Malaikat Tak Bersayap 1

8 0 0
                                    

“Anda sudah menghancurkan hidup saya, Tuan. Saya benci Anda. Saya benci Anda! Pergi Tuan. Pergi! Saya tak sudi bertemu dengan Anda.”

Wajah Puspita semakin dalam terbenam di antara tangannya. Tangisnya terdengar pilu, hingga bahunya bergerak seirama dengan isaknya.

“Bagaimana?” tanya Reymon kepada Andreas tanpa suara. Hanya isyarat bibirnya yang bergerak nyata. Sambil mengangkat kedua tangan dan bahunya.

Andreas hanya membalas dengan mencebikkan bibir dan menggelengkan kepalanya.

Ya, Tuhan. Bagaimana ini? Aku merasa berdosa sudah membuat Puspita sesedih ini. Bisik Reymon dalam hati.

Andreas, please. Jangan keterlaluan ngerjain orang. Aku nggak tega melihatnya.

Reymon masih menatap Andreas. Berharap pria di hadapannya itu segera mengambil tindakan agar Puspita tak terlihat sefrustrasi ini.

“Puspita, tenanglah. Mungkin ada pekerjaan lain yang akan memberikan kamu gaji lebih besar dari pada di sini.” Reymon mencoba menenangkan gadis itu. Tangannya dilipat di atas meja sambil sesekali menatap ke Andreas.

“Bagaimana saya bisa tenang, Tuan? Dengan kondisi Nenek yang membutuhkan biaya banyak, Anda memecat saya hanya gara-gara dia sudah meracuni otak Anda!”

Puspita mengangkat kepalanya. Dengan mata yang sembab dan wajah basah penuh air mata, gadis itu menatap Reymon.

Lagi-lagi Andreas bergeming. Dia hanya tersenyum miring sambil menyesap kopinya yang mulai tak panas.

Melihat reaksi Andreas yang seolah tak peduli, Reymon mengambil gawainya. Kemudian mengetik sebuah kalimat lalu dikirimnya ke Andreas.

Mendengar notifikasi gawainya berbunyi, Andreas membuka pesan singkat dari Reymon kemudian dibacanya.

[Bagaimana ini, Bro? Aku jadi nggak tega lihat suasana seperti ini]

[Sebentar lagi pasti tangisnya berhenti] balas Andreas beberapa menit kemudian.

[Terserah, ini semua karena idemu. Kamu harus bertanggung jawab]

Ide ini memang dari Andreas. Melalui gawainya dia mengirim pesan-pesannya kepada Reymon untuk memberhentikan Puspita dari kafenya. Meminta saudaranya untuk memberikan pesangon sebesar yang sudah dia tentukan.

[Tenang saja] balas Andreas.

Tiba-tiba saja Puspita berdiri dari kursi. Dia menyambar tasnya dan kedua amplop yang ada di atas meja. Lalu dengan cepat pergi meninggalkan kedua pria itu.

“Tahan dia! Bawa ke mobilku!” perintah Andreas kepada Reymon.

Reymon bergegas mengejar Puspita. “Puspita, tunggu!”

“Apa yang harus saya tunggu lagi, Tuan? Bukankah Anda sudah memecat saya? Saya muak dengan saudara Anda yang tak punya perasaan.”

Puspita tak menghentikan langkahnya. Dia terus berjalan melewati ruang yang dipenuhi dengan tamu langganan, sehingga banyak mata yang menyaksikan perdebatan antara Puspita dan Reymon, tak terkecuali karyawan-karyawannya. Membuat manajer itu menjadi risih atas peristiwa ini.

“Memang tidak seharusnya seperti ini. Tapi ....”

Ah! Kenapa juga aku yang harus menghadapi gadis ini? Memang benar-benar saudara yang tak bertanggung jawab. Ke mana dia sekarang? Keluh Reymon. Sesaat dia mengedarkan pandangan. Mencari keberadaan Andreas yang dirasa masih berada di ruang pertemuan itu. Namun, pria itu tak melihatnya lagi di sana.

“Tapi apa?” Potong Puspita dan menghentikan langkahnya saat sudah melewati pintu.

Belum sempat Reymon menjelaskan, tiba-tiba mobil Andreas mendekat. Tanpa menunggu perintah saudaranya, Reymon pun membuka pintu mobil itu, dan menyuruh Puspita untuk masuk.

“Tidak! Saya tidak mau!” tolak Puspita. Dia menjauh dari mobil Andreas dan berniat untuk pergi ke jalan, menunggu kendaraan umum.

Akan tetapi, dengan cepat Reymon menarik tangan Puspita. Mencegah agar gadis itu tak pergi.

Bersambung ...!

PUSPITA (Mencari Cinta Sejati)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang