Haechan melirik jam di pergelangan tangannya. Lima menit lagi Asha pulang dan dia masih diperjalanan. Sepertinya Haechan agak terlambat menjemput putrinya hari ini. Semoga saja bocah itu tidak menunggu lama.
Selang beberapa menit mobil Haechan berhenti di depan gerbang. Sekolah sudah sepi menandakan semuanya sudah pulang. Haechan segera keluar dan mencari sosok putrinya.
Perasaan khawatir mulai menyelimutinya ketika tidak menemukan siapapun di kelas. Haechan terus berjalan mencari Asha hingga manik hazelnya menangkap sosok yang dicarinya sedang duduk di bawah pohon tak jauh dari tempatnya berdiri. Tanpa membuang waktu, Haechan berlari menghampirinya.
"Adek!"
Yang dipanggil menoleh, senyum mengembang diwajahnya. "Papa!" serunya berhambur ke pelukan yang lebih tua.
"Maaf, ya, Papa terlambat," ucapnya dengan nada menyesal. "Adek udah nunggu lama, ya?"
Lantas Asha menggeleng sebagai jawaban. Kemudian Haechan mengajak putrinya pulang. Di koridor mereka berpapasan dengan seorang guru. Asha berpamitan pulang, pun begitu dengan Haechan berterima kasih sudah menjaga Asha.
"Tadi ngapain aja di sekolah?" tanya Haechan. Kini keduanya sudah berada di mobil, dalam perjalanan menuju rumah.
Asha menceritakan semua kegiatan yang dilakukan di sekolah tadi. Mulai dari belajar menghitung, menggambar serta mewarnai. Haechan mengulum senyum, senantiasa mendengar putrinya bercerita dengan antusias.
"Tadi tugas mewarnai adek dapat seratus, loh."
"Oh, ya?"
Asha mengangguk, lalu berucap, "Tapi ndak boleh dibawa pulang. Padahal adek mau tunjukin sama Papa."
"Nggak apa-apa. Adek kasih tahu Papa aja udah seneng," kata Haechan sembari mengusap kepala putrinya.
"Sebagai hadiah, adek mau apa?"
Si kecil terdiam sejenak, lalu menatap sang Papa. "Adek mau es krim, boleh?"
"Tentu boleh, sayang."
Haechan menepikan mobilnya di sebuah minimarket. Keduanya turun dan berjalan memasuki minimarket tersebut. Asha langsung berlari menuju tempat es krim berada. Dibelakang Haechan hanya geleng-geleng melihat kelakuan putrinya.
"Papa, adek mau ini, eh mau itu juga, ini juga...." Asha jelalatan melihat berbagai varian es krim. Dia tidak bisa memilih mana yang harus ia beli. Asha suka semua yang dia tunjuk.
"Ambil aja semua yang adek suka."
Asha berbalik dengan wajah berbinar. "Benar, Papa?"
Mendapat anggukan dari yang lebih tua, Asha memekik kegirangan. "Terima kasih, Papa!" serunya.
Setelah mengambil berbagai varian es krim, keduanya menuju kasir. Usai membayar, mereka kembali ke mobil. Namun, saat keluar dari minimarket tersebut Haechan tak sengaja menabrak seseorang.
"Maaf, saya tidak sengaja," ucapnya.
"Haechan?"
Merasa namanya disebut, Haechan mendongak. Manik hazelnya membola melihat sosok dihadapannya.
"Salsa?" Haechan menatap tidak percaya bisa bertemu dengan orang ini lagi. Setelah apa yang dia perbuat beberapa tahun yang lalu. Rupanya dia sudah bebas.
"Itu anak kamu, ya?"
Asha langsung bersembunyi dibelakang Haechan. Entah kenapa dia merasakan aura yang tidak enak dari perempuan itu. Seolah-olah ada alarm yang memperingatinya untuk tidak mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ii] The Perfect Papa✓
Fiction généraleSELESAI [Sequel of My Perfect Husband] Setelah menjadi suami yang sempurna untuk Hana, kini Haechan berusaha menjadi papa yang sempurna untuk putri kecilnya.