Cheesecake 一

441 60 4
                                    

------

"Bar, carikan adikmu guru les, nilai dia turun drastis itu, sepertinya keseringan keluar, keluyuran dia sama teman-temannya!" Maminya berteriak dari luar kamarnya, ia menghela nafas, apa lagi masalah yang di buat oleh adiknya itu?

"Kenapa dia mi?" Bara, ia keluar dari kamar dan melihat adik perempuannya duduk dengan kepala yang menunduk.

"Masa nilai dia di bawah KKM semua? Dia sudah hampir ujian kenaikan kelas! Nanti kalau ngga naik kelas gimana?" Ia melihat maminya kesal hanya terkekeh, ia pun mendatangi kedua perempuan itu, lalu berdiri di belakang adiknya, dan menangkup pipinya itu.

"Ngga belajar kamu Ra?" Tanyanya, ia menunduk melihat adiknya yang terlihat lucu dengan bibir yang merengut itu.

"Belajar aku kak, tapi ya memang dasarnya ngga pintar gimana.." protesnya, ia mencoba melepaskan pipinya dari kakaknya namun sia-sia.

"Ngeles wes kamu dek, udah nanti kakak carikan guru les buat kamu," maminya beranjak pergi.

"Loh kok kakak mi? Wes kakak mah ngga kenal siapa-siapa loh," protesnya, ia menatap tajam adiknya yang membuatnya ikut terjebak di situasi buruk.

"Yowes iya, nanti mami carikan, kamu juga kak, kuliah yang bener, perasaan kok ngga kelar-kelar kamu," masih dengan intonasi yang sama, kini Bara dan adiknya saling tatap-tatapan.

"Loh kok aku kena marah juga dek? Yang salah kamu padahal.." katanya, ia hanya menghela nafas berat.

"Ya, mami selalu begitu kak," kini adiknya yang beda 5 tahun itu tertawa, dan sialnya Bara sadar.

Yang salah satu, semua ikut salah, mami.

.

Hari ini Bara melewati kampusnya dengan malas, lagi-lagi ia kena omel akibat tatonya itu, padahal sudah dua tahun ia begini, namun masih aja ada yang protes.

'Ck, inikan tato kebanggaan ku, kenapa pada protes?'

Ia berjalan melewati kelas maba di lantai satu, dengan pakaian seadanya dan juga jangan lupakan perawakannya yang berantakan, membuat semua mata berfokus pada dirinya yang tidak mood.

"Bar, lesu aja kamu," temannya merangkulnya dari belakang dan mengusak rambut hitamnya, membuatnya semakin berantakan.

"Dimarahin aku, katanya suruh hapus tato, ngga peduli lah aku, ini ciri khasku," adunya, ia menghela nafas lagi, menaiki tangga dan berjalan menuju kelasnya terasa sangat jauh sekarang.

"Maklum, iri kali ngga punya tato, ini aku juga baru buat, keren ngga?" Ia melirik temannya yang menunjukkan tato baru bergambar banteng di bahu kirinya, ia tersenyum miring.

"Baru sekarang bikin lambangnya?" Bara terkekeh, mengingat banteng adalah logo angkatan mereka, dan hampir semua sudah punya, tentunya, Bara adalah pelopornya.

"Baru boleh, maklum susah kalau cuma ada bunda, bawaannya dia khawatir, aku juga ngga enak," Bara mengangguk mengerti, mengingat reaksi maminya saat dia meminta untuk di tato juga sedikit susah, ia harus kejar nilai sebelum boleh mentato tubuhnya seperti sekarang.

Kata mami, nakal boleh, bodoh jangan. Dan Bara mengikuti titah maminya.

.

"Permisi? Ini rumah Adarra Effendi?" Seseorang dengan rambut berwarna coklat itu bertanya kepada satpam yang ada di depan, sebelum satpam itu mengangguk, ia memberitahu identitasnya.

"Saya Hanif Putra Jaya, guru les baru dari dek Dara," ucapnya dengan senyuman tulus, membuat orang terpukau dengan senyuman itu. Ia pun akhirnya di persilahkan masuk dan terlihat orang tua muridnya menunggu di depan pintu.

thought [ ATEEZ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang