-- Mohon di ingat typo bertebaran dimana-mana mohon di maklumi walau merusak suasana saat membaca, terima kasih --
[author mimilynnris]Akaashi terdiam tidak menyentuh makanannya di piring, itu membuat Hana yang ada di sebelah Akaashi merasa bingung dan khawatir dengan keadaan Akaashi. Rumah serasa sangat sepi karena Tobi sudah tiga minggu di luar kota, dan Bokuto tentunya tidak ada di rumah ini karena ada acara dengan kedua kakaknya. Makan malam selesai dengan Akaashi yang tidak menyentuh makanannya sama sekali, dia memilih untuk pergi ke kamar pamannya untuk membereskan kertas-kertas dokumen, bahkan barang-barang penting milik Tobi. Akaashi masuk dengan wajah datar, setelah mendapat suatu ingatan dari Ryu, dia merasa tidak bisa mempercayai Hana bahkan Kei lagi. Namun Akaashi membuang pikiran jahat itu karena dia ingat bahwa tanpa mereka dia mungkin sudah mati, kebaikan mereka juga akan tetap Akaashi ingat walau tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dapatkan dari Ryu. Akaashi membereskan kamar Tobi dengan telaten, mulai dari meja, kasur, lantai dan lain sebagainya. Sampai dia mengingat bahwa ada sebuah album foto di bawah kasur pamannya, dengan cepat ia mengambil album itu dan melihat isinya. Terlihat ada ukiran-ukiran kecil dengan tulisan yang memiliki banyak warna dalam satu kata itu.
Tora, berwarna dark blue.
Tobi, berwarna red cherry.
Ryu, berwarna gunmetal blue.
Hana, berwarna dull pink.
Dan Shina, berwarna faded pink.Cover album itu pun menuliskan nama kelima orang dengan warna mereka masing-masing dengan background hitam pekat. Akaashi perlahan membuka album foto itu, di halaman pertama dia menemukan foto lima orang yang sedang berpesta di luar ruangan, bahkan ada foto mereka masa kecil dengan menunjukkan name tag mereka. Dan terlihat dengan matanya dengan jelas, semua nama lengkap anak-anak itu, yang membuat Akaashi terdiam tidak percaya adalah saat tau jika marga Kei bukanlah 'Akaashi'. Air mata menetes saat melihat itu, dan kini Akaashi menyadari bahwa dirinya selama ini hidup dengan orang asing yang dia anggap sebagai keluarga. Akaashi menghela nafas kasar karena tidak percaya dengan apa yang dia lihat, saat akan menutup album itu, dia menemukan foto Kei, Ryu, Hana dan Shina yang tersenyum bahagia dengan gelang yang memiliki lambang khusus. Kei memiliki lambang tengkorak hitam, Ryu memiliki lambang mawar putih seperti Shina dan Hana memiliki lambang api. Akaashi membalik foto yang dia temukan, dan terdapat tahun serta sebuah tulisan tangan yang begitu rapi.
'20, September 1994. My Serendipity, A. Take Ryu or Jay. G.'
"Keiji? Nak, kamu dimana?" Panggil Hana dari arah dapur.
"Iya bu? Aku ke sana." Sahut Akaashi lalu menyimpan album foto itu di atas kasur.
"Ada apa bu? Apa kaki ibu sakit lagi?" Ujar Akaashi setelah sampai di dapur.
"Tidak bukan apa-apa. Ibu hanya bingung kamu kok tidak ada, memang kamu habis dari mana?" Tanya Hana sembari mengelap tangannya yang basah.
"Aku baru saja membereskan kamar paman Tobi. Jadi saat paman pulang, kamarnya sudah bersih dan rapi." Jawab Akaashi membuat Hana tersenyum.
"Padahal ibu saja yang mengerjakannya, kau lebih baik duduk dan istirahat. Nanti di marahi oleh paman Ryu loh." Ujar Hana dengan nada lembut.
Akaashi terdiam sesaat, dia sangat ingin mempertanyakan banyak hal tentang dirinya sendiri, dan sebenarnya siapa orangtua aslinya. Namun dia takut menyinggung Hana karena pertanyaannya itu. Hana yang melihat gerak-gerik Akaashi yang nampak cemas langsung saja meminta Akaashi untuk duduk di sebelahnya, namun Akaashi menolak dan mengajaknya pergi ke kamar Tobi. Sesampainya di kamar Tobi, Akaashi langsung memperlihatkan album yang dia temukan pada Hana. Tentu Hana terkejut melihat album itu, kenangan indah nan buruk mengubah hidupnya. Akaashi mengambil foto yang memiliki tulisan tangan yang dia temukan. Foto dimana Ryu dan Shina bersama dengan mawar putih yang mereka pegang bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY ✔️
Fanfiction[ End ] Berjanjilah untuk bertemu dengan ku di pohon bunga sakura saat senja. Permintaan terakhir seorang lelaki bersurai raven sebelum ia terbang tinggi bersama sang angin. Topeng tanpa ekspresi itu akan hancur, memperlihatkan apa yang sudah dia...