Lama tak berjumpa

4 0 0
                                    

      Sabtu pagi-pagi sekali aku bersama bunda diantar pak Tarjo tukang becak langganan keluarga kami pergi ke pasar yang jaraknya sekitar tujuh ratus meter dari rumah, aku membantu ibu memilih beberapa ikan segar yang akan kubuat sebagai pempek. Makanan khas dari negeri dengan julukan "Venesia dari timur" ini tak pernah membuatku bosan walau aku telah memakannya berkali-kali, jadi di hari libur seperti ini aku memutuskan untuk membuat makanan kesukaanku sendiri. Setelah hampir satu jam aku dan bunda berkeliling pasar dengan barang bawaan yang cukup berat akhirnya kami bertemu pak Tarjo kembali sesuai dengan tempat kami berjanjian, dekat kedai bubur sumsum kesukaanku.

   Ketika banyak orang memilih bubur ayam, soto ayam, atau sekadar roti untuk mengisi perut mereka ketika sarapan, maka berbeda denganku yang akan menyantap bubur sumsum dikarenakan aku tak menyukai bubur ayam, bagiku rasanya ketika menyentuh lidahku sedikit aneh dan menggelikan, bahkan ketika aku berumur 7 tahun dan harus dirawat di rumah sakit karena demam berdarah akupun selalu menolak ketika makananku berisikan bubur-bubur itu.

  Matahari sudah sedikit naik dari pusat peradabannya, akhir-akhir ini selain sibuk dengan berbagai kegiatan anak sekolah aku juga semakin disibukkan dengan pekerjaanku di perpustakaan, ada beberapa pegawai yang resign dikarenakan alasan tertentu seperti telah menyelesaikan pendidik dan harus merantau, atau bahkan resign karena telah sibuk mengurus keluarga setelah menikah, jadi kini aku harus bekerja minimal seminggu dua kali disana, aku mencium harum pempek buatanku yang ternyata rasanya tak kalah jauh dari pempek yang sering kubeli, bahkan rasanya lebih memuaskan saja bisa mengolah masakan kesukaan dengan tanganku sendiri.

    "tara! pempek ala chef Kaluna sudah siap dihidangkan untuk tuan putri Orla" "tumben perhatian ke gue, biasanya aja lo kan suka iseng" "ya kali ini boleh sih baik ke lu" "sering-sering deh" "males" aku menutup kembali pintu biliknya, Orla adalah adik kandungku yang hanya berbeda lima tahun dari diriku, kegemarannya dalam berhitung sangat berbanding terbalik denganku yang lebih menyukai sastra, akan tetapi kita mempunyai kesamaan yakni sama-sama tidak menyukai film horor sebagai tontonan.

    Sambil menyantap pempek yang telah kubuat, aku membuka ipad milikku, sudah lama sekali rasanya aku tak berkunjung ke aplikasi mesenggerku, bahkan disana sudah tertera lebih dari lima ratus pesan yang belum kubaca, beberapa kali aku mengscroll laman tersebut dan berakhir pada chat terakhirku bersama Kanaka, sejenak aku berpikir kapan terakhir kali aku bertemu dengannya dan ternyata itu sudah masuk tiga bulan lalu, saat kami bertemu di supermarket untuk membeli kebutuhan tugas praktek membuat kerajinan, "apa kabar ya Kanaka?" aku memikirnya dengan tanpa sadar telephonenku berdering berisikan panggilan yang berasal dari sahabat-sahabatku.

    Aku mengenakan sweater dan celana cargo serta sepatu converse berwarna army, menunggu jemputan dari sahabat-sahabatku atas ajakan mereka untuk minggu ini kami bisa berpiknik bersama di taman dekat dengan danau, aku juga membawa beberapa makanan serta camilan yang bisa disantap saat kita berada disana sembari menikmati waktu libur, akupun di mobil tak lupa untuk mengabari Wisaka bahwa aku akan pergi bersama sahabatku, walaupun hari minggu ini Wisaka sedang ada tugas dari PMI kota untuk menangani pendonor darah yang akan diserahkan dirumah sakit sekitar daerah kami.

    Bunga-bunga bertebaran disana dengan cuaca yang berawan serta angin sepoi-sepoi memberikan keindahan pada tempat ini, "btw kalian tahu kak Kanaka kan?" "anak unggulan kelas bahasa maksud lo?" "iya, yang pakai kacamata itu" "siapa sih yang ga kenal dia, wajahnya itu emang kakak kelas able banget plus dia kan sering kena panggilan guru karena ulahnya" sela Dita diantara pebincangan kami "tapi dia orangnya misterius sih, gue denger-denger dia udah ngilang dari sekolah sekitar hampir dua bulan tuh" "lo serius Binta?" "ya seriuslah yakali gue bohong" setelah menyelesaikan merapikan alas yang akan kami buat duduk serta menyiapkan beberapa piring dan gelas untuk tempat makanan dan minuman yang telah kami bawa, aku, kahla dan jovanka pamit untuk berkeliling area sekitar taman, pikiranku masih kacau mengarah pada kalimat-kalimat yang diucapkan Binta tentang Kanaka "hey ngelamun aja lo" "ada masalah lun lo sama Wisaka?" "eh-eh engga kok" astaga sedari tadi aku sibuk memikirkan Kanaka sampai-sampai aku lupa bahwa aku sudah punya Wisaka yang kembali padaku, "Tolong Kaluna ngapain sih lo mikirin dia" ucapku dalam hati agar kedua sahabatku tak dapat mendengarnya.

    Sebelum adzan maghrib tiba, aku sudah terlebih dahulu sampai dirumah, didepan gerbang terlihat mobil berwarna putih yang aku tak begitu paham siapa pemiliknya, aku melangkahkan kakiku pada ruang tamu yang ternyata didalamnya sudah terdapat Wisaka disana, "Wisaka? ngapain kok tumben-tumbennya kesini" "duduk dulu Kaluna, Wisaka juga baru aja datang kok" ucap ibu yang menyela diantara pertanyaanku sambil membawakan secangkir teh, setelah satu dua tenggukan aku menunggu Wisaka yang sedang menikmati tehnya aku kembali melontarkan kalimat tanya yang sudah membuatku tak sabar atas jawaban mengapa dia datang kemari dengan menggunakan mobil  "ih kamu belum jawab kenapa kamu kesini bawa mobil gitu?" setelah kalimat keduaku terucap, Wisaka tetap tak membalas pertanyaanku, bahkan dia sudah memainkan jari-jarinya seolah memang benar ada hal penting yang akan disampaikan "Wisaka!" "aku harus ke Yogyakarta" "untuk apa?" mataku disana mulai hilang pandangan beberapa kali aku mengerjapkan supaya satu dua bulir air mata bisa tahan tak jatuh dipipiku, "rumah eyang disana akan segera dialih fungsikan menjadi panti asuhan, jadi ayah mempercayai aku untuk jadi pengawas disana" "lalu sekolah kamu?" "aku sudah buat surat pernyataan izin untuk satu minggu, dengan syarat aku masih bisa mengejar materi dan pr-pr yang diberikan guru" "lalu aku?" pertanyaan itu membasahi pipiku dengan tiba-tiba saja seluruh pandanganku berubah menjadi samar-samar, ya aku pingsan untuk kali pertama.

    Aku merasakan detak jantungku menjadi cepat seketika, ketika mataku terbuka aku melihat wajah bunda, ayah, Orla, dan Wisaka yang terlihat sangat mencemaskanku, dokter yang menanganiku serta bunda membantu aku untuk bersandar pada bantal "dok Kaluna engga apa-apa kan?" "syukurlah keadaan kaluna tidak ada penyakit yang mengkhawatirkan, hanya saja Kaluna punya hipotensi yang menyebabkan dia apabila telat makan dan kelelahan bisa berakhir seperti ini". Setelah dokter keluar dari kamarku dengan diantar ayah, bunda mempersilahkan aku untuk berbicara berdua bersama Wisaka karena akan mengambilkan makanan untukku, "kalau keadaan kamu seperti ini, aku akan batalin keberangkatanku ke Yogya malam ini" "Wisaka i am fine, aku cuma kelelahan aja kok, lagipula kalau aku istirahat juga nantinya sembuh" "engga, pokok aku akan berangkat kesana kalau keadaan kamu udah benar-benar baik" "aku jadi suka merepotkanmu ya Wisaka, bahkan sejak pertama kali kita ketemu" "kayaknya kamu salah deh" "salah gimana?" "dulu aku selalu berdoa sama tuhan, supaya bisa diberikan pasangan sebaik dan semanja kayak mama, dan ternyata tuhan takdirkan kamu buat aku" "kalau seandainya kita engga bertakdir bersama gimana Wisaka?" "alasannya? aku akan selalu pertahankan hubungan kita supaya kita sama-sama terus Kaluna" setelah percakapan itu ia mengecup pundak tanganku dan menatap mataku dengan penuh rasa tenang yang membuatku semakin berpikir bahwa aku dan Wisaka adalah takdir.

     

MonologTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang