Prolog

3.7K 460 56
                                    

Selamat datang pagi, yang selalu kunanti!
seperti asa yang akan selalu kusambut,
Seiring dengan kokok ayam dipagi hari,
Bersama kilauan mentari!

Digo menatap tulisan itu. Dia menemukan sebuah kalimat indah diselembar kertas yang diterbangkan dalam bentuk pesawat.

Haii mentari yang hangat!
Sehangat rasa yang berdegup,
Kala teringat suatu hari,
Kan kutemukan asa yang kucari!

Beberapa langkah, Digo temukan lagi lembaran dengan tulisan yang rapi dan isinya yang menggambarkan sebuah harapan.

Siapakah yang menulisnya? Sudah sering ia temukan ditaman yang ialalui. Tempat persinggaha, saat Digo merasa lelah dan butuh istirahat sejenak.

Digo menengadah. Mencoba mencari dari mana asal lembaran ini diterbangkan. Siapa yang menulisnya? Dari tulisannya yang indah, ia menduga dia berparas manis kalau seorang gadis. Kalau seorang pria bagaimana? Rasanya Digo yakin sekali itu ditulis seorang perempuan, dari tulisan indah diakhir kalimat, Sily!

Digo terduduk dirumput yang kering sambil menatap tulisan itu. Lelah.

"Digo, jika kau ingin membahagiakan mama sepeninggal papa, kau harus turuti kata-kata mama, percetakan papa itu butuh pengelola, kau tidak bisa hanya jadi pengangguran yang sana-sini nenteng kamera seperti tukang photo keliling!"

Ada yang terngiang. Sumber rasa lelahnya. Bukan lelah pada sosoknya tetapi pada apa yang beliau harapkan darinya.

"Maa, aku sedang suka hunting foto!" Digo berkata lirih. Tak ingin terkesan membantah meskipun kalimatnya sesungguhnya berupa bantahan.

"Selesaikan kuliahmu baik-baik, Digo, untung dipercetakan ada Tiara yang tahu banyak mekanisme pekerjaan pegawai disana, kalau tidak ada dia bagaimana?"

"Sudah ada Tiara, jadi buat apalagi aku harus mempersiapkan diriku untuk handle disana, ma?"

"Digo, Tiara-kan hanya kepercayaan, kamu keturunan papa yang harusnya mewarisi keahlian papa memanageri percetakan, bukan dia!"

Digo tergugu. Perdebatan dengan mama hanya selalu berakhir dengan airmata mamanya yang mengalir karna teringat papanya.

"Kalau kau tidak mau fokus disana, kau nikahi saja Tiara!"

Kalimat perintah itu mengejutkan Digo.

"Ha? Kenapa sampai seperti itu, ma?"

"Dia berjuang buat perusahaan, kalau dia bersuamikan yang lain lantas kau tidak mau belajar disana mulai saat ini, bagaimana masa depan percetakan papa?"

Digo makin terdiam, ucapan mamanya benar-benar mengganggu buatnya. Dia seorang laki-laki yang tak mau dikekang dengan aturan-aturan. Tapi dia sangat menyayangi mamanya, apalagi sekarang mamanya mendadak menjadi single parent sepeninggal papanya.

"Ya, aku akan belajar, ma, mama jangan khawatir!"

Akhirnya Digo terpaksa harus menuruti keinginan tante Mirna, mamanya untuk mulai belajar memanajeri perusahaan peninggalan papanya. Sebuah perusahaan percetakan buku, sablon, banner dan periklanan. Daripada harus dipaksa menikahi perempuan, hanya gara-gara takut dia bersuamikan yang lain dan perjuangannya sia-sia karna bukan dia yang memperjuangkannya.

"Ada-ada saja, mama!"

Digo menghempas nafasnya.

Sshhhhhttttttt....
Sebuah pesawat kertas jatuh  setelah melayang. Sepertinya terbawa angin bukan berasal dari lemparan, menghempaskan lamunan Digo pada gundahnya tentang keinginan mamanya.

DEGUP RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang