PASSE'|9

5.1K 744 92
                                    

Hallo, long time no see, kabar baik kan?
Selalu baik dan tetap menjadi manusia baik, ya.

Happy reading, love...

Sepanjang perjalanan pulang kami sama-sama diam. Aku memendam kekesalan karena sikap kekanak-kanakan Mas Arka dan bagaimana dia tidak memikirkan perasaanku, sedangkan Mas Arka terlihat marah ketika aku mau berfoto bersama dengan lelaki lain.

Masalah ini nggak akan selesai kalau kami sama-sama diam, tapi egoku masih terlalu kuat untuk mengalah dan meminta maaf.

Mungkin nanti setelah sampai rumah dan hatiku sedikit tenang. Sebab, aku juga salah karena memilih pose dekat dengan laki-laki lain. Aku nggak kuasa menolak permintaan Rengga karena semua terlalu tiba-tiba, Rengga pasti juga tersingung melihat Mas Arka bersikap sedingin itu.

Sesampainya di rumah, aku memandikan Arsya dan Bening, kemudian membiarkan mereka bersama Mas Arka selama aku memindahkan belanjaan ke kulkas dan tempat penyimpanan barang kami.

Meski kami sedang dalam keadaan nggak baik, di depan Arsya dan Bening kami mencoba mengendalikan diri dan nggak bertengkar seperti kesepakatan kami dulu. Kami akan membagi tugas mengurus anak dan mengurus pekerjaan rumah, selama nunggu pembantu rumah tangga di dapatkan.

Sesungguhnya aku belum merasa butuh seseorang yang membantu, hanya saja terkadang kalau Arsya butuh perhatian lebih, aku akan mengabaikan pekerjaan rumah dan Mas Arka pulang dalam keadaan rumah berantakan.
Maski tidak pernah protes, tapi aku juga tak enak hati dengan mas Arka.

Dia lelah, pulang kerja maunya lihat rumah rapi dan anak sudah wangi. Tapi terkadang salah satunya nggak terpenuhi.

"Sudah selesai?"

Suara Mas Arka membuatku terjengit kaget, kemudian mempercepat tugasku merapikan rak khusus peralatan mandi dan mencuci di ruang penyimpanan.

Di dekapannya ada Bening yang bergerak tak nyaman sambil terus menangis.

"Dia laper atau apa? Nggak ngompol sih."

"Aku belum kasih Bening ASI," balasku mendekat pada Mas Arka yang berdiri di depan pintu, "Arsya mana?"

"Tidur."

Setelah berpindah ke gendonganku, aku kemudian membawa Bening ke ruang depan sambil memberinya ASI.

Di sana, Mas Arka sedang memindahkan Arsya ke atas kasur lantai dengan sangat hati-hati.

Dua puluh menit kemudian Bening ikut tertidur. Setelah memastikan dia nyenyak, aku kemudian memindahkannya ke samping Arsya.

"Kita bicara!"

Ucapan mas Arka nggak keras, tapi tegas seperti titah yang tak terbantah.
Aku tahu dia hendak berbicara perihal apa dan sayangnya aku belum siap untuk itu.

"Bicara di sini?"

"Kamu memang maunya di mana?" tanyanya sembari menaikan ke dua alisnya, "kamar?"

Napasku langsung terhembus keras mendengar pilihan yang dia kasih. Maksudku kan bukan itu, Arsya dan Bening di sini, aku nggak mau mereka bangun karena perdebatan kami.

"Duduk, Nin. Mau di pangku apa berdiri begitu?"

Aku hendak bergerak cepat untuk duduk di samping Mas Arka, sayangnya gerakanku kalah cepat dengan tangannya yang menarik lenganku hingga aku oleng dan jatuh.....

.... Kepangkuannya.

Jantungku berdetak tak karuan, sayangnya Mas Arka enggan melepasku meski aku berusaha turun.

"Kita bisa bicara baik-baik, jangan gini, Mas."

"Aku juga mau bicara baik-baik, bukan cakar-cakaran."

P A S S E'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang