"Kamu istirahat, ya."
Safa mengangguk.
"Kalau butuh apa-apa, tinggal panggil aja. Aku ada di luar," ucap Langit sambil membantu Safa berbaring di tempat tidur.
Dia kembali mengangguk.
Langit tersenyum, kemudian berbalik untuk pergi dan membiarkan Safa istirahat. Satu langkah sebelum keluar, tiba-tiba Safa memanggil.
"Ky!"
"Hmmm, ya?"
Safa tersenyum. "Makasih."
"Sama-sama."
Langit berbalik, menyentuh kenop pintu dan menariknya. Namun, lagi-lagi terhenti karena Safa kembali memanggilnya.
"Ky!"
"Apa lagi?"
"Nggak perlu khawatir. Aku baik-baik aja."
Langit tersenyum.
"Iya, Sa. Aku nggak khawatir lagi. Karena aku tahu kamu pasti baik-baik aja. Kan, kamu jagoan!"
Safa terkekeh pelan.
"Iya, aku jagoan! Kena bola aja nggak nangis. Hebat kan aku?!" Safa tersenyum menyombongkan diri.
"Iya, Safa emang hebat."
Kemudian, Langit keluar.
Langit tahu Safa adalah gadis yang kuat. Apa pun hal sedih yang terjadi, dia tidak selemah itu untuk menangis. Pasti dia akan mencari cara untuk kembali bahagia.
Beberapa saat setelah Langit pergi, Safa masih terus memikirkan kejadian tadi di lapangan. Entah kenapa ia merasa ada hal yang janggal pada kecelakaan itu.
"Maksud Candra tadi apa, ya?"
Safa masih terus memikirkan ucapan Chandra, teman Langit di team futsal. Safa mendengar kalimat itu dengan jelas, tapi saat ia melihat ke orang yang mengatakannya, dia seperti sedang tidak berbicara.
Padahal Safa yakin jika suara yang ia dengar adalah suara Chandra. Hal itu terjadi seakan-akan Safa bisa mendengar suara hatinya.
"Hm. Nggak mungkin!"
☁︎
"SAYANG, KAMU NGGAK PA-PA?!"
Safa menjauhkan ponselnya dari telinga ketika sebuah suara yang sangat keras terdengar dari benda itu.
Tak kunjung mendapat jawaban, suara itu kembali terdengar menyebut namanya.
"FARRADILA SAFANA?!"
"I ... iya, Mam. Kenapa?" tanya Safa gugup.
"KAMU BAIK-BAIK AJA, KAN?"
"Mam, kepalaku pusing. Bisa nggak, ngomongnya biasa aja?" tanya Safa seraya memijit keningnya.
"Oh, iya. Berarti kamu lagi kenapa-napa?"
"Aku baik-baik aja. Emang kenapa sih?"
"Tadi Langit telfon Mama. Katanya kamu kena bola waktu di lapangan tadi."
Dugaan Safa tak meleset. Pasti mamanya tahu hal ini dari Langit, siapa lagi memang temannya yang punya nomor ibunya ini selain dia? Tidak ada. Jadi tidak usah dipikirkan lagi dari mana Riani tahu.
"Iya. Cuma pusing aja dikit, terus telingaku juga agak sakit karena kena bolanya. Tapi sekarang udah nggak kenapa-napa."
"Syukur deh kalau kamu nggak kenapa-napa. Mama tadi khawatir banget, mana Mama telfon kamu nggak diangkat."
"Tadi Safa tidur, Mam. Ini baru bangun."
Terdapat jeda beberapa saat.
"Langit masih di rumah?"
"Iya. Tadi Safa lihat dia lagi tidur di ruang tengah. Kasihan, kelihatannya dia lagi capek banget."
"Kalian udah makan?"
"Aku belum. Tapi di meja makan ada makanan, mungkin Langit yang beli waktu Safa tidur."
"Oh, ya udah. Kamu makan dulu sana!"
"Iya. Safa tutup teleponnya. Da, Mam. See you tomorrow. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah sambungan telepon terputus, Safa memilih keluar dari kamar untuk makan. Tidur selama dua jam sangat menguras energinya, sekarang dia lapar.
Sebelum sampai di dapur, Safa melihat Langit yang masih tertidur di sofa. Wajahnya terlihat sedikit pucat, dia sangat kelelahan, semoga saja tidak sampai sakit.
Safa tersenyum.
"Kamu baik banget, Ky."
ִ ֗ ִ ˑ ִ ֗ ִ ˑ ִ ֗ ִˑ ִ ֗ ִ ˑ ֗ ִ ˑ ֗
BAB 8 〙508 Kata
Draf : 5 Juni 2021
Dipublikasikan : 8 Juni 2021〘 VOTE 〙〘 KRISAR 〙
#stoplagiat
Swipe Up!
to next story
KAMU SEDANG MEMBACA
sky [New Story]
Teen FictionKetika sebuah kisah yang berawal manis, harus berakhir dengan tragis. Draft : 30 Mei 2021 Dipublikasikan : 6 Juni 2021 !!WARNING!! sky adalah ceritaku, ditulis sesuai ideku, dan dirangkai dengan gaya bahasa & tulisanku. dilarang copy paste #stoplag...