hari sekalipun. Tapi, masakan ibundanya ini memang begitu menggoda. 

"Kamu sudah ndak apa-apa toh, leh? Ibu khawatir banget pas Koh Adoy bawa kamu pulang sudah setengah sadar, mata kamu juga berubah jadi ungu." 

Jaehyuk tersenyum menerima piring berisi nasi panas. Jaehyuk mengambil 1 paha ayam dan kuah sayur asem ditambah sesendok sambal ditaruh pinggir nasi. "Djae juga ndak tau, buk. Yang Djae inget ya ada bau yang bikin mabuk selepas itu Djae ndak ingat." 

"Apa ada makhluk lain yang sama seperti kamu?" 

Ucapan si ibu menghentikan kegiatan Jaehyuk. Tiba-tiba ingatannya melayang pada hari itu, dimana matanya bertemu dengan paras cantik milik sosok pemuda Nippon. 

Jaehyuk menatap sang ibu penuh arti, "Mungkin..." 

"Sudah ayo dihabiskan dulu, kalau berjodoh nanti bisa bertemu. Ingat loh leh, kamu yang hati-hati mulai sekarang. Ibu takut dia menguasai kamu waktu tidak di rumah..."

"Nggih, buk."

Setelah selesai menyantap sarapannya, Jaehyuk pamit untuk bekerja. Entah mengapa pembicaraan soal makhluk serigala dengan ibunya tadi terus memenuhi pikirannya. Jaehyuk terus menangkis bayang wajah pemuda manis nippon, dia harus fokus atau jatuh dari sepeda adalah balasannya nanti. 

Jaehyuk telah sampai di pasar desa yang jaraknya hanya 15 menit dari rumahnya. Dirinya memarkirkan sepeda tua yang selama ini menemani keluarganya sejak dulu ditempat biasa, mengandalkan tembok gedung karena sepedanya memang tak ada jagang. Jaehyuk buru-buru masuk dalam toko yang sudah ramai pekerja sedang mengangkut karung-karung beras dan gula. Jaehyuk tidak lupa menyapa Ce Yedam yang sedang duduk lengakap dengan kalkulator kesayangannya. 

Alangkah terkejutnya saat melihat bapaknya sedang ngopi dengan beberapa bapak yang yang lain di depan ruangan Koh Adoy. 

"Loh, Bapak?"

Jaehyuk mendekati dulu bapaknya, Ia salim seperti biasa. Bapaknya ini jika dilihat sedang bahagia. Kopinya diminum sambil tertawa ala bapak-bapak. 

"Bapak ditunggu ibu sejak tadi, sarapannya sampai sudah diberesi malah ngopi disini." 

Bapaknya tertawa sembari menepuk punggung kokoh anaknya, "Bapak habis bekerja, bersihkan gedung sekolah bekas Belanda disana. Pejabat Nippon mau buka sekolah, orang biasa katanya juga boleh daftar. Alhamdulillah, bapakmu ini ditawari jadi penjaga sekolah."

"Djae, berarti boleh daftar juga yo, pak?" Ucap Jaehyuk dengan matanya berbinar.

"Yo ndak iso, leh. Biayanya iki larang (mahal). Upahnya bapak cuma bisa beli kebutuhan sehari-hari. Kamu kalau belajar, nanti uang bekerja dibelikan buku bekas saja."

Jaehyuk mendesah kecewa, mimpinya melanjutkan sekolah terkubur kembali. Jaehyuk ini anak yang cerdas, dulu dia ikut sekolah malam yang diadakan diam-diam oleh tetangganya yang menjadi guru di sekolah Belanda. Sekolahan malamnya harus berhenti karena ada salah satu tentara penjaga yang tahu, saat itu Jaehyuk sudah di akhir tingkat menengah pertama. Setelah kejadian pembubaran hari itu Jaehyuk hanya belajar dari membeli buku bekas dengan uang yang memang disisihkan oleh ibu dan bapaknya. Saat Belanda harus mundur, ibu dan bapaknya menganggur dan Jaehyuk menghentikan mimpinya dan mulai bekerja. 

1942 / jaesahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang