12

2.3K 334 36
                                    


Hyunsuk mengernyit dalam tidurnya ketika merasakan seseorang berjalan mendekatinya. Mempertahankan posisinya yang tetap terlihat seperti seseorang yang sedang tertidur pulas.

Sebuah tangan terulur, menarik selimutnya agar sedikit naik, lalu sedetik kemudian yang Hyunsuk rasakan hanya sebuah tangan yang terasa mengelus lembut kepalanya.

Terasa lama tangan itu beralih turun menyentuh pipinya lalu menggenggam jemarinya sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruang inap itu.

Setelah di rasa aman Hyunsuk mulai membuka matanya, menoleh pada pintu yang baru tertutup, tanpa sadar ia menggerakkan tangannya—yang sempat di genggam orang itu—naik untuk menutup mulutnya yang kini terbuka.

Terperangah tampak tak menyangka dengan yang di lakukan oleh orang yang tadi masuk beberapa waktu lalu.

"Apa itu tadi?," Tanyanya pada diri sendiri, masih terlalu shock.

🌇

Jihoon membuang napas kasar, tak tahu harus merasa lega atau kesal setelah melihat sosok di depannya berdiri membelakangi dirinya—menatap langit luas di atas kepalanya.

Langit yang seakan kanvas alam, bertabur warna merah dengan garis menuju kekuningan terang yang tampak berbaur dengan warna biru, pemandangan alami di saat matahari akan terbit.

Kakinya menapak mendekati sosok itu, menatap tajam pada punggung mungil yang setia untuk tak bergeming seinchi pun.

"Bisa nggak sih Lo tuh nggak hilang-hilangan gini?, Semua orang panik nyariin Lo," ketus Jihoon dengan nada datarnya.

Sementara orang yang di panggil hanya bisa tersentak, membalikan badan menatap Jihoon yang kini menatapnya tajam.

Hyunsuk, pemuda mungil yang masih tetap diam itu, memandang Jihoon dari posisinya.

Indah.

Hanya kata itu yang muncul ketika melihat sosok yang berdiri di depannya saat ini.

Wajah tegas itu amat indah ketika tertimpa cahaya pagi yang seakan tercipta memang untuk menyorot dirinya di keadaan seperti saat ini. Bahkan angin ikut berpihak pada pemuda tinggi itu. Seakan risih hendak mengintip sesuatu yang tersembunyi di sebalik bajunya yang berkibar.

"Turun" kalimat itu kembali menyadarkan Hyunsuk dari lamunannya, "semua orang kaget pagi-pagi Lo udah nggak ada di kamar," Jihoon hendak berbalik, tampak tak ingin berlama-lama di roof top rumah sakit karena hanya berdua dengan Hyunsuk.

"Kenapa..," Hyunsuk berujar sedikit keras agar deru angin tidak bersanding dengan suaranya.

Mengernyit heran, Jihoon kembali menatap Hyunsuk. Menunggu agar lelaki mungil itu menyelesaikan kalimatnya.

"Kenapa kamu masih tetap disini?," Hyunsuk menatap Jihoon tepat di manik. Pertanyaan ini yang sejak beberapa hari lalu sudah di tahannya, penasaran mengapa seorang Park Jihoon rela membuang waktunya yang berharga hanya untuk dirinya.

Bahkan pemuda itu sudah membiarkan dirinya membolos tidak masuk sekolah selama tiga hari, hal itu bukan kebiasaan seorang Jihoon yang notabennya si pemegang nilai tertinggi di sekolah.

Jihoon berjalan mendekati tubuh Hyunsuk, masih menatap lekat pada mata yang kini juga tertuju padanya.

"Tanggung jawab, mereka bertindak atas nama gue. Jadi wajar kalau gue juga harus ikut bertanggung jawab," jelas Jihoon lalu sedikit menunduk, menyamakan tinggi dengan Hyunsuk—membuat sepasang mata miliknya sejajar dengan mata milik Hyunsuk.

Orange [Hoonsuk]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang