Dialah Jeongwoo

711 109 4
                                        

Boleh sambil denger backsound diatas

Boleh sambil denger backsound diatas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Oek oek oek'

Suara tangis pecah menginterupsi dinding-dinding rumah sakit yang dingin. Rasa hangat menyelimuti siapapun yang mendengar tangisan bayi mungil tersebut.

Diantara banyaknya ciptaan Tuhan yang berusaha menguatkan dan menata hati akan kehidupan selanjutnya, beruntunglah wanita paruh baya ini masih bisa merasakan kemelunya hawa dingin yang merasuk.

Wanita paruh baya tercetak lelah di wajahnya, menyaksikan harapan dunianya telah hadir di dunia-, mengulas senyumnya. Pengorbanan dan hidupnya yang dipertaruhkan demi jiwa yang lain kini terbayarkan.

Bayi mungil itu berada dipangkuannya, masih hanya dengan balutan kain. Suci dan bersih, tiada yang bisa mengabaikannya.

"Mau diberi nama apa?" wanita dengan balutan seragam putih bertanya pada sang ibu.

"Aku mau beri dia nama Jeongwoo Daniswara, yang artinya kaya dan mulia. Aku harap dia kaya akan hatinya, menjalani hidup yang kelam ini dengan senyumnya. Mulia akan segala tindak tanduknya, hingga tak ada satupun orang yang dapat menyakitinya."

"Nama yang bagus." wanita yang membantu sang ibu menciptakan harapannya itu tersenyum lega. Tangannya lagi-lagi telah memberi cahaya kehidupan.

Tatapan sinar kehidupan tak lolos dari pandangan sang ibu, bayi mungil ini terus menatapnya dengan derai tangis. Sang ibu berusaha menenangkan sang buah hati, dikecupnya lembut pipi sang anak, membawa kehangatan disetiap kecupannya, sang bayi pun tertidur polos, merasa dia tak sendirian di dunia.

"Kau sangat tampan seperti ayahmu."

Di sinilah kisah Jeongwoo dimulai.

Di sinilah kisah Jeongwoo dimulai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


17 tahun kemudian.

Seorang pemuda mengayuh sepedanya dengan sedikit diperlambat, pandangannya laras ke depan, menikmati hamparan matahari yang masih merona, membuat semangatnya membara diantara deruan nafasnya .

Roda-roda yang seimbang menghantarkan Jeongwoo ke tujuannya, sekolah. Neraka nomor dua. Tidak, Jeongwoo tak pernah sama sekali beranggapan itu neraka, mungkin hanya kalian saja yang memiliki kemelut pikiran seperti itu.

SimfoniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang