PASSE'|21

4.8K 878 82
                                    

Gemes banget tiap dimintain love, dikasihnya banyak. Terima kasih.

Aku ada 3 pangumuman, tolong jangan di skip yaa;
1. Apology akan aku cetak self publish, kalau nggak ada halangan in sha Allah awal  bulan depan sudah open pre order.
Berhubung ini self publish artinya aku nggak akan cetak 2x, jadi kalau mau peluk Yayah, Ibuk dan Shasa jangan lupa follow akun Instagram @siirum131 untuk tahu kapan info pre ordernya.

2. Passe' kemungkinan nggak akan lama lagi selesai, mungkin sekitar 5 part lagi. Jadi, siap-siap pisah sama keluarga bucin ini yaa.

3. Mulai Sabtu besok dan setiap malam di jam 7. Aku akan rutin update lapak Day Dream. Silahkan lihat ceritanya di bioku dan masukan ke reading list yaa. Untuk ke depannya aku fokus project itu dulu baru lanjutin Jay I love you.

Karena di part 19 dan 20 pada tanya kenapa Arsya dipanggil "Mas" sama Anin dan Arka tapi kalau sama Bening diajarin panggil "Dek". Yuk aku jelasin di chapter ini.

🌸
🌸


Happy reading, Love.

Berdua dengan Mas Arka dan melakukan keintiman seperti ini adalah sesuatu yang kunikmati selain melakukan aktifitas lain di hari libur. Belakangan Panca Properti sedang sibuk melakukan project apartemen di daerah Bandung. Katanya tidak terlalu besar, tapi tetap saja sesekali Mas Arka harus bekerja di sana dan menginap.

Semakin besar Arsya dan Bening, aku memang sudah jarang sekali menunggu mereka bermain. Biasanya selagi mereka main, aku bisa melakukan pekerjaan rumah dan ketika semua kerjaan selesai aku baru akan bergabung bersama mereka.

Barang kali ini yang membuatku tidak begitu lelah sekarang, terlebih ada Mbak Sani yang membantu kami. Sehingga meski Mas Arka pulang malam, aku masih berusaha terjaga dan menemaninya sekedar minum kopi atau makan.

Wajahnya yang kini nyaris tak berjarak membuatku begitu leluasa memandang laki-laki yang wajahnya masih sama seperti yang kukenal dulu. Hanya saja garis-garis di bawah matanya semakin terlihat nyata jika dia sedang lelah. Meski begitu tak sekalipun aku mendengarnya mengeluh, dia nampak memikmati kerjaannya meski sesekali aku ingin menegurnya agar tidak terlalu memforsir tenaga.

"Cantik," pujinya setelah mencium keningku. Dia kemudian turun mencium hidungku kemudian mengucapkan pujian yang sama.

"Mana ada aku cantik, berat badanku susah turun begini."

Dengan menyangga kepalanya mengunakan siku kiri, dia dengan leluasa mengurungku di bawahnya.

"Iya sih nggak cantik."

Aku merenggut, baru hendak mengubah posisi miring membelakanginya dia malah menarikku untuk kembali telentang, "Marah, tadi dibilang cantik nggak mau."

Suara rendah Mas Arka begini yang membuatku mendadak salah tingkah, apa lagi ketika mata sipitnya menyorotiku tegas.

"Nggak marah," kilahku mengalihkan pandangan ke arah lain. Yang ada nanti aku justru semakin salah tingkah jika melihatnya sedekat ini.

“Peluk dulu kalau nggak marah," pintanya dengan wajah kaku seperti biasa.

"Nggak mau. Senyum dulu."

"Senyumnya sambil dipeluk. Masa belum dipeluk udah senyum."

"Ya nanti Anin ga lihat kalau sambil dipeluk," ucapku bermaksud menggodanya. Tapi, sedetik kemudian dia tersenyum meski hanya senyuman miring seperti menahan malu.

Melihat Mas Arka yang begini, aku kemudian mengalungkan kedua tanganku di tengkuknya dan menarik mas Arka agar turun ke bawah mengikis jarak diantara kami. Namun, sebelum jarak kami habis, suara ketukan pintu membuat Mas Arka menyembunyikan kepalanya di samping kepalaku dengan helaan napas keras.

P A S S E'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang