Haii mentari yang hangat!
Sehangat rasa yang berdegup,
Kala teringat suatu hari,
Kan kutemukan asa yang kucari!Digo menutup buku dimana disampulnya ia melihat nama penulisnya. Sisi Pricily. Ia tersenyum. Sebaris kata yang mengingatkannya pada pesawat kertas yang menerbangkan kalimat itu hingga ia temukan.
Sily. Sisi Pricily. Gadis super aktif sekarang. Tadinya adalah gadis yang takut akan laki-laki. Tak percaya diri suatu saat akan menemukan laki-laki baik yang tidak seperti ayahnya. Jika seorang gadis harusnya cenderung menjadikan sosok ayah adalah tolak ukur dalam menilai lawan jenis, berbeda dengan Sily. Ia justru paranoid dengan seorang pria. Tidak mudah dekat dan mereka memiliki kesamaan.
Jika seorang pria dekat dengan ibunya, ia akan menjadikan ibunya tolak ukur dalam mencari pasangan. Tetapi Digo justru tidak ingin pasangannya seperti ibunya yang begitu keras dengan kehendaknya tanpa mendengar apa yang diinginkan putranya.
Digo menyadari, seorang pria akan bertanggung jawab kepada empat perempuan. Ibunya, saudara perempuan, istrinya dan anak perempuannya. Hingga seorang perempuan sangatlah beruntung terjaga dengan tanggung jawab empat laki-laki. Anak lelakinya, saudara lelakinya, suaminya, dan ayahnya.
"Aku akan datang melamar kamu, beri aku waktu untuk menjadi mapan!"
Digo teringat kembali ucapannya. Dia bersumpah semua itu bukan karna ia tidak ingin mengakui kalau Sisi adalah special dan teristimewa. Tetapi pacaran baginya adalah serius ingin menikah. Bukan juga ia sok sholeh karna didalam agamanya tidak ada yang namanya pacaran. Ia hanya ingin menyebutnya lebih dari sekedar berpacaran. Lebih dari sekedar bersenang-senang. Lebih dari sekedar rindu berjumpa jika lama tak bersua.
"Jadi?"
Sisi bertanya dengan wajah yang teramat serius dimata Digo saat itu. Tidak seperti sebelumnya, Sisi nampak menerima ucapan dan komitmennya dengan sangat terbuka. Terlebih Sisi sendiri merasa belum waktunya untuk disibukkan dengan rumah tangga. Masih banyak yang ingin dia capai. Ia seorang gadis yang ambis. Memiliki perencanaan didalam hidupnya terlebih saat ia merasa ketakutan akan dipertemukan dengan seorang pria seperti bapaknya.
"Jadi?" Digo mengulang pertanyaan Sisi dengan heran.
"Bukankah kamu bilang kita gak pacaran? Lalu dimana letak meyakinkannya kalau kamu gak berniat menggantung aku?" Cecar Sisi pada akhirnya meluapkan resahnya.
"Siapa yang ngegantung? Bukankah itu jelas-jelas, bahkan lebih dari berpacaran? Aku lebih dari serius!" Ujar Digo meyakinkan.
Tadinya Sisi merasa sikap Digo ia anggap justru menjaga mereka agar lebih merekatkan perasaan yang selama ini sudah ada. Tetapi suatu hari ia mendengar obrolan teman-temannya saat mereka bersama-sama makan siang disebuah restoran.
"Kemarin lihat Inu dimall sama cewek!" Ucap Dessy pada Mirna yang langsung mengangkat wajah dari menunduk menyuap makanan ditangannya.
"Ohya?" Delik Mirna hanya sesaat lalu melanjutkan suapannya dengan santai.
"Iyaa, bukannya kata lo dia calon jodoh lo!" Pepet Dessy lagi.
"Dia yang bilang, bukan gue!" Sahut Mirna seperti tak ada sesuatu yang menyakitkan yang ia dengar.
"Trus lo ngapain nolak-nolak orang lain karna dia, eh dianya bebas main sama siapa aja?" Cecar Dessy lagi tak terima dengan sikap Dessy yang seolah terlalu percaya pada janji Inu.
"Cowok yang bilang gak pacaran tapi nikahnya sama dia aja itu sebenarnya buat gue pecundang tau, Mir!" Sahut Ida tak tahan diam saja mendengar obrolan Dessy dan Mirna.
"Loh! Bukannya itu bagus, gak bilang pacaran tapi justru mau nikahin, komitmen yang jelas dong berarti!" Akhirnya Sisi-pun ikut berkomentar.
Bukankah komitmen Inu dan Dessy mirip dengan komitmennya dan Digo? Sisi jadi kepikiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEGUP RASA
Fanfiction"Kamu bilang sama semua orang, kita gak pacaran bukan? Kalau begitu aku bebas?" "Kita gak pacaran, tapi kamu gak boleh sama yang lain!" "Lho?" "5tahun lagi, aku akan datang melamarmu!" DUG. Degup itu datang lagi. Saat teringat janjinya untuk datang...