Aroma menyenangkan tercium dari balik-balik dinding. Jari jemari itu berpindah dengan lincah dari tombol yang satu ke tombol yang lainnya, volume dari audio mixer diatur secara perlahan sebaik mungkin. Tak lupa pula dia memperhatikan segala sesuatu secara seksama sebelum waktunya dimulai. Alat pendengar telah tersemat di kedua telinganya. Tanda on air mulai menyala, melambangkan bahwa saatnya suaranya mengudara.
"Halo kembali lagi bersama saya Jun, di J.Em radio, 101,4 FM. Masih pada semangat menjalani hari ini kan? Pastinya masih semangat ya. Jangan ada yang tidak semangat, semuanya harus semangat, ada yang menunggumu di luar sana, termasuk saya. Hehehe. Tidak lucu ya? Ya sudah lewati saja. Anggap saja tadi angin lalu."
"Nah para pendengar semua, Jun mau menyampaikan sesuatu nih. Kita ternyata udah berada dipenghujung program 'Ayo Bersuara'."
"Yah sayang sekali ya, padahal saya masih ingin mendengar suara-suara merdu dan cuap-cuap kalian semua yang ingin bertukar cerita dan berbagi dengan saya ataupun dengan pendengar yang lain. Tapi tenang, kita semua akan bertemu lagi ditiga hari kemudian."
"Baiklah, tanpa menyia-nyiakan waktu lagi, mari kita dengar untuk suara merdu penelpon terakhir. Kalian bisa menghubungi di nomor yang sama, di 074-003-009-108."
Bak gayung bersambut, tak berselang lama nada panggilan masuk pun terdengar dari balik alat bergagang tersebut. Dengan segera pemuda dibalik microphone tersebut menekan tombol untuk menjawab panggilan tersebut, dengan bantuan Hybrid suara penelpon itupun dapat didengar oleh pendengar di segala penjuru.
"Baiklah, sudah ada telpon masuk."
"Ya halo, dengan Jun di sini. Siapa di sana?
"Halo, saya Arya."
"Wah, suaranya merdu sekali ya. Pasti pendengar juga ikutan terpesona nih, sama seperti saya. Pasti kamu juga berperawakan tampan."
"Terima kasih."
"Baiklah, Arya. Bagaimana kabarmu hari ini? Apa menyenangkan?"
"Hari ini sama seperti bertahun-tahun yang lalu."
"Wah, kenapa bisa begitu? Apa kamu terkurung masa lalu?"
"Ya, sepertinya begitu."
"Apa yang ingin kamu sampaikan? Saya dan juga pendengar pasti akan menjadi pendengar yang baik."
"Saya selalu merasakan kebencian yang teramat dalam setiap melihat wajah seseorang..."
"Hmm, Arya apa yang membuat benakmu selalu menanamkan kebencian pada orang tersebut?"
"Dia sudah merenggut kebahagiaan saya. Gara-gara dia juga, orang yang saya cintai dan saya sayangi pergi meninggalkan saya. Saya tidak bisa mempercayai lagi orang yang menjadi panutan saya. Padahal sewaktu saya kecil, saya sangat ingin menjadi seperti orang panutan saya. Tapi kemudian dia datang dan merusak segalanya. Sampai saat ini dengan tidak tau malunya dia masih bisa menampakkan wajahnya di depan saya. Saya muak, saya ingin dia enyah dari dunia ini! Saya ingin dia segera pergi meninggalkan rumah saya dan pergi sejauh mungkin! Mungkin dia juga sedang mendengarkan ini. Saya mau menyampaikan sesuatu. Untuk kamu yang sudah membuat hidup saya hancur, kamu tuh jangan sok berlagak menjadi malaikat, karena nyatanya kamu itu Iblis! Dan dengar, aku tidak akan sudi menganggapmu sebagai saudara!"
"Hmm agak rumit ya. Arya, apa ada yang ingin disampaikan lagi?"
"Tidak."
"Baiklah Arya. Mungkin kata-kata saya ini tidak bisa mengurangi rasa sakitmu, karena saya tidak tau dan tidak merasakan rasanya menjadi kamu. Tapi, terima kasih karena kamu sudah bisa hadir di sini dan tetap bertahan dan kuat selama ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
Simfoni
Fanfic❝Simfoni terdengar indah karena terciptanya dari perbedaan. Begitu pula dengan kehidupan.❞ Book ini ditulis dengan tujuan self healing