Namanya kunang-kunang

13 1 0
                                    

     Jatuh cinta ibarat dua kalimat yang menjadikan teka-teki baru,
Aku yang meniti sebuah puncak yang akan dituju,
Berjalan bersama dengan segala beban yang pundak tahan,
Menjadikanmu sebagai lampu penerang dikala senja sudah larut menjadi satu kesatuan dari malam,
Membuat sebuah tenda yang akan kita tempati, bernama hati.
_________________________________________

  Pagi ini setelah usai tadarus kami langsung menuju ke mobil untuk bergegas berangkat ketempat tujuan, tempatnya cukup jauh dari sekolah kami, kurang lebih jaraknya dua jam perjalanan, "siap-siap saja ya disana nanti tidak akan ada kata santai-santai" ucap kak Karin menegaskanku, aku langsung menoleh kearahnya, selama perjalanan dengan disuguhkan pemandangan menakjubkan yang tuhan telah ciptakan, dan melupakan sejenak aktivitas yang akan kami lakukan, aku kembali dibuat khawatir, beberapa seniorku bilang bahwa outbound menjadi batu loncatan bagi anak unggulan bahwa setelah ini masih akan banyak lagi pengalaman pahit manisnya kehidupan yang belum pernah kita ketemui, juga menjadi salah satu hal menyenangkan sekaligus tak terlupakan, tentunya hal ini yang membuatku merasa keburuntungan kehidupan mulai datang kepadaku.

      Usai tiba disana kami langsung mendirikan tenda sesuai dengan lokasi yang telah dibagi oleh pak Pamungkas, sambil diawasi hatiku menjadi semakin tak karuan, bahkan jika melakukan satu kesalahan saja mungkin aku bisa dimarahi habis-habisan seperti yang telah kubayangkan, jadi aku akan melakukan pekerjaan pertamaku dengan sangat hati-hati.

       Setelah selesai kami semua dikumpulkan di halaman luas untuk memulai upacara pembukaan, cuaca yang dingin serta mendung menambah sorot ketegasan yang terpancar dari wajah pak Jatmiko, beliau adalah guru yang memberikan pertanyaan bahasa Inggris padaku seminggu lalu, bagiku beliau guru yang sangat bijaksana dengan nasehat-nasehatnya, kata-katanya selalu bisa meneduhkan sekaligus membuat ketakutan dalam waktu bersamaan.

        "anak-anak unggulan yang saya sayangi begitupun saya banggakan, kalian berada disini tentunya bukan untuk bermain-main tanpa alasan, disini kalian akan dilatih tentang kedisiplinan, dilatih tentang kebersamaan, juga kalian akan dilatih tentang bagaimana bertanggung jawab, ingat kalian disini berada pada satu kelompok, satu tim, yang jelas jika salah satu dari kalian goyah maka yang lain pondasinyapun juga akan ikut retak, maka dari itu saya harap kalian bisa menjadi kelompok yang hebat melewati dua hari satu malam ini dengan penuh kekompakkan, tanggung jawab, kedisiplinan, serta kebersamaan, mengerti anak-anak?"

"siap kami mengerti" kami mengucapkan kalimat tersebut dengan lantang, seolah ucapan tersebut sudah menjadi garisan awal bahwa kini tantangan akan kami temukan, dimanapun dan kapanpun, setelah selesai kami dibubarkan kami segera bergegas untuk memasuki tantangan pertama kami, di halaman luas tersebut kami berlomba untuk menguji kekompakan, kami menyanyinyakan yel-yel yang telah kelompok masing-masing buat.

   Kelompok kami dengan nama regu edelweis, menempati posisi ketiga dari sembilan kelompok, nama edelweis tersebut adalah usulanku, aku memilih nama tersebut karena edelweis menjadi bunga yang diabadikan, begitupun kami, setelah kegiatan ini usai, maka itu akan menjadi kenangan yang dapat kami abadikan, hanya nyawa kami yang tak lagi bersatu dalam nama regu, akan tetapi jiwa kami masih akan terus terukir bersama kenangan di puncak dan abadi selamanya.

     Kini adalah saat diumumkan tentang kejuaran dari lomba yel-yel tersebut, dan ternyata regu kami dapat membawa juara kedua,  setelahnya kami memiliki waktu sampai makan malam tiba untuk bisa santai sejenak, aku memilih membeli minuman di dekat tebing-tebing yang menjulang, bisa disaksikan beberapa kakak seniorku mengambil foto bersama teman dekat mereka, dengan wajah bahagia, begitupun aku yang memilih duduk untuk menyaksikan senja sambil mengambil  earphone yang selalu kubawa dalam saku celana.

      Aku terkejut ketika earphoneku diambil tanpa izin oleh seseorang, ketika aku hendak meluapkan amarahku, pria berkacamata itu sudah lebih dahulu mengucapkan kalimat yang menyebalkan "apa? mau marah? sebal? silahkan saja" aku menahan amarahku mengambil salah satu earphone yang berada di genggamannya, "kenapa sih lo itu nyebelin banget?" ucapku dengan nada tinggi yang sedang aku tahan "suka saja menjahilimu" aku hanya diam, kupikir diamku membuat dia pergi, akan tetapi dia malah duduk di kursi samping yang agak jauh dari tempat dudukku.

    "memangnya semesta itu apa?" aku menaruh earphoneku, menghadap kepadanya,"ya menurutmu apa?" "loh kok tanya balik, aku saja engga tahu, makannya aku tanya kamu" "lihat deh senja! itu juga bagian dari adanya semesta, semesta itu adalah diri kita, nyawa kita, bagian dari separuh tubuh kita, karena bisa dikatakan semesta adalah fana yang bisa mendengar cerita-cerita kita, meski tanpa wujud dan rupa yang kadang tak bisa diberi definisi, tapi semesta benar adanya" "sejak kapan suka lagu sheila on 7?" "sejak dulu" aku pergi meninggalkan Kanaka setelah pertanyaan terakhirnya, aku mendengar kak Karin meneriaki namaku, dan aku segera bergegas untuk kembali ke tenda yang sudah ramai-ramai menungguku disana.

     Aku bergegas mengambil peralatan kotak P3K, salah satu dari kami ada yang terkilir, aku pelan-pelan memijat kakinya yang terkilir "sebentar saja, tahan dulu ya sakitnya" dia mengangguk patuh, "nah sudah beres, masih terasa sakit?" "tidak separah yang tadi Kaluna, terimakasih" ucapnya penuh senyuman, lalu aku segera mengambil air wudhu, aku mengatakan padanya bahwa sebaiknya ia salat di dalam tenda saja, nanti biar aku saja yang akan mengatakan pada pembina bahwa kakinya sehabis terkilir.

      Malam itu setelah api unggun kami harus melakukan game yang sudah dibuat oleh pembina, anggota kami mendapat giliran ketiga setelah kak Viona berhasil menjawab salah satu pertanyaan dari pembina, satu dua tantangan didalam game ini sudah kami jalani, dimulai dari pertanyaan menggunakan bahasa Inggris di ronde awal, lalu dironde kedua kami harus bermain game dengan membawa air diatas kain, yang jatuh berarti gagal dan kami akan dikenai hukuman, lalu lanjut dironde ketiga kami harus mengingat apa saja kesalahan yang kami perbuat kepada orang tua kami, lalu kami disuruh berjalan jongkok, dan merayap serta mengatakan "kami tidak akan mengulangi kesalahan kami lagi, dan kami berjanji menjadi anak yang taat kepada kedua orang tua" ucap kami dengan lantang.

     Apa yang menjadi ucapan kami disini ialah janji yang sudah tertulis dan didengar oleh sang pencipta, apabila kami mendustai janji kami, maka jelas catatan dari dosa-dosa kami akan bertambah. Setelah selesai untuk bermain game, aku diminta kak Karin untuk mengumpulkan kayu bakar bersama teman-teman, kali ini aku ditugaskan mengawasi anak kelas sepuluh, Dita salah satu anak yang dari tadi menggandengku dengan wajah penuh ketakutan karena gelap sudah merebak dibawah awan-awan yang kami tapaki,  "Dit engga akan ada apa-apa kok, percaya ya, aku dibelakang sini" kalimat tersebut seolah menjadi keyakinan, bukan hanya untuk Dita melainkan juga untukku.

     Ketika tengah sibuk mengumpulkan kayu bakar bersama Dita, Bintari, dan juga teman-teman dari kelas sepuluh unggulan yang lain, aku dibuat terkagum dengan indahnya cahaya, aku mengikuti cahaya tersebut, dan yang aku dapatkan ialah hewan seperti kupu-kupu yang berterbangan, dan memiliki cahaya yang cukup terang, "namanya kunang-kunang" aku menoleh dan sontak terkaget hingga hampir terjatuh,  hingga satu tangan berhasil menahanku "kalau jalan jangan mundur-mundur makannya, hampir jatuh kan lo?" "ngapain disini?" "bukannya bilang terimakasih, malah ngegas" "iya, iya terimakasih" "gue disini ya cari kayu bakar kayak lo" "ngagetin tahu engga, kayak hantu aja muka lo" "ya emang gue cocok sih cosplay jadi hantu"

    Sungguh kata-kataku tadi ialah kebohongan yang seperti getah didalam buah yang kumakan sendiri, sungguh wajahnya yang mengejutkanku setiap waktu itu bahkan tidak ada cocoknya menjadi hantu, bahkan lebih cocok jika disandingkan dengan wajah boyband Indonesia yang lagunya tengah populer saat ini, "Heh Luna ngapain ngelamun?" aku sontak menunduk, aku merasakan hangat seketika yang kuyakin pipiku kini tengah mengeluarkan sirat kemerahannya.

    Aku memanggil Dita, Bintari dan yang lainnya, menyuruh mereka bergegas naik keatas dengan mengabaikan pertanyaan terakhir dari Kanaka, "loh Luna kenapa pipinya merah?" "iya loh Lun, kamu sakit?" "ahh tidak, aku engga kenapa-napa kok" jawabku menepis tuduhan dari mereka.

     Dita dan Bintari sudah terlebih dahulu tertidur, aku duduk dengen menyilangkan kedua tanganku di lutut, entah kutukan apa sejak awal mengenal Kanaka diriku sering sekali salah tingkah, jika tuhan berkehendak aku menjadi musuh Kanaka yang seperti kuduga, akan tetapi mengapa sekarang dapat membolak-balikan hatiku seperti sedang bersandiwara menutup sesuatu yang akan terdapat didalam dada.




MonologTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang