PASSE'|17

5K 873 120
                                    

Happy reading....

Sampai menginjak usia pernikahan empat tahun, ada banyak hal yang kupelajari dari Mas Arka. Tentang kesukaan makanan dia selain acar, kebiasannya tidak meninggalkan piring bekas makan dan dia lebih suka bangun pagi meski sedang libur.

Terkadang, dia akan mengajak Bening dan Arsya jalan-jalan ke taman komplek. Aku jarang ikut karena biasanya aku lebih suka memanfaatkan waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah selagi anak-anak dipegang Mas Arka.

Seperti pagi ini, Mas Arka membawa anak-anak jalan-jalan, sedangkan aku memilih mencuci baju dan beberes pekerjaan rumah lain karena Mbak Biah masih pulang kampung.

Pernah aku bertanya pada Mas Arka, apa dia tidak malu membawa anak-anak jalan tanpa aku? Dan jawabannya, "ngapain malu, mereka anakku. Aku nyaris nggak bisa ajak mereka main kalau bukan hari libur."

"Tapi Mas ketemu banyak Ibu-Ibu. Mereka nggak tanya kenapa Mas sendirian?"

Pandangan Mas Arka sempat teralih padaku, kemudian dia membantu Arsya membuka bajunya untuk mandi.
Arsya dan Bening sudah kian aktif sekarang, kadang repot juga mengurusi mereka sendiri saat Mas Arka kerja dan Mbak Biah pulang.

"Ditanya. Jawab sekenanya aja," jawab Mas Arka. Setelah selesai membuka pakaian Arsya, dia kemudian masuk ke kamar mandi untuk memandikan Arsya.

Aku sangat menikmati saat seperti ini. Maksudku, saat kami sama-sama bisa mengurus anak-anak dan melakuan banyak hal berdua. Mas Arka tidak sedingin itu, setidaknya aku mulai paham untuk yang satu ini. Sekarang dia mulai mau mengungkapkan perasaannya meski tetap tidak bisa seperti orang lain yang gemar merayu perempuannya dengan pujian. Tapi, perihal mencintai tentu aku sadar jika kita tidak bisa membandingkan dengan cara orang lain.

Sekarang semenjak Bening dan Arsya sudah lancar berjalan, aku jadi jarang menunggu Mas Arka pulang kerja dengan mata masih terjaga. Aku sering kali ketiduran, bahkan saat baru selesai menidurkan mereka. Terkadang beban juga, karena biasanya aku akan menemaninya minum teh hangat atau jahe sebelum kami tidur, sambil bercerita tentang perkembangan Bening dan Arsya hari itu.

Hanya satu hal yang kurang kusuka adalah, perempuan bernama Devina itu sepertinya masih berusaha mendekati mas Arka. Padahal sudah lebih dari setahun Mas Arka melepas proyek di Makassar yang melibatkannya.
Panca properti mengutus Damar sebagai pengganti Mas Arka khusus satu proyek itu setelah Ibu Riyanti tahu jika Devina berusaha masuk rumah tangga kami.

Esoknya, setelelah perayaan ulang tahun hotel milik Gendis itu, Ibu, Ayah dan keluarga Dino  datang. Aku tidak begitu mendengar obrolan mereka langsung, karena aku tengah menidurkan Bening dan Arsya. Aku hanya  sedikit mendengar Ibu menasehati Mas Arka jika apa yang terjadi pada kami waktu itu tidak lagi terulang. Bersyukur Om Ridwan setuju dengan permintaan Ayah mertuaku untuk memindahkan satu proyek itu pada Damar.

"Ibu dan Ayah sudah sangat menyesal membiarkan kamu kerja keras membantu perusahaan itu, Ibu hanya tidak mau kamu mengulang kesalahan yang sama dengan membuatmu berhubungan dengan perempuan yang secara terang-terangan hendak merusak rumah tanggamu, seperti Jasmine dulu."

"Sekarang nggak perlu baik untuk menghadapi perempuan yang secara terang-terangan mau rebut suamimu, Nin," ujar Ibu menasehatiku. "Kecuali suamimu mau juga, ya sudah lepaskan saja."

"Ibu," tegur Ayah dan Mas Arka kompak. "Ajarin menantunya jangan begitu," lanjut Ayah.

"Loh, Ibu bicara benar. Ini juga berlaku buat Ayah dan Dino. Tugas Ibu hanya menemani Ayah dan mendidik Dino dan Arka, kalau mereka sudah menikah, selanjutnya semua ada di tangan mereka. Ibu cuma minta ke Anin dan Lala bisa terima mereka dan mau dampingi sampai tua, tapi kalau belum tua mereka ternyata salah jalan hingga menyakiti istri mereka, maka Ibu adalah orang pertama yang akan membiarkan istri mereka pergi. Karena itu berarti, Ibu juga sudah gagal mendidik mereka."

P A S S E'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang