PASSE'|6

5.2K 708 70
                                    

"Mas marah?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mas marah?"

"Nggak!"

Bilangnya "nggak" tapi nggak mau senyum. Batinku sembari melihatnya yang kini berdiri di depan cermin sembari merapikan penampilannya.

Sore kemarin aku dibuat kaget dengan pulangnya Mas Arka. Bukan hanya kepulangannya yang tanpa bilang, tapi rambut panjang dengan warna blonde benar-benar membuatku secara refleks marah sekali.

Dia aneh. Maksudku, dia nggak biasanya Suka mewarnai rambut apa lagi dengan warna seterang itu. Ketika aku tanya apa alasannya mewarnai rambut, jawabannya ikut-ikutan temannya.

Mas Arka bukan orang yang nggak punya prinsip, seenggaknya dia selalu berpenampilan rapi dan dewasa. Tapi, lihat dia dengan style anak muda, jelas aku merasa aneh.

"Anin siapkan sarapan dulu," lanjutku setelah meletakan Bening ke box baby.
Dia kembali tidur setelah aku mandikan dan kuberi ASI. Setidaknya aku ada sedikit waktu luang untuk membantu Mas Arka menyiapkan kebutuhan sarapan dan bekal kopi seperti biasa.

Ibu dan bapak sudah pulang kemarin lusa, nggak sempat menunggu Mas Arka karena ada urusan di rumah.

Sejujurnya aku ingin sekali menikmati waktu bersama mas Arka. Dua bulan berpisah aku pengin ngobrol dan menceritakan apapun dengannya. Sayangnya, baru semalam dia sampai, pagi ini dia harus kembali bekerja.

"Memang Mas nggak pantes ya pakai rambut panjang dan warnai sedikit rambut biar fresh."

Aku cukup kaget dengan suara itu, kemudian memutar badan untuk mendengarkan apa lagi yang hendak Mas Arka katakan.

Rambutnya sudah dipangkas hingga pendek dan kembali ke warna aslinya. tuxedo hitam dengan dalaman kemeja warna putih jelas terlihat lebih cocok buat Mas Arka.

"Bukan nggak pantes, Mas. Tapi, bukan Mas banget pakai Hoodie warna cerah dan rambut blonde gondrong gitu__"

"Karena aku sudah tua?"

Hah?

Kok, jadi gini?

Aku menghela napas, kemudian meninggalkan Tumbler yang bahkan belum sempat ku isi kopi.

Sepertinya Mas Arka salah paham dan ini harus dibicarakan.

Perlahan, ketika tanganku bisa menjangkaunya, aku menyentuh ujung kerah kemejanya dan merapikan dasi.
"Mas ingat kan? Pagi ini Mas ada rapat direksi, kalau mas penampilannya kayak semalam apa mungkin Ayah Rahman, Om Ridwan dan teman kerja Mas nggak akan kaget?"

Begitu wajahnya sedikit menunduk dan mempertemukan mata kami, nyaliku mendadak ciut.

Aku selalu kesusahan menahan diri untuk terlihat nggak grogi kalau sudah ditatap seintens ini.

"Jadi apa alasanmu nggak suka sama penampilan baru Mas?"

"Aku.lebih.suka Mas begini, dewasa."

"Dewasa dan tua, itu bedanya apa?"

"Ya beda, mas dewasa bukan tua. Lagi pula Mas emang udah dewasa, udah punya anak," jawabku kemudian.

Dia tidak lagi menjawab, tapi kemudian mengangguk tanpa mengatakan apapun lagi.

Aku harusnya nggak terlalu ikut campur tentang ini, kalau Mas Arka nyaman dengan penampilannya kenapa aku harus banyak menuntut? Tapi, dia sendiri yang mengatakan kalau aku harus mulai berani menyuarakan isi hatiku.

Jadi apa aku salah?

Begitu dia sudah mengambil jarak dan duduk di kursi ruang makan, aku kemudian bergerak cepat untuk mengambilkan roti yang sudah kuolesi selai kacang kesukaannya.

"Kamu nggak sarapan?"

"Nanti, Anin masih kenyang habis minum susu."

Sekarang, aku hanya berani duduk di samping kursinya sambil mengambil posisi miring dan secara terang-terangan melihat Mas Arka yang sedang sarapan.

"Mas meeting sampai jam berapa?"

Saat Mas Arka memotong roti dan menyuapkannya padaku, aku refleks membuka mulut dan menikmati sarapan yang sama dengannya.

"Habis makan siang Mas pulang. Kangen sama Arsya," jawabnya berhasil membuatku menghela napas.

"Sarapan, sayang! Mumpung anak-anak masih tidur."

Aku sengaja nggak jawab, ada rasa kecewa entah karena apa.

"Kangen Mamanya Arsya juga," candanya mencolek daguku singkat, "marah?"

Sialnya hanya begitu saja seluruh tubuhku rasanya panas.
Mengalihkan senyum, aku pura-pura berdecak sambil bangkit dari kursi dan kembali menyiapkan kopi untuk bekal Mas Arka nanti.

"Ngapain juga marah," gerutuku dengan suara kecil, berharap Mas Arka nggak dengar.

Tapi begitu suara decitan kursi terdengar dan disusul lengan kekar memeluk pinggangku, tubuhku langsung menegak waspada.

"Coba bilang nggak kangen!" tantangnya dengan suara kecil dan berada di samping telingaku.

"Ng.nggak," jawabku tergagap. Kebiasaan kalau aku sedang bohong pasti akan tergagap.

Dengan sekali gerakan, Mas Arka berhasil membuat tubuhku berbalik. Bersyukur, aku sudah menuang air panas ke dalam Tumbler meski belum kututup rapat.

Kekehan Mas Arka benar-benar seperti tengah meledekku. Tapi, kemudian kecupan di pipi kananku membuat badanku kian panas.

"Pengin Mas buktiin sekarang kalau kamu nggak kangen," ujarnya kemudian mencium hidungku, "tapi nanti bakalan telat," Bisiknya dengan tangan yang sudah menyelinap dan menyentuh perutku.

"Sepuluh menit cukup kayaknya__"
Gilanya aku hampir terbuai kalau nggak disadarkan oleh tubuhku yang menubruk pinggiran Bar kecil tempat membuat kopi.

Aku langsung menjauhkan tangan Mas Arka yang sudah berhasil melepas dua kancing tunik yang kupakai pagi ini. Sebelum terbuai dengan sentuhannya seperti biasa.

"Siap-siap, nanti Mas telat."

Begitu Mas Arka sudah menjauhkan badannya, napasku terhembus lega.

"Mas ambil tas dulu," ucapnya sembari menarik pinggangku merapat padanya dan dia berhasil mencuri ciuman di bibirku meski kilat.

Senyumku rasanya sulit sekali kuhilangkan. Entahlah, dengan Mas Arka moodku mudah sekali berubah-ubah dan sering kali kualahan.

Pungung Mas Arka mulai menjauh dari pandanganku, membuatku akhirnya bergegas merapikan Tumbler dan memeluknya dengan perasaan membuncah.

Aku meletakkan Tumbler di samping ponsel Mas Arka yang tertinggal di meja makan. Baru hendak meninggalkan meja, bunyi notifikasi pesan membuatku terhenti.

Devina;
Mas, sudah berangkat?









Hayoo loh siape tuh ?

Ya kali pulang rambut begini anin nggak marah, toh, Mas.

Ya kali pulang rambut begini anin nggak marah, toh, Mas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

maaf untuk tipo

Love
Rum

P A S S E'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang