Pagi ini Haechan bangun lebih awal dari biasanya. Itu karena hari ini Asha masuk sekolah taman kanak-kanak. Segala keperluan Asha sudah ia siapkan. Kini pria berkulit hitam manis itu melanjutkan kegiatannya dengan membuat sarapan.
Selesai membuat sarapan, Haechan berjalan menuju sang putri kecilnya. Senyum tipis terukir di bibir penuhnya melihat si kecil baru saja bangun.
"Papa baru mau bangunin, eh ternyata udah bangun." Menghampiri sang anak, "Pinter ya anak papa bangun sendiri," lanjutnya mengusap kepala putrinya pelan.
"Wait papa, adek masih belum stabil jangan suruh mandi dulu," sergah Asha seakan tahu apa yang akan dikatakan oleh Haechan.
Pria berkulit tan itu hanya terkekeh membiarkan sang putri mengumpulkan nyawa. Merasa putrinya sudah stabil, Haechan menggendong Asha menuju kamar mandi.
Tak membutuhkan waktu lama Asha sudah selesai bersiap dengan balutan seragam sekolahnya yang sangat pas ditubuhnya. Hanya tersisa rambutnya yang belum ditata.
Haechan mengambil sisir dan ikat rambut di meja rias lalu menata rambut putri kecilnya. Dia mengepang dua rambut Asha.
"Anak papa cantik banget, sih," ucapnya mencubit kedua pipi Asha membuat sang empu cemberut memegangi pipinya.
"Jangan di cubit papa! Nanti pipi Adek seperti bakpao!"
"Makanya adek jangan gemes-gemes."
"Adek memang sudah gemes sejak lahir." Asha mengibaskan rambutnya membuat yang lebih tua geleng-geleng kepala. Efek terlalu sering bermain sama Nathan ya begini. Narsisnya menular.
"Apa iya?" Haechan tergelak mendapatkan lirikan sinis dari Asha. Entah sifat ngambeknya itu menurun dari siapa. Kalau dipikir-pikir baik dirinya maupun Hana tidak gampang merajuk.
"Papa ih!!" Asha mulai kesal ditertawai.
"Hahaha iya-iya, maaf," kata Haechan. "Ayo sarapan dulu habis itu berangkat."
Keduanya berjalan menuju meja makan. Haechan membantu Asha naik ke kursinya karena bocah itu tidak sampai. "Mau disuapi?" Tanyanya dibalas gelengan.
"Papa suapi aja ya? Nanti baju kamu kotor."
"Papa makan saja, ya. Tenang, Asha akan makan dengan bersih."
Haechan mengangguk lalu duduk di kursinya. Keduanya menyantap sarapan dengan khidmat.
Seusai sarapan mereka berangkat ke sekolah. Tentu saja Haechan mengantar Asha. Dia tidak mau melewatkan hari pertama putrinya masuk sekolah.
Selang beberapa menit mobil mereka memasuki pekarangan sekolah Asha. Haechan menatap sang putri, "Are you ready, princess?"
"Yes! I'm ready, papa!" Balasnya semangat.
"Kalau ada apa-apa bilang sama bu guru, ya?"
Asha mengangguk.
"Jangan nakal, jadi anak baik, okay?"
Lagi-lagi si kecil mengangguk.
"Kalau ada yang gangguin kamu jangan takut laporin sama guru."
"Iya, papa, iya."
Haechan terkekeh kecil, kemudian menyuruh Asha masuk. Asha berpamitan tak lupa bersalaman dengan Haechan.
Sebelum masuk, Asha berbalik dan melambai ke arah Haechan. "Dadah, papa!"
Haechan menatap punggung putri kecilnya yang perlahan menjauh. Senyum terukir di bibir penuhnya. Dia tidak menyangka Asha sudah besar, perasaan baru kemarin dia kerepotan menjaganya sekarang sudah masuk sekolah saja.
"Andai kamu ada di sini," gumam Haechan samar kemudian menancap gas menuju kantor.
***
Sebentar lagi waktunya Asha pulang. Haechan buru-buru menyelesaikan pekerjaannya sebelum menjemput putri kecilnya.
Selang beberapa menit pekerjaannya telah selesai. Haechan segera bergegas ke sekolah, dia tidak mau membuat Asha menunggu. Beruntung jarak kantor dan sekolah Asha tidak terlalu jauh, jadi Haechan bisa sampai tepat waktu.
Dari kejauhan Haechan dapat melihat putri kecilnya baru saja keluar dari kelas. Senyumnya merekah begitu Asha menyadari kehadirannya. Tangannya melambai ke arah sang putri dibalas senyuman lebar.
"Papa!!" Teriak Asha berlari kecil menuju Haechan.
"Adek jangan lari, nanti jatuh." Haechan dengan sigap menangkap Asha yang melompat padanya.
"Papa, papa tahu ndak? Adek punya banyak temen baru loh!" Kata Asha antusias.
"Oh ya?"
Asha mengangguk semangat.
"Itu Erik, terus yang itu Echi, mereka kembar. Lalu yang itu Ale..." Asha menunjuk satu-persatu teman barunya yang hendak pulang.
"Sampai ketemu besok, Asha!"
Merasa namanya disebut, Asha menoleh. Di sana salah satu temannya melambai sebelum memasuki mobil. "Dadah Ola! Hati-hati di jalan," balasnya.
"Nah, yang itu Caca. Dia baik sekali sama Adek tahu, pa."
"Ceritanya lanjut di dalam aja, okay?" Asha mengangguk dan masuk ke mobil, di susul oleh Haechan.
Di dalam mobil bocah itu tak hentinya berceloteh tentang teman barunya. Erik inilah, Ale itulah, dan masih banyak lagi. Haechan senang putrinya semangat bercerita tentang hari pertamanya sekolah.
"Adek senang?"
"Iya! Adek senang sekali!"
Dalam hati Haechan bersyukur Asha tidak mendapat kesulitan di hari pertamanya. Dia berharap seterusnya akan seperti itu.
"Besok adek bawa dua bekal, boleh?"
"Kenapa dua?"
"Adek mau kasih Caca satu. Tadi Caca bantuin Adek di sekolah."
Haechan mengangguk membuat Asha memekik kegirangan. Bocah itu kembali berceloteh sampai rumah. Haechan juga menanggapinya tak kalah antusiasnya.
Bersambung...
Dede Asha diantar sama papa ke sekolah^^
KAMU SEDANG MEMBACA
[ii] The Perfect Papa✓
Ficción GeneralSELESAI [Sequel of My Perfect Husband] Setelah menjadi suami yang sempurna untuk Hana, kini Haechan berusaha menjadi papa yang sempurna untuk putri kecilnya.