PASSE'|15

5K 824 54
                                    

Part ini pendek, mohon untuk tidak dihujat. Happy reading, Love...



Sejujurnya aku tidak tahu lagi sekeras apa usaha Devina mencoba mendekati Mas Arka setelah hari itu. Yang kemudian kudengar dari Mas Arka, Devina perlahan menjauh. Segala macam yang berkaitan dengan Bumi Lestari, Mas Arka mengutus Damar untuk mengurus projectnya.

Sampai di sana, sepertinya aku harus memberikan kepercayaan untuk suamiku. Aku tidak mau, cemburuku membuat Mas Arka merasa terbebani dalam bekerja. Terlebih aku tahu, menjalani pekerjaan itu bukan semata keinginan Mas Arka tapi juga untuk membalas kebaikan Ayah mertuaku.

Aku mengerti bagaimana susahnya Mas Arka mengalah dari Dino yang bebas menekuni cita-citanya sendiri membesarkan hotel bersama Gendis. Meski masih berdiri di bawah naungan Panca properti, tapi mereka memiliki saham terpisah.

Berbeda dengan Mas Arka, setiap dia ingin mengembangkan usahanya, dia selalu memikirkan bagaimana panca properti, sehingga sering kali dia mengorbankan keinginannya.

"Mas cuma berharap, nantinya Jiwangga atau Aksara ada yang mau masuk ke usaha keluarga Ayah. Mas nggak mau membebankan Arsya juga untuk ikut melakukan hal yang nggak dia sukai," Ucap Mas Arka sembari mengajak Arsya bermain.

"Arsya akan memilih cita-citanya sendiri, aku juga nggak akan batasi kemauan Arsya nantinya." Balasku menyetujui ucapan Mas Arka.

"Ayah akan kerja keras supaya anak-anak kita bisa mencapai apapun cita-citanya. Ayahnya harus balas budi dulu nggak apa-apa, ya, Nak."

Terkadang, aku juga merasa kasian. Keseriusan Mas Arka dalam bekerja, membuatnya melupakan waktu istirahat. Tapi, aku setuju, manusia harus tahu caranya membalas kebaikan. Entah Ibu maupun mertuaku, mereka adalah orang baik yang harusnya tidak memiliki tanggung jawab atas kami. Tapi, mereka lakukan itu atas dasar kemanusiaan, jadi cara Mas Arka bekerja sepenuh hati menjadi contoh untukku membalas kebaikan Ibu dan Kak Jasmine juga

Aku menyayangi Bening, sama besarnya aku menyayangi Arsya. Dari pertama kali memutuskan merawat Bening, aku sering kali bercerita pada Arsya jika ketika besar nanti, dia harus menjaga Bening. Aku memiliki keyakinan meski belum mengerti bahasaku, nantinya Arsya akan tahu pesan yang kusampaikan.

"Mama, Sya au.... apen mama.." ucap Arsya berusaha menggapai Snack yang baru kubuka.

"Mas mau Snack, sabar. Mama buka dulu," Arsya memang sering kubiasakan ngemil Snack khusus anak-anak sehabis tidur. Dia juga sudah mulai bisa meminta makan kalau lapar.

"Ning, au? mamam, Ning" Arsya yang sudah kukasih Snack lebih dulu, memberikan snack itu untuk Bening yang kini kududukan di kursi khusus makan mereka.

"Mas Arsya laper?" tanya Mas Arka yang duduk menyusul kami.

"Apen, Yah. Sya mamam Snack!" Tangan kecilnya mengangsurkan Snack bar pada Mas Arka, dia berusaha mempamerkan makanannya.

"Makan yang banyak, biar Cepet besar."

Mata kecilnya mengerjab lucu mendengar ucapan Mas Arka, "Ndut?"

"Bukan gendut, cepat besar biar cepet bisa lari kejar Ayah."

Sedetik berikutnya Arsya seperti tak memikirkan ucapan Mas Arka. Dia malah lahap makan. Berbeda dengan Arsya yang suka sekali makan, Bening sedikit susah. Biasanya Bening harus diajak jalan-jalan dulu dan dialihkan perhatiannya untuk bisa makan banyak.

Ibu sempat menasehati ku, baiknya tidak membiarkan anak-anak makan di luar rumah. Tapi Bening agak susah jika tak sembari jalan-jalan.

"Selesai makan, mandi ya, Nak," ucapku membersihkan sudut bibir Arsya dan Bening yang belepotan.

"Mas Arsya mandi sama Ayah apa Mama?" tanya Mas Arka dan pasti jawaban Arsya.... "Ayah!"

"Mau main air pasti, nggak boleh mandinya lama-lama."

Arsya malah tergelak, hingga badan gendutnya hampir oleng karena hebohnya tertawa. Sedari kecil Arsya sudah suka berkonspirasi dengan Mas Arka. Dia lebih suka mandi dengan Mas Arka karena biasanya Ayahnya membiarkannya main air sepuasnya.
Kalau aku belum marah, dia akan membiarkan Arsya mandi dengan bebek-bebeknya hingga kulitnya keriput.

Urusan memandikan Arsya memang jadi urusan Mas Arka kalau dia libur. Sedangkan Bening, meski masih sangat kecil, aku tidak mengijinkan dia dimandikan Mas Arka.

"Bening, ayo mandi. Sebelum kamar mandi dikuasai dua laki-laki ini." Ucapku sembari mengangkat Bening dari kursi makannya.

"Jangan lama-lama, Ayah mau ajak kalian menginap di rumah nenek habis ini."

"Ke rumah Ibu?" tanyaku kaget, soalnya seingatku, kami tak ada rencana menginap di sana. Meski jarak rumah kami tak begitu jauh, Mas Arka jarang dadakan kalau mengajak kami menginap.

"Mas mau ajak kamu dinner berdua, nanti titipin mereka ke Ibu dulu."

"Dinner?" Langkahku yang sudah hampir menjauh dari Mas Arka, akhirnya berhenti dan berbalik pada Mas Arka.

"Dalam rangka apa?"

"Kamu lupa kalau kemarin anniversary ke empat pernikahan kita, Dek?"

Mataku kali ini mengerjab, lupa.
Tapi bukan itu yang membuatku kaget, sejak kapan Mas Arka mengingat hal-hal kecil semacam ini?

"Iya, lupa. Mas tahu kalau sekarang Mas nggak cukup kamu ingat untuk hari-hari penting kita. Ulang tahun Mas aja lupa, kan?"

"Cuma telat lima jam, Mas. Emang harus banget ngucapin pas jam 12?"

Gedikan bahu Mas Arka serta cibiran pelan membuatku tak bisa menahan senyum. Tempo hari pas ulang tahunnya, aku memang baru mengucapkan selepas salat subuh. Tidak tahu kalau dia sengaja tidak tidur sampai jam satu malam nunggu aku ngucapin selamat ulang tahun.

Jadilah dia marah.


Mas, makin tua kamu makin kayak ABG gitu dah.

Mas, makin tua kamu makin kayak ABG gitu dah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Maaf untuk tipo

Love
Rum




P A S S E'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang