Happy reading❤️
Pagi harinya Allisya terpaksa membuka mata saat cahaya matahari pagi berhasil masuk ke dalam kamar lewat tirai yang mengenai matanya.
Ia mengernyit, seketika rasa pening langsung menghantam kepalanya. Bibirnya merintih kecil. "Sshh ..."
Dengan perlahan Allisya bangkit, membawa tubuhnya untuk duduk. Allisya memegang kepalanya erat sambil memejamkan mata menghalau rasa pening.
Sejenak ia termenung dengan memandang ke arah depan dengan pandangan kosong. Kejadian tadi malam menyeruak masuk ke dalam ingatannya.
Pulang malam, tidak mendapatkan uang, dan berakhir ditampar oleh sang ibu.
Semuanya seperti langsung masuk dan memenuhi kepalanya. Termasuk ketika ibunya menghukumnya di dalam gudang. Dugaan Allisya benar, ibunya pasti tidak akan memberikannya ampunan. Ia terus memukuli Allisya tanpa mendengarkan Allisya yang terus memohon untuk berhenti.
Allisya menangis terisak pada saat itu. Berteriak histeris dengan seluruh anggota tubuh yang bergetar hebat. Namun seakan angin berlalu, sang ibu diam dan terus memukuli Allisya.
Allisya dengan sengaja berteriak keras agar setiap orang yang melewati rumahnya, dapat mendengar jeritan pilunya. Tapi sayangnya saat itu tidak ada satu orang pun yang datang dan berusaha menghentikan aksi kekerasan yang dilakukan sang ibu pada Allisya.
Jika sudah begitu, yang dilakukan Allisya hanya pasrah dan menunggu keajaiban semoga sang ibu sadar atas tindakannya. Setelah sang ibu puas memukuli Allisya, wanita itu pergi meninggalkan Allisya seorang diri di gudang belakang rumahnya.
Mengingatnya kembali membuat Allisya tak bisa membendung air matanya lagi, rasanya sangat menyesakkan. Selama empat belas tahun Allisya hidup, Allisya baru pertama kali mengalami hal seperti ini. Tepatnya saat ayah dan ibunya bercerai.
Apakah mereka tidak memikirkan bagaimana perasaan Allisya? Jawabanya adalah .... Tidak.
Mereka sama sekali tidak memikirkan perasaan Allisya. Mereka egois. Mereka hanya mementingkan diri sendiri.
Bisakah Allisya memutar waktu? Setidaknya biarkan Allisya menikmati momen-momen keluarganya yang harmonis.
Allisya tertawa miris. "Memutar waktu? Omong kosong."
Allisya menghapus air matanya dengan kasar, lebih baik ia bersiap berangkat ke sekolah sebelum ibunya kembali marah. Jika sampai marah maka Allisya akan terkena pukulan yang mungkin lebih parah lagi.
Allisya sedikit goyah ketika berusaha berdiri. Tubuhnya sangat lemas, bahkan sekujur tubuhnya terasa sakit dan ngilu. Allisya melangkah pelan-pelan, menggelengkan kepalanya sejenak kemudian kembali melangkah menuju kamar mandi.
****
Beberapa saat kemudian Allisya keluar dari kamar mandi. Allisya menatap pantulan dirinya di cermin, wajahnya yang semula kusam kini terlihat lebih segar.
Allisya seperti tidak memiliki daya tarik. Tubuh kurus, kulit putih pucat seperti mayat dengan penuh luka memar dan luka lebam di sudut bibir.
Luka yang terdapat di tubuh Allisya kerap kali membuatnya merasa malu, semua orang akan menatapnya aneh dan jijik. Terutama teman-teman sekolahnya yang sudah pasti akan mengolok-ngoloknya nanti.
Namun bagi Allisya, itu adalah hal yang tak perlu di tanggapi. Allisya hanya perlu berjalan menunduk dan mencoba acuh tak acuh saat teman-teman sekolahnya mulai mengolok-ngolok Allisya.
Allisya memakai seragam sekolah berlengan pendek serta rok Micro yang mempunyai ukuran yang sangat pendek, karena terlalu mini dan seksi, Allisya harus menggunakan legging yang match dengan rok tersebut.
"Allisya cepat berangkat sekolah!" teriakan sang ibu terdengar nyaring.
Allisya buru-buru mengambil bleazer sekolahnya dan bergegas sebelum ibunya kembali marah. Dengan langkah pelan Allisya menghampiri ibunya yang sedang berada di meja makan.
Sesampainya disana Allisya menunduk, terlalu takut untuk memulai percakapan bersama sang ibu.
Hingga kemudian ibunya menarik Allisya untuk duduk di kursi dengan sepiring sarapan pagi yang sudah tersaji di meja.
"Bisakah kamu lebih cepat sedikit, Kalau ibu telat berangkat kerja, nanti kita tidak bisa mendapatkan uang lagi! Dan saat kita tidak mendapatkan uang, kita akan kelaparan. Kamu mau kelaparan hah?!" kata ibunya sambil buru-buru menghabiskan sarapan.
Allisya menghela nafas kasar, tak Bisakah ibunya bersikap sedikit baik kepadanya? Setidaknya satu atau dua hari ini saja. Syukur-syukur jika Ibunya sadar dan kembali baik seperti dulu.
"Dengar tidak apa kata ibu?!"
"Iya, ibu." balas Allisya menunduk.
Wanita itu tampak terdiam sejenak, kemudian senyum miring terbit di bibirnya dengan menatap Allisya. "Kenapa kamu selalu menunduk kalau ibu sedang bicara? Apa kamu sadar kalau kamu itu memang anak kurang ngajar?! Anak tidak tau diuntung?! Anak-"
Ucapan wanita itu terpotong saat Allisya langsung berdiri dan tanpa mengatakan sepatah kata pada sang ibu, Allisya pergi keluar rumah dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca dan Allisya sama sekali belum menyentuh sepiring sarapannya tadi.
Habis sudah kesabaran Allisya. Ia kesal. Sungguh sangat kesal dengan sikap ibunya.
Sejauh ini Allisya mencoba sabar menghadapi sikap ibunya terhadapnya, namun ketika barusan dimeja makan—menurutnya sudah melampaui batas, ucapan ibunya sangat kasar sekali.
Yang sontak saja membuat hati kecil Allisya terasa sakit seperti tertusuk ratusan jarum tajam.
Sekarang Allisya tahu, bahwa ibunya tidak akan pernah kembali baik seperti dulu.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare
Chick-LitAllisya terlonjak bangun dalam tidurnya, dengan nafas memburu serta peluh keringat dingin membasahi pelipis beberapa detik kemudian Allisya teringat sebuah cerita. Cerita itu tentang sebuah mimpi buruk. **** Baca selagi masih on going!!!