sebuah kejutan

10 2 0
                                    

      Jika asa-asa cinta yang dalam seperkian tahun lamanya yang apabila kutahu akan berakhir luka, maka aku akan tetap memilihmu sebagai tokohnya.

    Kita adalah dua manusia yang sama-sama egois, aku yang egois untuk terus mengharapkanmu, dan sedangkan dirimu yang egois merenggut hatiku lalu kembali dengan pilunya masa lalu.

    Kita sama-sama berharap, terluka, tanpa mendapat apa-apa, wajar saja karena memang kedua-duanya tak akan pernah terlihat baik jika terus  dipaksakan untuk bersama.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Apabila hari Senin menjadi hari yang sangat menyebalkan bagi kebanyakan manusia, terlebih lagi bagi seorang pelajar maupun pekerja yang harus memulai segala aktivitasnya setelah melewati hari-hari libur untuk bisa menyenangkan diri, maka hari Senin adalah hari yang kutunggu-tunggu.

    Aku menaiki mini bus nomor tiga puluh dua, perjalananku kali ini dari sekolah memakan waktu cukup lama, mungkin sekitar empat puluh lima menit. Hari Selasa sampai dengan kamis aku selalu disibukkan dengan banyak kegiatan seusai pulang sekolah, salah satunya ialah mengikuti bimbingan belajar, maupun melaksanakan eskul di sekolah, jadi hari Senin adalah hari yang sengaja luangkan.

     Setelah mengakhiri banyak perdebatan karena orangtuaku tak pernah setuju apabila aku sekolah sambil bekerja, maka itu ialah keputusanku yang diakhiri dengan paksaan terhadap persetujuan orangtuaku. Aku bekerja menjadi pustakawan di perpustakaan kota, dekat dengan gedung-gedung yang membentang tinggi, di sebelah perpustakaan ini ada pusat perbelanjaan yang sering dikunjungi anak muda, juga terdapat berbagai macam restaurant yang menyediakan makanan-makanan hits, jadi tak heran jika tempat kerjaku sedikit bising daripada tempatku bersekolah maupun dari rumah.

     Tugasku disini sebenarnya tak cukup berat, aku hanya perlu mandata buku yang datang dari bagian kantor pusat untuk dipajang sebagai buku populer minggu ini, dan mengganti beberapa buku yang sudah tamat dari edisinya, seperti majalah-majalah katalog, begitupun aku juga harus menata beberapa buku sesuai dengan judul yang telah tertulis dimasing-masing rak nya.

    Aku bergegas menaruh tasku, berganti pakaian dengan menggunakan blazer berwarna coklat muda dan dibalut dengan sneakers berwarna hitam, "Kaluna, saya minta tolong kamu ambilkan majalah-majalan baru digudang ya!" aku bergegas naik satu persatu anak tangga yang akan membawaku ke gudang, mencari beberapa majalah, lalu akupun menyusunnya di rak paling depan.

    "Kak maaf buku tentang masakan dimana yah?" aku menoleh hendak menunjukkan rak bagian buku-buku resep, dan ternyata di depanku terdapat kak Wisaka yang sama kagetnya denganku "Loh kak Wisaka ngapain ada disini?" "oh aa-aku mau pinjam buku resep masakan, kamu sendiri ngapain kesini? ada keperluan tugas sekolah?" aku menjelaskan pada kak Wisaka sesuai dengan yang terjadi pada hidupku, dari memaksa orangtuaku agar memperbolehkanku bekerja disini, atau menjelaskan jadwal harianku dalam seminggu sehingga aku hanya bekerja ketika hari Senin tiba.

    "Kakak suka masak ya?" "sebenarnya engga sih, cuma terpaksa aja" "ibu kakak memang engga pernah masak?" "dulu sering, tapi keadaaanya aja yang udah berubah" "emang kenapa" "besok kamu sibuk engga?" "engga sih, cuma ada bimbel aja setelah magrib" "besok bisa dong ikut aku?" "mau kemana memang?" "bisa engga?" "hm gimana ya" "bisalah ya kan?" "oke deh, sebagai balasan makasih aku karena kakak udah nolongin aku kemarin yah?" "siap nonik"

   Setelah kesepakatanku untuk ikut dengan kak Wisaka hari ini, aku memilih agar tidak dijemput oleh ayah, pulangnya aku bisa naik angkutan kota maupun ojek online agar tidak begitu merepotkan. Bel pulang sekolah pun berbunyi untuk kedua kalinya, aku segera merapikan tasku, memakai sepatu yang terkesan terburu-buru karena tak ingin kak Wisaka menunggu, "mau kemana sih buru-buru banget lun?" "emm ada perlu nih, aku pamit duluan ya!" kedua sahabatku pun melihatku terheran, dengan aku yang mengabaikan dan memilih langsung pergi ke lobi bawah, disana sudah ada kak Wisaka dengan motor vespanya berwarna hijau matcha.

   "Pakai jaket jangan lupa, perjalananya lumayan jauh" aku segera memakai jaketku, mengambil helm berwarna hitam senada dengan helm milik kak Wisaka, "sudah siap?" aku menganggukan kepalaku, dirinya sadar melalu kaca spion yang terpapar di depan. Disepanjang perjalanan tak ada satu dari kami yang bersuara, aku yang sibuk menebak-nebak akan dibawa kemana, dan dirinya yang sedang fokus memperhatikan jalanan, hanya satu kata yang terlontar ketika kecepatan motornya bertambah "pegangan ya!"

   Dia melajutkan motornya dengan kecepatan paling rendah, lalu berhenti disebuah tepian parkiran didepan pemakaman, aku semakin dibuat kebingungan, "ayo! aku beli bunga dulu ya" aku hanya diam tak menghiraukan apa yang diucapkannya, sambil memandangi banyak ibu-ibu penjual bunga maupun air putih yang diberi botol plastik, kak Wisaka mengambil tanganku yang sedikit mengejutkanku dari lamunanku "sudah siap dengan kejutannya?" "sebenarnya ada apa sih kak?" "ikut saja ya?" aku mengangguk lagi, hanya mengikuti perkataanya sambil berjalan di belakang punggungnya.

    Kami berhenti disebuah makam, didekat pohon kamboja yang bunga-bunganya sudah layu berterbangan, "kenapa aku dibawa kesini?" "kan kamu kemarin tanya, kenapa mamaku gabisa masakin lagi buatku kan?" "iya" "mama sudah meninggal empat tahun lalu karena kanker, papa sibuk bekerja, beberapa kali memang aku punya pembantu rumah tangga, akan tetapi akhir-akhir ini aku memilih untuk tinggal sendiri saja, tanpa adanya bantuan dari siapapun, jadi akhir-akhir ini karena itu aku sering mencari buku resep untuk memasak" aku yang sedari tadi menahan air mataku keluar dari pelopaknya, akhirnya sudah tidak bisa lagi kubendung, dia mendekapku, mengambil tubuhku dalam pelukannya, membiarkanku menangis tersedu-sedu di dadanya.

   Setelah tangisanku cukup reda, hanya satu kalimat yang bisa terlintas dari bibirku "maaf", dia hanya tertawa mendengar kalimatku, "kenapa tertawa?" tanyaku sambil melepaskan pelukannya, "lucu aja, engga ada yang perlu di maafin kok, kan kamu juga egga tau, yuk sekarang kita berdoa dulu ya?" "ayo" ucapku dengan kalimat yang lebih semangat dari sebelumnya.

  Setelah kami berdoa, dan aku diberi kesempatan untuk menaburkan beberapa bunga dan air di pusara tersebut, kami akhirnya kembali ke parkiran motor, "kejutannya bikin aku sedih kak" "maaf yah, lain kali kuberi kejutan yang membuatmu senang deh, gimana?" "ah gausah repot-repot" "pasti belum makan ya? makan dulu mau?" "emm engga deh, dirumah ibu juga udah masak nanti malah kebuang kan mubazir kalau engga dimakan" "oke yaudah, pakai sini helmnya" "terimakasih ya?" "untuk?" "kejutannya".

   Setelah mengantarku pulang dan aku memberinya bekal untuk makan malam, akhirnya aku memutuskan untuk mandi, lalu mengecheck sejenak handphoneku yang sudah memakan banyak notifikasi masuk. aku membuka beberapa chat diantaranya ialah dari Dita dan Binta

"habis dari mana aja nih?"

"iya kok pergi sama gebetan ga bilang-bilang sih"

aku terkejut ketika mereka mengetahuiku ternyata pergi bersama kak Wisaka, membalas dengan cepat pesan dari mereka

"kok kalian tahu?"

"ya taulah yang bonceng-boncengan pakai vespa berdua siapa lagi kalau bukan kamu lun"

 "hehehehe, cuma dianterin pulang kok karena papa gabisa jemput" ucapku yang menyangkal kata-kata mereka.

   Kupikir memang semesta punya banyak sekali kejutan ataupun rencana yang kita sebenarnya engga perlu tahu apa yang akan terjadi kemudian, kita cumu butuh siap jika waktu mengambil apa yang kita miliki, menggagalkan rencana yang kita rangkai sedemikian rupa, ataupun siap dengan takdir yang sudah semesta buat.

MonologTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang