Lelah

274 42 2
                                    

"Maaf, sudah membuat kalian menunggu begitu lama." Jeongwoo datang dari arah dapur sambil membawa nampan yang berisi minuman kaleng dan beberapa camilan, kemudian meletakkan nampan tersebut di meja yang telah dikelilingi oleh teman-teman Haruto.

"Serasa nunggu seribu bulan purnama." ketus salah satu teman Haruto, tak ada niat untuk sekedar mengucapkan terima kasih.

"Ruto, ini orang yang sering diceritain sama teman - teman di sekolahmu kan? Si miskin itu-, kenapa dia bisa ada disini?" cerca teman Haruto yang lain dengan sengaja menghina sosok yang membawakannya minuman.

"Dia pesuruh di rumah ini kak." terang Haruto yang jelas berbohong.

"Udah mending kau ke belakang, ngapain masih berdiri di sini! Di sini khusus ruang untuk majikan!" Haruto membentak Jeongwoo, sengaja mempermalukan dan menekankan beberapa kata yang secara tidak langsung menegaskan bahwa Jeongwoo berbeda kasta dengan Haruto dan teman-temannya.

"Baiklah aku permisi dulu. Kalau butuh apa-apa aku ada ditempat biasa." Jeongwoo pamit dengan sopan, sementara Haruto acuh dan lebih memilih menyibukkan diri dengan teman-temannya.

Jeongwoo meletakkan kembali nampan yang sedari tadi didekapnya ke tempat asalnya, dan membiarkan kaki-kakinya membawanya menuju ke kamar. Kamarnya sendiri cukup menyedihkan jika disandingkan dengan kamar milik Haruto, yang notabenenya adalah Kakaknya sendiri, namun sepengetahuan orang lain dan tetangganya, Jeongwoo hanyalah seorang pesuruh, tidak lebih.

Kamar Jeongwoo sendiri terletak di paling belakang diantara ruang-ruang yang lainnya. Masih menyatu dengan rumah utama, namun melihat dari letaknya malah lebih cocok di sebut dengan gudang. Ruang yang berukuran 2 m x 2.5 m diisi dengan barang-barang seadanya. Kasur busa yang tipis, lemari dan meja belajar yang reot serta cat-cat dinding yang mulai mengelupas tak begitu Jeongwoo pedulikan. Bagi Jeongwoo kamarnya merupakan tempat ternyaman diantara ruang lain yang berada di rumah Haruto. Di sini dia bisa meredakan peluhnya, melupakan segala peliknya masalah yang telah lalu ataupun yang harus segera dilaluinya. Haruto, yang meminta papanya untuk membiarkan Jeongwoo tidur di kamar ini. Mau tidak mau papanya menyetujui, walaupun awalnya begitu berat.

Jeongwoo menarik kursinya yang menimbulkan decitan diantara kaki-kakinya, kursi itu terlihat begitu tidak layak digunakan meskipun sudah berkali-kali Jeongwoo perbaiki. Dia kembali membuka lembar-lembar buku catatannya, mengulangi pelajaran yang telah lalu.

Sementara di ruang tengah dipenuhi gelak tawa dan suara bising, beberapa kepulan asap rokok serta baunya masih tercium jelas. Jangan lupakan pula puntung-puntung rokok serta abunya yang berserakan kian kemari.

Seruan-seruan dari mereka terdengar mengudara, tak ayal kata-kata kotor pun keluar dari belah bibir mereka saat mereka kalah bermain game.

"Woi, besok kita ke club yuk. Sudah lama tidak ke sana." ajak salah satu oknum.

"Iya, betul tuh. Udah lama juga kita tidak minum-minum." sahut yang lain.

"Benar, aku juga rindu sama salah satu anaknya mami Morin. Apa dia merindukanku ya?" sosok yang berbicara hanya mendapat sorakan dan pukulan dari teman yang lain. Haruto hanya terdiam, tidak menerima tidak juga menolak.

"Kau kenapa to?"

Drttt drtttt

Belum sempat menjawab, salah satu teman Haruto mendapat panggilan masuk.

"........"

"Aku sedang main! Kenapa terus menggangguku!"

"......."

"Apa aku tidak bisa bersenang-senang sebentar?"

"......"

"Benar-benar menyebalkan! Kenapa anak itu tidak mati saja sekalian!"

SimfoniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang