Roti Bakar 一

269 47 0
                                    

-----

Setelah pertemuan Zidan dengan Fares di minimarket, ia semakin gencar melihat postingan kedua kakak kembar Fares, bahkan sesekali ia sengaja komen ketika mereka upload foto tentang Fares. Ia menyunggingkan senyuman lebar saat melihat salah satu komennya di sukai.

Melihat adiknya tersenyum sendiri di sofa ruang tengah, Fatih merengut heran, ia menendang tubuh bongsor itu dan duduk di sebelahnya.

"Sakit woi!" Protesnya, kesenangannya di ganggu oleh manusia setan seperti masnya itu.

"Udah gila dek? Senyum sendiri dari tadi," nyinyirnya, ia mengambil remot dan mulai menonton televisi.

"Iya gila, gila karena kak Fares," ucapnya semangat, ia duduk di sebelah Fatih dan kembali melihat postingan lama kedua kakak kembar itu.

"Belum dekat aja udah bucin," gumamnya.

"Oh, liat ada Kak Raka!" Ia sengaja membesarkan suara, ia tahu abangnya itu tertarik dengan si model.

"Mereka dekat, jadi udah pasti kenal sama kakak kembarnya," jawaban malas Fatih membuat adiknya terheran.

"Kenapa kau mas? Galau?" Ia memicingkan matanya, menatap lekat Fatih yang berusaha menghindari tatapannya.

"Iya galau, udah potek aku sebelum berjuang," adunya.

"AHAHAHAHAHA," Zidan, tertawa kencang, mengejek kakak keduanya.

"Duh, kasian kali masku satu ini, tapi ya memang sih, suka sama publik figur pasti resikonya besar."

"Iya, apalagi lawannya temannya sendiri, cih."

"Oh? Si abang bertato itu ya? Hahh, aku juga potek kalau ingat," Zidan menghela nafas pelan, mengingat kejadian dimana rambut kakak gebetan di usak oleh tangan penuh tato itu.

"Tapi setidaknya dia tidak memiliki perasaan buat kakak gebetanmu dek.." lanjutnya, ia menyendu.

"Ohh, jadi kau cemburu mas? Tapi iya sih, sepertinya dia suka Kak Raka, tatapannya itu adem wes, seperti ingin melindungi!" Sialan kali punya adik macam Zidan, gumamnya, ia melirik tajam adiknya yang kembali tertawa.

"Sudahlah, aku keluar aja, makin ngga bener deket kamu," ia berdiri dan berjalan keluar, meninggalkan adiknya yang masih tertawa lepas.

"Kasian mas Evan, semangat masku!" ia dapat mendengar teriakan adiknya sebelum mendengus kasar.

'Sialan, aku wes galau begini ngga ada yang bantu!'

.

"MAMAAA!" Suara Raka menggema di rumah, mamanya yang di dapur menghela nafas dengan kelakuan si bungsu. Ia melihat dari ujung mata, si bungsu berlari kecil ke arahnya, kali ini apa lagi?

"Apa sayangnya mama?" Ia menatap anaknya yang sedang memasang muka sendu.

"Abang! Hihh kesel maa!" Raka menghentakkan kakinya, merengut dan merengek ke mamanya.

"Kenapa abangmu?" Mamanya terkekeh pelan, ia melihat anaknya yang lain berjalan mendekat.

"Itu loh ma, Raka mau roti bakar, malas aku keluar malam begini," jawabnya, ia duduk di kursi dekat kedua orang itu.

"Tuh kan abang pelit ma!"

"Adikmu kan, kemaren kambuh Re," mamanya mendekat, berbisik pelan di telinga anak tengahnya.

"Lagi? Karena apa?" Ia mendongak menatap mata mamanya, ia melihat mamanya tersenyum.

"Raka ngga cerita, yang bilang si Bara," mama, terkekeh pelan, lalu mengusap lembut rambut itu.

thought [ ATEEZ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang