Teman-teman Jimin asik mengobrol, entah itu masalah pekerjaan atau pencapaian apa yang sudah mereka raih sampai saat ini. Walaupun beberapa sudah ada yang menikah dan punya anak, tapi tidak ada yang membahas masalah itu disini. Jimin jadi tidak percaya diri.
"Kalau kau sibuk apa, Jimin?"
"Ah.. Aku.. Aku di rumah saja.."
"Memangnya kau tidak bosan di rumah? Kenapa tidak membangun karir yang bagus."
"Itu.. Aku tidak ada waktu. Begini saja aku kadang melewatkan sarapanku walaupun sudah bangun sangat pagi untuk mengurus suamiku pergi bekerja dan anak-anak ke sekolah. Lalu aku juga harus belanja keperluan rumah dan..."
Jimin kehilangan kata-kata, ini terlalu hening untuk dia bisa terus cerita.
"Pasti sulit ya menjalani hidup begitu. Coba saja dulu kau tidak cepat-cepat menikah mungkin sekarang bisa menikmati hasil belajarmu."
Jimin terdiam.
Begitu lulus SMA, dia langsung menikah. Taehyung pun sama, tapi bedanya dia melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi sementara Jimin sibuk menjadi ibu rumah tangga karena sudah memiliki Wonhee di tahun pertama pernikahan.
"Iya, tapi tidak apa-apa. Taehyung sekarang punya jabatan tinggi di kantor. Sebenarnya ayahnya punya perusahaan sendiri, tapi dia bilang dia lebih suka mandiri."
Kata Jimin, mencoba mencari kelebihan dari kekurangan dalam hidupnya.
"Orang tuamu juga kan punya perusahaan yang cukup besar, kenapa kau tidak bekerja di tempat orang tuamu saja? Kau tidak perlu sekolah tinggi seperti kami hanya untuk mendapat pekerjaan. Tinggal bilang ayah dan ibumu, kau bisa jadi istri yang juga punya karir bagus."
"Tapi aku tidak mengerti apa-apa tentang perusahaan. Sudah saja, jadi ibu rumah tangga lebih baik untukku."
Jimin sudah terus mengalah, tapi teman-temannya terus saja memojokannya.
"Aduh, kalau aku sih tidak mau hidup seperti didalam sangkar. Diam di rumah mengurus anak dan suami. Padahal kalau kau kerja kau bisa bayar pembantu dan pengasuh, lalu kau bisa pergi untuk bersenang-senang dengan teman-teman yang lain. Kami jarang melihatmu pergi ke mall dan beli barang-barang bagus. Baru ini saja kau datang hanya untuk makan. Waktumu pasti sedikit sekali ya, Jimin."
"Iya.. Mau bagaimana lagi.. Mungkin sudah harus seperti ini."
Jimin meremat sendok makannya. Dia juga ingin pergi bersenang-senang, tapi Taehyung pasti tidak akan mengizinkannya.
"Sekarang anakmu sudah 4. Kau masih muda, jangan-jangan masih ingin tambah anak lagi?"
Teman-teman Jimin tertawa, menggoyahkan keinginan Jimin untuk kembali menambah anak.
"Untung saja waktu itu kita berhenti mengejar Taehyung, bisa-bisa dia menjadikan kita mesin pencetak anak. Celaka sekali."
Jimin menggigit bibirnya, sementara mereka terus tertawa. Baginya ini sudah bukan bercandaan lagi.
"Tapi aku bersyukur, Taehyung selalu ada untukku dalam keadaan apapun. Dia menjaga aku dan anak-anak kami dengan baik."
Jimin membela Taehyung, dia ingat bagaimana dulu suaminya harus bekerja sambil kuliah. Taehyung berusaha sangat keras karena harus bertanggung jawab pada Jimin dan anak-anak saat mengenyam pendidikan sekaligus mengembangkan karirnya juga membagi waktu untuk keluarga agar semua terpenuhi.
"Oh iya dia pasti sedang sibuk menjaga anak, makanya tidak bisa menemanimu datang kesini."
Padahal sekarang Taehyung sedang di kantor dan dia juga menawarkan diri untuk menemani Jimin kesini, tapi bisa-bisanya mereka bilang begitu.

KAMU SEDANG MEMBACA
[End] KB
FanfictionKeluarga Berencana? Bukan, tapi Keluarga Besar. Taehyung dan Jimin menikah muda. Masalah mulai berdatangan setelah tahun-tahun berganti. Pertanyaan tentang kesiapan berumah tangga kembali muncul disaat semua sudah terlanjur basah.